INSENTIF PAJAK

Produksi Hasil Riset di Luar Negeri, Wajib Pajak Tetap Dapat Insentif

Muhamad Wildan
Jumat, 11 September 2020 | 14.08 WIB
Produksi Hasil Riset di Luar Negeri, Wajib Pajak Tetap Dapat Insentif

Ilustrasi. Mahasiswa memasukan cairan kimia ke botol takar untuk mengetahui khasiat daun dan kulit buah untuk dijadikan obat tradisional di Kampus Politeknik Bina Husada Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (10/6/2020). ANTARA FOTO/Jojon/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) tapi memproduksi produk temuannya di luar negeri bisa tetap mendapatkan insentif supertax deduction.

Hanya saja, menurut Kasubdit Kebijakan Fiskal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Renni Meilani, wajib pajak tersebut tidak akan mendapatkan insentif supertax deduction berupa pengurangan penghasilan bruto sebesar 300% dari biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan litbang.

"Apabila mereka hanya melakukan pendaftaran paten saja dan kerja sama penelitian, total insentif yang didapat sebesar 200%, tidak maksimal hingga 300%," ujar Renni, dikutip Jumat (11/9/2020).

Renni mengatakan tujuan pemberian insentif supertax deduction untuk kegiatan research and development (R&D) di Indonesia sesungguhnya untuk mendorong pendaftaran paten. Saat ini, jumlah produk Indonesia yang dipatenkan, baik di dalam maupun luar negeri, masih sedikit.

“Jadi insentif ini untuk mengakomodasi pendaftaran paten baik di dalam maupun luar negeri,” ujar Renni.

Renni mengakui skenario paling ideal dari pemanfaatan insentif ini adalah ketika wajib pajak badan penerima insentif memproduksi produk hasil temuannya di dalam negeri.

Meski produk hasil pengembangan tidak diproduksi di dalam negeri, Renni mengatakan setidaknya swasta turut berperan serta untuk memajukan kegiatan R&D di Indonesia. Kolaborasi swasta dengan lembaga penelitian pemerintah maupun perguruan tinggi mendorong transfer of knowledge.

Renni menerangkan wajib pajak badan yang mendaftarkan paten atas hasil penelitiannya tetapi tidak memproduksi produk temuannya di dalam negeri, hanya akan diberikan insentif tambahan sebesar 50%.

Tambahan insentif pengurangan 50% itu diberikan apabila paten dari produk yang dimaksud hanya terdaftar di dalam negeri. Bila produk temuan dipatenkan di dalam dan luar negeri, insentif tambahan yang diberikan sebesar 75%.

Bila wajib pajak badan memproduksi produk hasil penelitiannya di dalam negeri dan dijual komersial, pemerintah akan memberikan insentif tambahan sebesar 100%.

Untuk mendapatkan fasilitas supertax deduction hingga 300%, wajib pajak badan harus mendaftarkan paten atas produk yang dikembangkan di dalam negeri dan luar negeri, diproduksi komersial, dan melakukan kerja sama R&D dengan lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah atau perguruan tinggi.

Sebagai informasi, harmonisasi dari ketentuan teknis fasilitas supertax deduction R&D yang telah diatur Peraturan Pemerintah (PP) 45/2019 sudah selesai. Kementerian yang turut terlibat dalam harmonisasi tersebut antara lain Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Koordinator Perekonomian.

Melalui PP 45/2019, pemerintah menjanjikan tiga fasilitas pajak baru yakni supertax deduction atas kegiatan vokasi, supertax deduction atas kegiatan R&D, dan investment allowance.

Genap satu tahun sejak diundangkannya PP 45/2020, hanya fasilitas supertax deduction atas kegiatan R&D yang belum memiliki ketentuan teknis berupa peraturan menteri keuangan (PMK). Alhasil, fasilitas ini belum bisa diberikan kepada wajib pajak badan yang berminat. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.