PMK 134/2022

Redam Dampak Inflasi, 502 Pemda Sudah Anggarkan Bansos

Muhamad Wildan | Selasa, 20 September 2022 | 16:30 WIB
Redam Dampak Inflasi, 502 Pemda Sudah Anggarkan Bansos

Warga antre untuk menerima bantuan sosial di Kantor Pos Indramayu, Jawa Barat, Kamis (15/9/2022). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/rwa.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu mencatat sudah ada sekitar 502 pemerintah daerah (pemda) yang menyampaikan laporan penganggaran belanja wajib sesuai dengan PMK 134/2022.

Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan masih ada 40 pemda yang belum menyampaikan laporan penganggaran belanja wajib.

Bila laporan penganggaran belanja wajib disampaikan, pemerintah akan menyalurkan DAU bagi pemda tersebut. "Ini modelnya kami mendorong agar pemda comply dengan ketentuan PMK 134/2022," ujar Prima, Selasa (20/9/2022).

Baca Juga:
Bantuan Beras Jokowi Belum Sampai ke Sejumlah Daerah Kepulauan dan 3T

Sebagaimana diatur dalam PMK 134/2022, pemda harus menganggarkan belanja wajib berupa bansos bagi ojek, UMKM, dan nelayan; belanja penciptaan lapangan kerja; ataupun subsidi transportasi umum daerah.

Belanja wajib harus dianggarkan sebesar 2% dari dana transfer umum (DTU) dan wajib dilaporkan kepada DJPK paling lambat pada 15 September 2022.

Prima mengatakan pemda sesungguhnya memiliki ruang untuk menganggarkan belanja wajib lebih dari 2% DTU. Pasalnya, terdapat 2 pos belanja APBD yang bisa digunakan yakni pos bansos dan belanja tidak terduga (BTT).

Baca Juga:
Efek Kenaikan Harga BBM Surut, Inflasi Turun Jadi 2,28 Persen

Penggunaan BTT untuk memenuhi kebutuhan belanja wajib PMK 134/2022 telah didukung dengan penerbitan surat edaran oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Surat edaran telah diterbitkan yang tujuannya memberikan penjelasan kepada daerah agar tidak ada keraguan dalam menjalankan PMK 134/2022," ujar Prima.

Berdasarkan catatan DJPK, sudah terdapat beberapa pemda yang menggunakan BTT untuk memberikan bantuan dan membuat kerja sama antardaerah serta kerja sama antara daerah dan perusahaan.

"Semua daerah menjalankan tapi modelnya lain-lain. Biasanya yang default itu membuat dukungan supaya transportation cost bisa ditahan supaya tidak flow through kepada masyarakat banyak," ujar Prima. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 03 Oktober 2023 | 10:45 WIB BANTUAN SOSIAL

Bantuan Beras Jokowi Belum Sampai ke Sejumlah Daerah Kepulauan dan 3T

Senin, 02 Oktober 2023 | 14:13 WIB ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT

Komisi XI DPR Setujui Usulan Pemerintah soal Alokasi PMN 2023 dan 2024

Senin, 02 Oktober 2023 | 12:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Efek Kenaikan Harga BBM Surut, Inflasi Turun Jadi 2,28 Persen

Senin, 02 Oktober 2023 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPPK Kemenkeu Godok Rancangan Pengembangan Profesi Konsultan Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 04 Oktober 2023 | 12:15 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Membangun Kebanggaan Gotong Royong Lewat Pajak

Rabu, 04 Oktober 2023 | 12:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bertambah Lagi, DJP Tunjuk Squarespace Jadi Pemungut PPN PMSE

Rabu, 04 Oktober 2023 | 12:03 WIB PENERIMAAN PAJAK

Ditopang PPh Nonmigas, DJP Yakin Penerimaan Pajak Bakal Lampaui Target

Rabu, 04 Oktober 2023 | 12:00 WIB INFOGRAFIS KEPABEANAN

Syarat-Syarat agar Barang Pindahan Bebas Bea Masuk

Rabu, 04 Oktober 2023 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Lewat Digitalisasi, Sri Mulyani Ingin Local Taxing Power Menguat

Rabu, 04 Oktober 2023 | 10:30 WIB KOTA BLITAR

Telat Bayar PBB, 6.000 Wajib Pajak Bakal Kena Sanksi

Rabu, 04 Oktober 2023 | 09:51 WIB SURVEI PAJAK DAN POLITIK

Terakhir Hari Ini, Yuk Isi Survei Pajak dan Politik DDTCNews

Rabu, 04 Oktober 2023 | 09:39 WIB DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR

Pahami Langkah Tepat Penyusunan Intercompany Agreement di Webinar Ini