PENANGANAN medis menjadi prioritas utama setiap negara yang terdampak Covid-19. Berbagai bentuk subsidi dan belanja negara telah diarahkan agar penanganan medis serta pencegahan penyebaran Covid-19 dapat segera dilakukan secara optimal.
Bantuan yang diberikan ternyata tidak sebatas pada belanja langsung. Beberapa negara juga menggunakan fasilitas atau keringanan pajak agar pandemi tersebut dapat segera teratasi.
Berdasarkan data yang dihimpun DDTC Fiscal Research per 14 April 2020, upaya tersebut masih cenderung sebatas dilakukan negara-negara yang memiliki kasus Covid-19 tergolong tinggi atau telah mencapai angka ribuan.
Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan langkah tersebut. Melalui PMK No. 28/2020, pemerintah memberikan fasilitas pajak terhadap barang dan jasa yang diperlukan untuk penanganan pandemi corona yang berlaku sejak 6 April 2020.
Sementara itu, China menjadi negara yang paling banyak memberikan fasilitas pajak terkait penanganan Covid-19. Keringanan tersebut tidak hanya ditujukan bagi perusahaan yang bergerak di bidang alat kesehatan yang secara khusus diproduksi untuk merawat pasien Covid-19, tapi juga bagi para tenaga medis dan donatur.
Berdasarkan informasi OECD, uraiannya adalah sebagai berikut. Pertama, setiap investasi dan biaya yang dikeluarkan perusahaan alat kesehatan yang berhubungan dengan penyakit tersebut dapat dibiayakan untuk mengurangi penghasilan kena pajak. Pemerintah China tidak menetapkan batasan sejauh mana komponen tersebut dapat dibiayakan.
Kedua, restitusi penuh atas PPN masukan yang belum dikreditkan di masa lalu bagi bisnis yang bergerak di bidang penanganan dan pencegahan Covid-19. Ketiga, pengurangan penghasilan kena pajak badan maupun orang pribadi atas donasi yang diberikan melalui badan tertentu yang ditunjuk. Selain itu, bantuan jasa kepada masyarakat luas yang tersebut juga dikecualikan dari PPN maupun pajak berbasis konsumsi lainnya.
Keempat, setiap subsidi, bonus, atau berbagai bentuk tambahan penghasilan bagi tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan. Selain China, fasilitas seperti ini juga diterapkan di Malaysia.
Di negara lain, Pakistan dan Qatar menerapkan pembebasan berbagai bentuk pajak impor atas alat kesehatan yang dapat mencegah atau menyembuhkan Covid-19.
Pada awal April, negara-negara anggota Uni Eropa menjadi pihak-pihak selanjutnya yang melakukan langkah serupa. European Commission telah menyetujui permintaan berbagai negara anggotanya untuk membebaskan PPN dan bea impor atas segala macam peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk penanganan Covid-19.
Ruang lingkup pembebasan PPN dan bea impor tersebut juga ditujukan atas peralatan dan perlengkapan yang bersifat pencegahan dan perlindungan bagi masyarakat umum, termasuk masker, perangkat tes Covid-19, dan lain-lain. Fasilitas ini bersifat temporer, setidaknya selama empat bulan ke depan hingga Juli.
Konsumsi
DENGAN fasilitas pajak untuk menghadapi Covid-19 semakin meluas, sementara tekanan terhadap penerimaan juga terus meningkat, tampaknya pemerintah berbagai negara juga perlu meracik strategi untuk menjaga penerimaan negara.
Brondolo (2009) mengungkapkan bahwa di saat seperti ini, penting bagi perumus kebijakan pajak untuk meracik ulang distribusi beban pajak di tengah masyarakat.
Secara lebih spesifik, menurut studi yang dilakukan OECD belum lama ini, perluasan basis PPN dapat menjaga stabilitas kinerja penerimaan dari jenis pajak tersebut. Sebab, di tengah kinerja penerimaan pajak pada umumnya tumbuh negatif, pajak berbasis konsumsilah yang dianggap masih memiliki potensi tetap stabil. Pada masa pandemi seperti ini, konsumsi rumah tangga akan semakin menjadi andalan jika dibandingkan transaksi bisnis yang umumnya melambat. (Disclaimer)