KONSULTASI PAJAK

Jika Sembako Dikenakan PPN, Apa Implikasinya?

Redaksi DDTCNews
Rabu, 07 Juli 2021 | 15.21 WIB
ddtc-loaderJika Sembako Dikenakan PPN, Apa Implikasinya?
DDTC Fiscal Research. 

Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Wahyu. Setelah berhenti bekerja, saya berencana untuk membuka toko jual beli sembako dengan menyewa ruko. Kemudian, baru-baru ini saya membaca berita bahwa produk sembako akan dikenai PPN. Apakah benar demikian? Jika iya, apa implikasinya? Apakah nanti saya juga harus memungut PPN? Mohon penjelasannya.

Wahyu, Tangerang.

Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Wahyu atas pertanyaannya. Saat ini pemerintah tengah berupaya untuk mereformasi ulang objek pajak yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Rencana kebijakan ini diusulkan masuk dalam revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). 

Adapun salah satu isu yang disoroti adalah terkait dengan pemungutan PPN atas sembako. Rencananya, barang-barang sembako akan menjadi barang kena pajak (BKP). Namun, untuk saat ini, belum terdapat penjelasan secara terperinci mengenai rencana kebijakan tersebut.

Terkait dengan pertanyaan Bapak, ada baiknya kita memahami dulu bagaimana ketentuan PPN terkait produk sembako ini dan bagaimana kewajiban PPN-nya.

Dalam UU PPN dikenal adanya istilah negative list. artinya seluruh barang dan jasa akan dikenakan PPN kecuali yang tidak dikenakan. Pengecualian tersebut diatur dalam Pasal 4A ayat (2) UU PPN yang berbunyi:

Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

  1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara;
  2. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
  3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
  4. uang, emas batangan, dan surat berharga.”

Adapun perincian barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak telah diatur dalam Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN dan Peraturan Menteri Keuangan No. 99/PMK.010/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PMK 99/2020).

Pasal 2 PMK 99/2020 mengatur jenis barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat.

Adapun jenis barang kebutuhan pokok tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, gula konsumsi, dan ikan. Adapun kriteria dan/atau rincian barang terhadap jenis barang kebutuhan pokok di atas tercantum dalam Lampiran PMK 99/2020.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan PPN saat ini, atas penyerahan barang kebutuhan pokok yang termasuk dalam kelompok barang di atas tidak dikenakan PPN. Dalam hal ini, apabila usaha Bapak sepenuhnya menjual barang-barang kebutuhan pokok yang tidak terutang PPN, maka Bapak tidak perlu memungut PPN. 

Sebagai konsekuensi, atas pajak masukan yang Bapak telah bayar (misalnya atas pajak masukan untuk sewa ruko) menjadi tidak dapat dikreditkan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b yang berbunyi sebagai berikut:

“… Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.”

Perlu dipahami pula, sekalipun nantinya barang-barang sembako tersebut menjadi BKP, tidak serta merta penyerahannya akan terutang PPN. Terdapat syarat lainnya, yaitu penyerahan barang-barang sembako tersebut harus dilakukan oleh pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

Selain itu, seandainya pemerintah benar-benar akan mengenakan PPN atas sembako, hal itu tidak merta merugikan PKP. Dalam kasus tertentu, hal ini justru dapat menguntungkan bagi  PKP. Simak ‘Memandang Jernih Rencana Pengenaan PPN atas Barang Kebutuhan Pokok

Sebab, apabila sembako menjadi BKP, PKP akan diberikan hak untuk mengkreditkan pajak masukan yang telah dibayar.  Dalam hal ini, PPN yang akan disetor hanya atas selisih antara PPN yang dipungut dengan pajak masukan yang telah dibayar sebelumnya.

Untuk lebih memahami lebih dalam, berikut disajikan ilustrasi sederhana.

PT A adalah pengusaha sembako. Pada Januari 2021, PT A menjual sembako seharga Rp100.000.000. Sembako tersebut dibeli seharga Rp90.000.000. Di samping itu, PT A juga membayar sewa ruko sebesar Rp5.000.000 kepada PT B dan sewa kendaraan untuk mengangkut sembako sebesar Rp1.000.000 kepada PT C. PT B dan PT C telah dikukuhkan sebagai PKP.

Berdasarkan pada ilustrasi sederhana di atas, setidaknya terdapat 3 poin penting. Pertama, perlakuan pajak masukan yang telah dibayar PT A. Dalam contoh 1, PT A menjadikan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagai komponen biaya yang mengurangi laba bruto. Sementara dalam contoh 2, pajak masukan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran.

Implikasinya, laba sebelum pajak PT A dalam contoh 1 lebih kecil dibandingkan dengan contoh 2. Dengan kata lain, pengecualian sembako sebagai objek PPN dapat menyebabkan laba sebelum pajak menjadi lebih kecil.

Kedua, total beban pajak yang ditanggung PT A. Dalam contoh 2, beban pajak yang ditanggung dari sisi PPh badan memang terlihat lebih besar dibandingkan dengan contoh 1. Namun, jika dihitung secara keseluruhan beban pajak (termasuk PPN) yang ditanggung PTA pada contoh 2 justru menjadi lebih kecil.

Ketiga, laba setelah pajak. Berdasarkan pada perhitungan di atas, keuntungan lain yang diperoleh PT A adalah margin setelah pajak yang lebih besar jika sembako menjadi objek yang dikenai PPN. Dalam kasus ini, pajak masukan yang telah dibayar tidak menjadi komponen biaya sehingga laba pun menjadi lebih besar.

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan dalam kasus tertentu, pengenaan PPN atas sembako justru lebih menguntungkan bagi PKP dan lebih mencerminkan netralitas pajak. Hal tersebut terjadi karena diperkenankannya mekansime pengkreditan pajak masukan.

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Michael Victor Jaya Andreas
baru saja
Terima Kasih DDTC selalu memberikan informasi perpajakan yang menaik. Barang yang dikenakan PPN bukan merupakan beban pajak dari penjual, namun merupakan beban pajak pembeli. Namun akan lebih menguntungkan apabila menjadi pengusaha kena pajak karena dapat mengkreditkan pajak masukan