Dirjen Bea dan Cukai Askolani. (foto: DJBC)
PENERIMAAN kepabeanan dan cukai konsisten melampaui target dalam beberapa tahun terakhir, bahkan dalam situasi pandemi Covid-19. Hingga akhir November 2021, realisasinya sudah 108,0% dari target Rp215,0 triliun.
Untuk tahun anggaran 2022, Dirjen Bea dan Cukai Askolani meyakini tren positif itu akan berlanjut seiring dengan pulihnya aktivitas ekonomi masyarakat. Apalagi, pemerintah juga menerbitkan sejumlah kebijakan cukai yang berpotensi meningkatkan penerimaan.
UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) juga berdampak. DDTCNews berkesempatan mewawancarai Askolani secara tertulis mengenai arah kebijakan kepabeanan dan cukai 2022. Berikut petikannya:
Bagaimana Anda melihat outlook penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2022?
Kinerjanya dipengaruhi oleh kondisi eksternal seperti perdagangan dan perekonomian global yang belum terlepas dari efek pandemi Covid-19. Kemudian, ada kondisi internal seperti kebijakan penanganan pandemi [adanya PPKM], larangan ekspor, dan tentunya perekonomian nasional atau daya beli.
Outlook penerimaan kepabeanan dan cukai tahun 2022 juga tidak lepas dari kinerja penerimaan tahun 2021 yang kami perkirakan dapat melebihi target. Tren perbaikan ekonomi nasional menjadi faktor utama pendorong kinerja penerimaan.
Kontributor kinerja penerimaan tadi diperkirakan masih berlanjut pada tahun 2022 mendatang. Hal itu bukan mustahil mengingat program vaksinasi yang masif diharapkan menjadi game changer dan mampu mendongkrak kinerja perekonomian nasional.
Kondisi itu menjadi fundamental yang bagus untuk penerimaan kepabeanan dan cukai di tahun 2022. Fundamental penerimaan yang positif dikombinasikan dengan pengawasan yang efektif sehingga kami yakin target penerimaan kepabeanan dan cukai tahun 2022 bisa tercapai.
Bagaimana efektivitas instrumen cukai dalam mengurangi eksternalitas negatif selama ini?
Salah satunya dapat dilihat dari tren produksinya. Barang kena cukai (BKC) hasil tembakau atau rokok misalnya, tren pertumbuhan produksinya dari tahun ke tahun cenderung berkurang.
Selama periode 2016-2020, tren produksi rokok selalu turun dengan rata-rata penurunan sekitar 1,5% setiap tahunnya. Kondisi tersebut menggambarkan instrumen cukai masih efektif untuk mengendalikan konsumsi atau mengurangi eksternalitas negatif.
Apakah kenaikan tarif cukai rokok selama ini sudah ideal?
Pemerintah terus berupaya mewujudkan tarif cukai yang ideal. Kenaikan tarif cukai mempertimbangkan 4 faktor, yaitu aspek kesehatan melalui pengendalian konsumsi rokok, aspek keberlangsungan industri dan pertanian tembakau, aspek penerimaan negara, dan aspek pengendalian peredaran rokok ilegal.
Dari aspek kesehatan, kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) mempertimbangkan target penurunan prevalensi perokok usia di bawah umur sebesar 15% sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2020-2024. Dari aspek penerimaan negara, berdasarkan APBN 2022, penerimaan cukai hasil tembakau ditargetkan sebesar Rp193 triliun atau naik sebesar 11,4% dari tahun 2021.
Sementara dari aspek industri dan pertanian tembakau, kebijakan CHT harus dapat memastikan industri tetap berkelanjutan karena terkait penyerapan tenaga kerja. Di samping itu, kebijakan CHT juga harus mampu memastikan keterserapan tembakau dalam negeri.
Terkait dengan peredaran rokok ilegal, pemerintah harus dapat memastikan bahwa kebijakan tarif cukai hasil tembakau tidak menjadi insentif bagi peredaran rokok ilegal.
Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok rata-rata 12% dan mengubah skema cukai HPTL pada tahun depan. Bagaimana rencana implementasinya?
Kami sudah melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha, baik terkait dengan cukai hasil tembakau maupun hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Sebelumnya kami juga sudah melakukan koordinasi dengan Perum Peruri untuk mencetak pita cukai yang baru.
Sesuai dengan yang kami koordinasikan dengan asosiasi bahwa di awal Januari 2022, pita cukai yang baru siap kami distribusikan kepada pelaku usaha.
Pemerintah juga telah melakukan simplifikasi tarif CHT dari saat ini 10 layer menjadi 8 layer…
Salah satu concern pemerintah dalam perumusan kebijakan CHT di tahun 2022 yaitu terkait jumlah layer tarif CHT saat ini. Sebagaimana diketahui, layering tarif CHT merupakan salah satu manifestasi dari resultan beberapa kepentingan yang diusung oleh 4 pilar pertimbangan kebijakan. Pemerintah terus memperhatikan dinamika yang berkembang di keempat pilar kebijakan tersebut agar menghasilkan kebijakan CHT yang optimal.
