LEBIH dari empat bulan lamanya wabah Pandemi Covid-19 melanda hampir seluruh negara di dunia. Meskipun penyebaran wabah Covid-19 di beberapa negara telah mengalami tren penurunan, dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan masih signifikan.
Berbagai negara masih mengambil langkah proaktif guna menjaga stabilitas ekonomi di kondisi pandemi ini, salah satunya dengan mengandalkan instrumen pajak.
Berdasarkan pantauan DDTC Fiscal Research hingga 7 Mei 2020, setidaknya 135 negara dan yurisdiksi telah merespons ancaman pandemi COVID-19 dengan instrumen pajak.
Dari jumlah tersebut, diidentifikasi sebanyak 773 instrumen pajak yang telah atau akan segera digunakan. Rata-rata sebanyak enam instrumen pajak yang dipakai oleh setiap negara atau yurisdiksi.
Dilihat dari tujuannya, kemudahan administrasi dan peningkatan arus kas usaha masih paling banyak disasar pemerintah di berbagai negara dengan porsi sebesar 34% dan 33%. Ā Instrumen pajak juga semakin banyak diandalkan sebagai penunjang sistem kesehatan (11%), peningkatan arus kas rumah tangga (9%), dan dukungan untuk investasi (5%).
Dari diagram dapat disimpulkan serangkaian langkah dukungan telah dilakukan berbagai negara untuk membantu meringankan arus kas perusahaan. Dari 135 yurisdiksi, 64% atau sebanyak 86 yurisdiksi diantaranya meluncurkan respons pajak demi mencapai tujuan tersebut. Sebagai catatan, upaya menjaminĀ arus kas perusahaan umumnya dilakukan untuk mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK), menjaga tingkatĀ supply,Ā serta untuk ketersediaan dana dalam rangka penyesuaian model bisnis.
Kawasan Eropa tercatat paling banyak meluncurkan instrumen pajak sebanyak 36 yurisdiksi, diikuti dengan Asia (21 yurisdiksi), Amerika (13 yurisdiksi), Afrika (13 yurisdiksi), dan Australia (3 yurisdiksi).
Pajak penghasilan (PPh) menjadi jenis pajak yang paling banyak digunakan dalam upaya meningkatkan arus kas perusahaan. Sebanyak 69 yurisdiksi merespons melalui instrumen PPh badan, sedangkan 29 yurisdiksi lewat PPh orang pribadi.
Jenis pajak yang tak kalah signifikan lainnya adalah pajak konsumsi. Pajak pertambahan nilai (PPN) digunakan oleh 28 yurisdiksi dalam meningkatkan arus kas usaha. Selain itu, ada 12 yurisdiksi menggunakan instrumen pajak konsumsi lainnya.
Dari respons pajak di berbagai negara dan yurisdiksi, dapat diidentifikasi beberapa tipologi instrumen relaksasi yang dipakai untuk meningkatkan arus kas usaha, seperti halnya penangguhan pembayaran pajak, penghapusan bunga dan denda, serta pemotongan dan pembebasan pajak tertentu.
Sebanyak 108 negara memberlakukan penangguhan waktu pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk meningkatkan arus kas usaha. Hal ini mencakup jatuh tempo pengajuan keberatan, penundaan pelaporan SPT, hingga penghapusan sanksi kewajiban perpajakan. Jenis pajak yang diberlakukan relaksasi ini antara lain PPh badan, PPh orang pribadi, PPN dan pajak konsumsi lainnya.
Salah satu negara yang menerapkan jenis relaksasi ini adalah Jerman. Selain pajak penghasilan dan PPN, pemerintah Jerman juga memberikan keringanan berupa penangguhan pembayaran dan penghapusan denda atas beberapa pungutanĀ dalam upaya menyelamatkan likuiditas perusahaan. Tujuannya, mencegah adanya PHK.
Meskipun demikian, fasilitas pajak tersebut diberikan berdasarkan pengajuan dari perusahan (by request) yang bisnisnya terdampak pandemi Covid-19. Fasilitas berbasis pengajuan ini juga diterapkan di beberapa negara Eropa lainnya seperti Perancis, Spanyol, Belgia dan Finlandia.
Selain relaksasi administrasi pajak, penurunan tarif dan pembebasan pajak juga dilakukan beberapa negara dalam upaya meningkatkan arus kas usaha. Dari studi komparasi hingga per 7 Mei 2020 terdapat dua negara yang menurunkan tarif PPh badan, yaitu Kenya dan Indonesia. Kenya menurunkan tarif dari 30% menjadi 25% sedangkan Indonesia memangkas tarif dari 25% menjadi 22%.
Jenis pajak lain yang mendapatkan penurunan tarif adalah pajak konsumsi seperti PPN, pajak barang dan jasa, serta pajak konsumsi lainnya. Selain penangguhan pembayaran dan pembebasan sanksi administrasi, pemerintah di beberapa negara juga memberikan percepatan restitusi pajak bagi keperluan bisnis.
Beberapa negara itu antara lain Indonesia, Australia, Barbados, dan Georgia. Percepatan restitusi ini biasanya ditujukan untuk beberapa bisnis tertentu seperti halnya UMKM dan perusahaan orientasi ekspor.
Kemudian, meskipun kurang populer, beberapa negara juga mengandalkan pajak properti untuk mendukung arus kas perusahaan seperti Britania Raya, Singapura, dan Jepang. Sebagai stimulus bagi dunia usaha, pemerintah Singapura menghapus tarif pajak properti untuk penopang utama perekonomian seperti ritel, rekreasi, dan perhotelan.*