BERITA PAJAK HARI INI

Realisasi Minim, Sektor Perdagangan Diincar Pajak

Redaksi DDTCNews
Selasa, 16 Agustus 2016 | 09.03 WIB
Realisasi Minim, Sektor Perdagangan Diincar Pajak

JAKARTA, DDTCNews – Berita mengenai masih minimnya pendapatan negara mewarnai sejumlah surat kabar pagi ini, Selasa (16/8). Untuk mengejar penerimaan pemerintah mengambil beberapa langkah di bidang pajak.

Langkah itu di antaranya, menerapkan tax amnesty dan melakukan pengawasan serta ekstensifikasi terutama pada wajib pajak 90% terbesar, dan wajib pajak tidak lapor terdapat data (TLTD) termasuk dengan mendatanginya melalui program geotagging.  Tidak hanya itu, pemerintah juga membidik sektor perdagangan khususnya pembeli dari pabrikan atau pedagang besar yang tidak diketahui identitas lengkapnya.

Hingga pekan pertama Agustus 2016 realisasi penerimaan negara baru mencapai 43,4% atau Rp775,2 triliun dari target APBNP sebesar Rp1.786,2 triliun.  Sampai 5 Agustus 2016, Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp542,1 triliun atau 40% dari target APBNP 2016. Sedangkan penerimaan bea dan cukai sebesar Rp76,2 triliun atau 41,4% dari target APBNP 2016. Sementara, realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp585,7 triliun.

Kabar lainnya, sejumlah perusahaan asuransi telah menyiapkan produk khusus guna menjaring dana tax amnesty. Berikut ringkasan beritanya:

  • Perusahaan Asuransi Siapkan Produk Khusus

Perusahaan asuransi berlomba-lomba menyiapkan produk guna menampung dana tax amnesty. PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia merilis produk unit link terbaru yakni Mi-Wealth Assurance yang menyasar nasabah kaya. Sementara PT BNI Life menawarkan unit link dan produk tradisional kepada nasabah kaya dengan premi minimal Rp1 miliar. Tak mau kalah, PT Jiwasraya menawarkan produk saving plan bagi peserta tax amnesty dengan return of investment (ROI) yang dipatok 8%.

  • Kinerja Ekspor Kian Terkikis

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan nilai ekspor pada tujuh bulan pertama tahun ini sebesar US$79,08 miliar. Angka itu menjadi yang terendah sepanjang perode yang sama dalam 6 tahun terakhir atau sejak 2010. Ekspor Indonesia dinilai masih didominasi produk berbasis sumber daya alam (SDA) dan produk rendah teknologi sehingga kurang kompetitif.

  • Dituntut Lebih Realistis

Pemerintah diharapkan bisa menghilangkan ego politik dan lebih realistis dalam menyusun APBN 2017 setelah melihat performa pengelolaan fiskal dua tahun terakhir yang nyaris mengkhawatirkan. Bahkan, situasi tahun 2016 ini semakin mengkhawatirkan jika realisasi target penerimaan tax amnesty meleset. Seperti diketahui, hari ini, Selasa (16/8) Presiden Joko Widodo akan membacakan nota keuangan RAPBN 2017.

  • Pemangkasan Anggaran Ciptakan Kepercayaan Pasar

Ekonom Universitas Gdjah Mada Anggito Abimanyu menilai pemangkasan anggaran yang diajukan Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah tepat lantaran APBN yang kredibel memegang peranan penting untuk memulihkan kepercayaan pelaku usaha. Menurutnya, jika pemangkasan tidak dilakukan maka anggaran 2017 akan terbebani.

  • Pemangkasan Transfer Daerah Jadi Rp72,9 Triliun

Jika sebelumnya rencana pemangksan transfer daerah sebesar Rp68,8 triliun, kini jumlahnya bertambah menjadi Rp72,9 triliun. Penghematan yang berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Transfer Khusus (DTK), Dana Desa diperkirakan mencapai Rp36,6 triliun. Selain itu, penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dan DBH sebesar Rp36,3 triliun ditunda. Penundaan ini hanya diberlakukan pada sejumlah daerah berdasarkan kriteria tertentu.

  • Daya Beli Masyarakat Menengah Turun

Daya beli masyarakat menengah-bawah di perkotaan dan pedesaan turun lantaran kenaikan pendapatan nominal mereka tidak diikuti dengan pendapatan riil. Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin mengatakan dengan inflasi yang cukup rendah dan kenaikan upah nominal, harusnya penurunan upah riil tidak terlalu dalam.

  • BI Siap Terapkan Acuan Suku Bunga Baru

Bank Indonesia siap menerapkan suku bunga acuan baru 7-day Reverse Repo Rate pada 19 Agustus 2016 yang diyakini mampu membuat kebijakan moneter berjalan efektif. Hingga saat ini Bank Sentral masih terus melakukan sosialisasi kepada para pelaku usaha bahwa BI Rate atau suku bunga tenor sampai 12 bulan tidak lagi menjadi acuan. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.