KEPALA KANWIL DJP SUMATRA BARAT DAN JAMBI LINDAWATY:

‘Kontak Langsung dengan Wajib Pajak Dikurangi’

Redaksi DDTCNews
Minggu, 04 Oktober 2020 | 09.01 WIB
‘Kontak Langsung dengan Wajib Pajak Dikurangi’

Kepala Kanwil DJP Sumbar dan Jambi Lindawaty. (foto: DJP)

JAKARTA, DDTCNews – Pandemi virus Corona menuntut adanya adaptasi yang cepat dari sisi pelayanan administrasi dari Ditjen Pajak (DJP). Apalagi, kegiatan tatap muka harus dibatasi untuk mengurangi risiko penularan virus.

Otoritas menggunakan teknologi informasi agar proses bisnis dapat tetap berjalan. Optimalisasi pemanfaatan teknologi sebenarnya juga sudah menjadi bagian dalam reformasi pajak. Selain kemudahan, penggunaan teknologi akan menciptakan transparansi.

Kanwil DJP Sumatra Barat (Sumbar) dan Jambi pun melakukan adaptasi. Bagaimanapun, pengamanan target penerimaan dan kepatuhan pajak tetap harus berjalan. Untuk mengetahui lebih lanjut, DDTCNews mewawancarai Kepala Kanwil DJP Sumbar dan Jambi Lindawaty. Petikannya:

Bagaimana dampak pandemi Covid-19 terhadap proses bisnis pelayanan di Kanwil DJP Sumbar dan Jambi?
Pandemi Covid-19 secara cepat mengubah proses bisnis pelayanan di DJP. Untuk memastikan layanan DJP efektif dan efisien serta mencegah dan mengurangi penyebaran Covid-19, dilakukan penutupan sementara layanan tatap muka pada awal masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Layanan dialihkan dengan program Click, Call, Counter (3C). Berdasarkan rencana strategis, program tersebut dapat terlaksana pada 2021 dan 2022. Namun, akibat pandemi Covid-19 ini dilakukan percepatan demi menghadapi era kenormalan baru atau tatanan baru.

Dengan demikian, urusan perpajakan dapat diselesaikan tanpa tatap muka dengan petugas pajak. Mendatangi kantor pajak adalah opsi terakhir. Sebelum pandemi, DJP telah menyediakan layanan online. Namun dengan adanya pandemi Covid-19, layanan secara online tersebut diperluas.

Selama PSBB, KPP Pratama diminta menambah minimal 10 saluran telepon untuk melayani wajib pajak. KPP juga membuka kelas pajak secara daring. Setelah itu, layanan tatap muka dilakukan dengan menjaga penerapan protokol kesehatan dan membatasi jumlah wajib pajak yang dilayani.

Bagaimana dengan rencana ekstensifikasi atau pengawasan berbasis kewilayahan?
Masa pandemi Covid-19 tidak mengurangi upaya Kanwil DJP Sumbar dan Jambi untuk mengamankan target penerimaan dan kepatuhan yang telah ditargetkan. Namun, kegiatan yang sifatnya tatap muka atau kontak langsung dengan wajib pajak dikurangi atau dibatasi.

Kegiatan ekstensifikasi dan pengawasan kewilayahan dilakukan melalui pemanfaatan data yang tersedia di aplikasi internal DJP atau melalui pencarian data eksternal secara online. Ini misalnya melalui Youtube, media sosial selebritis, dan mesin pencari data Google.

Kegiatan pertukaran atau pemanfaatan data dengan pihak ketiga untuk pengawasan dan perluasan objek dan subjek pajak tetap dilakukan dengan menyesuaikan protokol Covid-19.

Kegiatan itu antara lain dengan mendorong seluruh pemerintah daerah mengimplementasikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2016 tentang Konfirmasi Status Wajib Pajak dalam Pemberian Layanan Tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah.

Dengan realisasi penerimaan pajak nasional hingga Agustus 2020 minus 15,6%, berapa penerimaan Kanwil DJP Sumbar dan Jambi?
Kondisi penerimaan pajak secara nasional itu juga terjadi hampir sama di Kanwil DJP Sumbar dan Jambi. Dari target Rp8,995 triliun, sampai akhir Agustus 2020 terealisasi Rp4,952 triliun atau 55,06%. Jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, realisasi itu tumbuh -0,52%.

Berdasarkan data tersebut, kami melihat dampak pandemi Covid-19, yang semula bencana kesehatan, ternyata sangat memengaruhi stabilitas ekonomi dan produktivitas kegiatan usaha tertentu. Ini terjadi secara keseluruhan atau nasional, tidak terkecuali di Sumbar dan Jambi.

Di sisi lain, meski realisasi penerimaan pajak Kanwil DJP Sumbar dan Jambi 55,06%, lebih rendah dari capaian nasional yaitu sebesar 56,47%, tetapi pertumbuhannya lebih tinggi dari nasional. Hal tersebut mencerminkan Kanwil DJP Sumbar dan Jambi memiliki potensi penerimaan pajak yang besar.