Sudah 2 kali pemerintah memberikan kelonggaran pelunasan pita cukai karena pandemi. Apakah relaksasi serupa akan kembali diberikan tahun depan?
Kebijakan relaksasi jangka waktu penundaan cukai di tahun 2020 dan 2021 diambil dalam rangka menyikapi tekanan pandemi yang berdampak pada industri hasil tembakau. Untuk 2022, pemerintah akan mengevaluasi kondisi perekonomian Indonesia berdasarkan proyeksi parameter makro dan tentunya kondisi mikro yang berkembang dalam industri hasil tembakau.
Apakah rencana ekstensifikasi barang kena cukai baru akan direalisasikan tahun depan?
Pembahasan penambahan daftar BKC secara formal dilakukan sejak Februari 2020 meliputi kantong plastik, minuman bergula dalam kemasan, dan emisi kendaraan. Namun, persetujuan hanya didapatkan untuk produk plastik saja, sedangkan calon barang kena cukai lain belum disetujui.
Pembahasan juga belum dilaksanakan lebih lanjut karena juga mempertimbangkan kondisi ekonomi dan upaya pemulihannya di masa pandemi saat ini.
Perpres 104/2021 memerinci target cukai 2022 termasuk dari produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan. Kapan ekstensifikasi BKC atas kedua produk akan dimulai?
Mengenai cukai plastik dan minuman berpemanis, kalau kita melihat di turunan APBN 2022, di Perpres kami merencanakan salah satu penerimaan cukai pada tahun 2022 itu berbasis kepada plastik dan minuman berpemanis.
Namun, pemerintah akan lihat secara seimbang dengan kondisi aktual yang dihadapi pada 2022. Akan dilihat apakah kebijakan itu bisa dilaksanakan atau disesuaikan.
Bagaimana rencana penindakan terhadap BKC ilegal pada tahun depan?
Intensitas dan kualitas penindakan akan makin digencarkan demi mengamankan penerimaan negara dan menekan peredaran BKC ilegal. Patroli pengawasan serta operasi pasar akan kembali dilakukan secara berkesinambungan.
Bea Cukai juga menggandeng instansi eksternal terkait seperti asosiasi pengusaha legal, TNI/Polri, dan Pemda untuk terus memperkuat sinergi pengawasan di lapangan.
Dalam UU HPP diatur tentang penerapan prinsip ultimum remedium pelanggaran di bidang cukai…
DJBC mengedepankan upaya pengembalian kerugian negara terlebih dahulu, sedangkan upaya pidana merupakan upaya terakhir. Singkatnya, para pelaku tindak pidana diberi kesempatan untuk mengganti kerugian negara berupa denda, baik pada tahap penelitian dengan denda sebesar 3 kali dari nilai cukai maupun penyidikan yang dendanya sebesar 4 kali dari nilai cukai.
Hal itu diharapkan dapat menimbulkan efek jera dan potensi kerugian negara dapat diminimalisasi sekaligus dapat meningkatkan penerimaan negara.
Dari sisi kepabeanan, bagaimana prospek penggunaan instrumen bea masuk dan bea keluar?
Instrumen bea masuk maupun bea keluar tidak hanya sebagai fungsi budgetair atau sumber penerimaan, tetapi juga sebagai fungsi pengendali/mengatur atau regulerend. Pertimbangan menjaga ketahanan industri dalam negeri, keterjaminan pasokan dalam negeri, hingga kelestarian sumber daya alam adalah sebagian dari implementasi fungsi regulerend tadi.
Apakah bea masuk dan bea keluar selama ini sudah efektif melindungi kepentingan ekonomi nasional?
Bea masuk dan bea keluar mempunyai fungsi regulerend. Implementasi bea masuk sejauh ini relatif efektif melindungi kepentingan nasional, terutama industri dalam negeri, hingga sebagai aksi retaliasi atas praktik ketidakadilan yang dilakukan negara mitra.
Adapun pengenaan bea keluar terhadap komoditas ekspor tertentu dirasa efektif dalam menjaga pasokan atau ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri hingga menjamin keberlangsungan sumber daya nasional.
Sejak 2020, pemerintah memberikan banyak fasilitas kepabeanan. Bagaimana evaluasinya sejauh ini?
DJBC telah memberikan insentif fiskal untuk jenis barang berupa alat kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19 sejak Maret 2020 sampai dengan saat ini.
Untuk evaluasi atas pemberian fasilitas atau stimulus dilakukan melakukan survei. Tujuan survei selain juga untuk mengetahui efektifitas pemberian fasilitas atau stimulus kepabeanan dan cukai terkait penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional. Alhamdulillah, dari hasil survei, mayoritas menilai sangat bermanfaat dan tidak terkendala atas pemanfaatan stimulus tersebut.
Apakah pemberian fasilitas tersebut akan tetap berlanjut?
Salah satu fungsi Bea Cukai adalah memberikan fasilitasi dan asistensi kepada industri serta memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Alhasil, pemberian fasilitasi sebenarnya sudah bukan hal baru bagi Bea Cukai.
Untuk fasilitas atas penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi, apakah perlu dilanjutkan atau bahkan ditambah, akan mempertimbangkan sesuai dengan dinamika yang akan terjadi tahun depan. (sap)