TANGGAL 22 Desember 2017 dapat dikatakan menjadi salah satu hari yang bersejarah bagi dunia perpajakan Amerika Serikat (AS). Pada tanggal tersebut, Pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump mengesahkan undang-undang baru yang disebut Tax Cuts and Jobs Act (TCJA). TCJA yang berlaku efektif pada tahun 2018 ini menjadi penanda terjadinya reformasi pajak AS sekaligus merupakan perombakan ulang pertama skema pajak AS yang terjadi setelah lebih dari tiga puluh tahun (Campbell, 2017).
Terdapat beberapa poin penting dari TCJA. Salah satunya adalah perubahan sistem pajak dari worldwide ke territorial.Sebagaimana diketahui, perdebatan mengenai apakah AS perlu mengubah sistem pajaknya dari semula worldwide ke territorial telah menjadi salah satu isu pelik yang berkepanjangan dalam ranah pajak di negara adidaya ini (Mullins, 2006). Bahkan, isu ini telah banyak dibahas oleh ahli pajak internasional sejak bertahun-tahun lalu.
Sebelum terjadinya perubahan, AS menganut sistem pajak worldwide. Pada saat itu, AS merupakan satu-satunya negara anggota G7 yang menerapkan sistem worldwide. Sementara itu, dari 34 negara anggota OECD, hanya delapan negara yang menganut sistem worldwide dan AS merupakan salah satunya (Matheson, Perry, dan Veung, 2013).
Bagi perusahaan yang merupakan subjek pajak dalam negeri AS, penerapan sistem worldwide menyebabkan perusahaan tersebut harus membayar Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) atas seluruh penghasilan perusahaan, baik yang bersumber dari AS maupun dari luar negeri. Khusus untuk penghasilan yang bersumber dari luar negeri, perusahaan baru membayar pajak ketika penghasilan "direpatriasi" ke AS (Hastings, 2016).
Mekanisme tersebut dikenal sebagai "penangguhan" karena PPh yang terutang dapat ditangguhkan hingga ketika penghasilan direpatriasi. Namun, tidak semua jenis penghasilan dapat menggunakan mekanisme penangguhan ini. Beberapa penghasilan, seperti bunga obligasi yang berasal dari perusahaan anak di luar AS, langsung dikenakan pajak di AS tanpa menunggu bunga tersebut "direpatriasi".
Sistem pajak AS yang menganut worldwide taxation system dianggap sudah tidak kompetitif dan cenderung menempatkan AS pada posisi yang tidak menguntungkan dalam kompetisi global. Bukan tanpa alasan, penerapan sistem worldwide menyebabkan banyak perusahaan AS memperoleh penghasilan setelah pajak yang lebih rendah dibandingkan dengan kompetitor asing. Berikut ilustrasi yang menggambarkan penjelasan ini.
Perusahaan subjek pajak dalam negeri AS menerima penghasilan dari perusahaan anak yang beroperasi di Negara X sebesar 100. Sementara itu, perusahaan subjek pajak dalam negeri Negara Y juga menerima penghasilan dari kegiatan operasionalnya di Negara X sebesar 100. Diasumsikan Negara X dan Negara Y menerapkan sistem territorial dengan tarif PPh Badan 20%, sedangkan tarif PPh Badan AS 35%. Perhitungan PPh terutang atas kasus ini adalah:
Tabel 1 Ilustrasi Penerapan Worldwide vs. Territorial Taxation System
Sumber: diolah dari Republican Policy Committee, “Territorial vs. Worldwide Taxation,” Internet, dapat diakses melalui https://www.rpc.senate.gov/policy-papers/territorial-vs-worldwide-taxation.
Dalam policy paper yang diterbitkan oleh Republican Policy Committee, efek negatif penerapan sistem worldwide yang menjadi pemicu diubahnya sistem pajak AS dari worldwide ke territorial dapat dijelaskan sebagai berikut (Republican Policy Committee, 2012).
Pertama, tarif PPh Badan AS menjadi tarif tertinggi di dunia. Penerapan sistem worldwide menyebabkan AS mengenakan PPh Badan dengan tarif tinggi tidak hanya atas penghasilan yang diperoleh dari AS, tetapi juga untuk semua penghasilan yang diperoleh dan direpatriasi ke AS;
Kedua, terjadinya lock-out capital dan keengganan untuk merepatriasi dana. Berdasarkan penelitian, perusahaan multinasional AS memiliki lebih dari 1,7 triliun dolar AS penghasilan luar negeri yang sengaja tidak direpatriasi ke AS, tetapi malah “diparkir” di negara lain. Langkah ini dilakukan untuk memanfaatkan mekanisme “penangguhan” yang terdapat dalam sistem worldwide AS. Kurang efektifnya ketentuan Controlled Foreign Company (CFC) AS juga menjadi alasan terjadinya lock-out capital;
Ketiga, tingginya biaya kepatuhan pajak. Rumitnya ketentuan terkait penerapan sistem worldwide mengakibatkan timbulnya kompleksitas dalam melaksanakan kepatuhan pajak sehingga menyebabkan tingginya biaya kepatuhan;
Keempat, minimnya jumlah perusahaan multinasional yang bersedia membuka kantor pusatnya di AS.Alasannya, AS memiliki tarif PPh Badan yang sangat tinggi dan kode pajak yang rumit sehingga timbul keengganan bagi perusahaan multinasional menempatkan kantor pusatnya di AS. Konsekuensinya, lapangan pekerjaan dengan keterampilan dan upah tinggi minim tersedia; dan
Kelima, sistem pajak worldwide merupakan pengaruh buruk bagi perekonomian. Berdasarkan teori The Wealth of Nations yang dicetuskan oleh Adam Smith, terdapat empat prinsip yang harus dimiliki oleh sistem pajak suatu negara, yaitu kesetaraan, kepastian hukum, kemudahan, dan efisiensi. Namun, sistem worldwide yang diterapkan AS gagal memenuhi keempat prinsip tersebut karena sistem ini dianggap tidak setara, tidak jelas, rumit, dan tidak efisien.
Sebaliknya, Republican Policy Committee menilai sistem territorial mampu membawa perusahaan AS berkompetisi pada level yang sama dengan para kompetitor asing (Republican Policy Committee, 2017). Selain itu, perubahan ke sistemterritorial juga dipandang dapat memecahkan berbagai persoalan yang timbul dari penerapan sistem worldwide, sepertilock-out capital atau biaya kepatuhan yang tinggi sehingga berujung pada terciptanya sistem pajak yang sejalan dengan dasar-dasar ekonomi.
Perlu digarisbawahi bahwa sistem territorial yang dimaksud dalam TCJA adalah sistem pajak yang memberikan pembebasan atas pembayaran dividen yang berasal dari luar negeri (foreign dividend exemption). Dengan demikian, sistem territorial yang diterapkan oleh AS bukanlah sistem territorial murni sebagaimana termaktub dalam konsepnya. Fakta ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa tidak ada negara di dunia yang menerapkan sistem pajak worldwidemaupun territorial secara murni.