Bagaimana tingkat kepatuhan wajib pajak di Kanwil DJP Sumbar dan Jambi?
Dalam masa pandemi Covid-19, upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak menjadi tantangan tersendiri. Wajib pajak cenderung datang langsung ke KPP untuk berkonsultasi atau memenuhi kewajibannya. Padahal, pada masa pandemi, kegiatan tatap muka atau kontak langsung sangat terbatas.

Sampai 23 September 2020, Kanwil DJP Sumbar dan Jambi sudah menerima 410.514 SPT Tahunan atau 89,78% dari target penyampaian SPT. Persentasenya lebih tinggi dari realisasi capaian penyampaian SPT Tahunan nasional sebesar 82.70% atau 12.574.749 SPT Tahunan.

Apa saja sektor usaha yang berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak di Kanwil DJP Sumbar dan Jambi?
Berdasarkan data realisasi sampai dengan 21 September 2020, sektor usaha yang berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak di Kanwil DJP Sumbar dan Jambi adalah sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 34.78%.

Kemudian, ada sektor jasa keuangan dan asuransi sebesar 14,79%, sektor administrasi pemerintahan dan jaminan sosial wajib sebesar 14,59%, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 7,88%, serta sektor konstruksi sebesar 5,79%.

Apakah ada perbedaan dominasi sektor usaha antara di Sumbar dan Jambi?
Meskipun secara persentase berbeda, sektor perdagangan besar dan eceran masih menjadi penopang penerimaan baik di Sumbar maupun Jambi. Di Sumbar, kontribusi peneriman pajak dari sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 30.36%.

Kemudian, ada sektor jasa keuangan dan asuransi sebesar 19.31%, serta sektor administrasi pemerintahan dan jaminan sosial wajib sebesar 16.69%.

Sementara di Jambi, penerimaan pajak dari sektor perdagangan besar dan eceran berkontribusi sebesar 44,2%. Kemudian, diikuti oleh sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 12.79% serta sektor jasa keuangan dan asuransi sebesar 12.31%.

Bagaimana perbandingan komposisi penerimaan pajak dari wajib pajak orang pribadi (OP) dan wajib pajak badan?
Wajib pajak badan mendominasi penerimaan pajak, yaitu 76,11%. Kemudian, ada bendaharawan 14.20% dan orang pribadi 9.69%. Kontribusi wajib pajak badan itu paling besar baik di Sumbar maupun Jambi. Di Sumbar, penerimaan pajak dari wajib pajak badan 72,72%, di Jambi 79,58%.

Apa saja yang dijalankan Kanwil DJP Sumbar dan Jambi dalam menggali potensi dan mengoptimalkan penerimaan tahun ini?
Pada awal 2020, Kanwil DJP Sumbar dan Jambi telah melakukan berbagai macam kegiatan internal untuk konsolidasi pencapaian target penerimaan dan kepatuhan. Dari berbagai forum dan rapat didapatkan sejumlah upaya penggalian potensi dan optimalisasi pengamanan penerimaan pajak.

Pertama, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam menjalankan kewenangannya. Kedua, intensifikasi dan ekstensifikasi wajib pajak strategis dan kewilayahan.

Ketiga, pendampingan rutin melalui kegiatan rekonsiliasi data RTH (Rekapitulasi Transaksi Harian) dan DTH (Daftar Transaksi Harian) terhadap wajib pajak bendahara. Keempat, kegiatan bersama DJP dan DJBC (Ditjen Bea dan Cukai) secara intensif serta difokuskan pada hasil yang akan dicapai.

Kelima, penanganan penyelesaian permohonan keberatan yang memiliki signifikansi pada penerimaan. Keenam, menjalankan serangkaian tindakan penagihan aktif kepada wajib pajak yang mempunyai tunggakan pajak.

Dengan adanya pandemi Covid-19, apakah ada perubahan?
Kegiatan tersebut tetap dilakukan dengan mengedepankan pada kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sesuai protokol pencegahan penularan Covid-19.

Bagaimana proses pembinaan dan penegakan hukum yang dilakukan Kanwil DJP Sumbar dan Jambi selama ini?
Seperti kita ketahui, perpajakan Indonesia menganut sistem self assessment. Pemerintah, dalam hal ini DJP, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan atau penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan atas pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.

Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, DJP berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi DJP. Pengawasan terhadap wajib pajak dilakukan secara rutin berdasarkan analisis terhadap data internal dan data eksternal yang dimiliki oleh DJP.

Terhadap ketidaksesuaian atau potensi ketidaksesuaian antara data DJP dan data yang disampaikan atau seharusnya disampaikan wajib pajak, tidak serta merta dianggap pelanggaran. Atas perbedaan itu dilakukan klarifikasi dahulu ke wajib pajak untuk memastikan timbulnya perbedaan dimaksud.

Jika wajib pajak dapat menjelaskan perbedaan data tersebut dan disimpulkan tidak terdapat pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilanggar maka terhadap SPT yang telah disampaikan oleh wajib pajak tidak diproses lebih lanjut.

Namun, jika dari hasil klarifikasi diperoleh kesimpulan perbedaan tersebut mengakibatkan timbulnya selisih pajak yang terutang, terhadap wajib pajak diberikan kesempatan untuk menyampaikan SPT atau menyampaikan pembetulan SPT dengan menyetorkan pajak yang seharusnya terutang.

