Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi salam sebelum menyampaikan tanggapan pemerintah terkait RUU APBN Tahun 2022 pada Rapat Paripurna DPR Ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/9/2021). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
JAKARTA, DDTCNews - Jadwal pembahasan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), sebelumnya bernama RUU KUP, pada rapat paripurna belum ditentukan oleh DPR.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari mengatakan pemerintah dan parlemen telah sepakat membawa RUU HPP ke pembahasan tingkat II melalui rapat paripurna.
Hanya saja, kepastian mengenai tanggal pembahasan RUU HPP pada rapat paripurna tersebut masih perlu ditentukan oleh DPR. "Badan Musyawarah (Bamus) DPR yang menentukan jadwalnya," Kamis (30/9/2021).
Seperti diketahui, Komisi XI DPR dan pemerintah telah menyepakati RUU KUP atau RUU HPP dalam rapat yang diselenggarakan pada Rabu (29/9/2021) malam.
RUU HPP diharapkan dapat mendukung berjalannya reformasi pajak baik dari sisi administrasi maupun kebijakan yang sedang dan terus dilaksanakan pemerintah.
Adapun beberapa poin yang telah disepakati oleh DPR RI dan pemerintah pada RUU HPP antara lain pengenaan pajak atas natura, pengaturan mengenai tindak lanjut atas putusan mutual agreement procedure (MAP), pengaturan kembali besaran sanksi administratif dalam proses keberatan dan banding, serta penyempurnaan beberapa ketentuan di bidang penegakan hukum perpajakan.
RUU ini juga akan memperkuat reformasi administrasi perpajakan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah melalui implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk wajib pajak orang pribadi.
RUU ini juga memperkuat posisi Indonesia dalam kerjasama internasional dan memperkenalkan ketentuan mengenai tarif pajak pertambahan nilai (PPN) final.
Ada pula ketentuan yang difokuskan pada perluasan basis pajak sebagai faktor kunci dalam optimalisasi penerimaan pajak. Ketentuan ini menyangkut pengaturan kembali tarif PPh orang pribadi dan badan.
Kemudian, masih terkait dengan perluasan basis pajak, ada penunjukan pihak lain untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak. RUU ini juga mencakup pengaturan kembali fasilitas PPN, kenaikan tarif PPN, implementasi pajak karbon, dan perubahan mekanisme penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai (BKC).
"Implementasi berbagai ketentuan yang termuat dalam RUU tersebut diharapkan akan berperan dalam mendukung upaya percepatan pemulihan ekonomi dan mewujudkan perekonomian yang berkelanjutan," ujar Sri Mulyani. (sap)
Â