Dengan adanya implementasi compliance risk management (CRM), apakah ada perubahan?
Implementasi CRM mengarahkan prioritas pengawasan terhadap wajib pajak yang terindikasi belum menjalankan kewajiban perpajakannya. Dengan demikian, diharapkan proses pengawasan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien.

Era teknologi dan transparansi digadang-gadang menciptakan era baru hubungan wajib pajak dan otoritas pajak. Menurut Anda?
Tak dapat dimungkiri, perkembangan teknologi saat ini sangat pesat. Semua kegiatan tampaknya harus beradaptasi pada perubahan teknologi. Semula yang manual kini beralih ke digital. DJP terus berupaya memperbarui sistemnya sehingga dapat menyesuaikan dengan era digital saat ini.

Selain itu, semangat DJP untuk mengurangi interaksi langsung dengan wajib pajak dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perpajakan secara transparan dan akuntabel dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut.

Sebagai contoh, pemberian fasilitas insentif pajak untuk wajib pajak terdampak Covid-19. Seluruh proses pemberian insentif dilakukan melalui sistem aplikasi yang tidak ada campur tangan petugas pajak.

Ke depan, DJP akan lebih banyak menggunakan teknologi informasi dan otomatisasi. Ini dapat digunakan baik DJP maupun oleh wajib pajak dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perpajakan.

Terkait dengan insentif pajak, bagaimana progres pemanfaatannya di Kanwil DJP Sumbar dan Jambi?
Pada awal pemberian insentif, tidak banyak wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas tersebut karena masih terdapat kekhawatiran pemanfaatan fasilitas tersebut akan menyulitkan wajib pajak di kemudian hari.

Misalnya, pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP. PPh yang seharusnya disetor ke kas negara menjadi dibayarkan secara tunai ke pegawai bersangkutan. Ini dapat memunculkan anggapan penurunan penghasilan pada pegawai penerima insentif ketika insentif PPh Pasal 21 tersebut berakhir.

Selain itu terdapat juga kekhawatiran sebagian wajib pajak bahwa fasilitas tersebut dapat merupakan jebakan yang dapat menyulitkan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dikemudian hari.

Melihat kondisi tersebut, apa yang dilakukan Kanwil DJP Sumbar dan Jambi?
Untuk meningkatkan pemanfaatan fasilitas itu, dilakukan upaya peningkatan sosialisasi dan edukasi, baik secara langsung melalui kegiatan sosialisasi webinar maupun melalui media elektronik radio dan TV serta media sosial.

Sosialisasi mengedepankan beberapa hal. Pertama, insentif perpajakan ditujukan untuk membantu masyarakat dan pelaku usaha agar segera keluar dari kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid 19.

Kedua, seluruh wajib pajak yang termasuk dalam kelompok sasaran insentif pajak dapat memperoleh insentif pajak dengan mudah, yaitu hanya dengan menyampaikan pemberitahuan atau pendaftaran secara online tanpa perlu datang ke kantor pajak.

Ketiga, pemberian insentif dilakukan tanpa syarat-syarat dan tidak akan berdampak akibat negatif bagi wajib pajak. Penerima insentif cukup menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif melalui situs web DJP.

Keempat, jangka waktu insentif tersedia hingga Desember 2020 sehingga seluruh wajib pajak diimbau segera memanfaatkan seluruh insentif. Kelima, pegawai DJP selalu siap membantu apabila wajib pajak membutuhkan bantuan dengan menghubungi AR (account representative) atau Kring Pajak.

Sebagai Kepala Kanwil DJP Sumbar dan Jambi, apa tantangan terbesar yang Anda rasakan?
Setidaknya ada dua tantangan terbesar yang ada di Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi, yaitu tantangan wilayah kerja dan tantangan transportasi dan komunikasi. Wilayah kerja kami ini meliputi dua provinsi besar.

Bahkan, untuk koordinasi dengan instansi internal Kementerian Keuangan, wilayah ini dapat meliputi wilayah di luar Sumbar dan Jambi, yaitu Sumatra Selatan, Lampung, dan Riau. Ini menyangkut koordinasi dengan DJBC dan Ditjen Kekayaan Negara.

Kemudian, luasnya wilayah dan jarak itu juga disertai dengan sulitnya jangkauan transportasi dan komunikasi. Kondisi ini membuat program pengawasan, pelayanan dan edukasi perpajakan menjadi tidak dapat dilaksanakan secara optimal.

Adakah pesan khusus dari Dirjen Pajak?
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Karena itu, kami mengajak kepada seluruh masyarakat  berperan serta bergotong-royong menghimpun penerimaan dari sektor perpajakan.

DJP bertekad menjadi institusi yang bersih dari korupsi dan menjadi birokrasi bersih dan melayani. Untuk itu, wajib pajak kami minta tidak memberi atau menjanjikan hadiah atau dalam bentuk apapun ke seluruh pegawai DJP terkait dengan pelaksanaan pekerjaan dalam jabatannya. (Kaw/Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.