Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat posisi utang pemerintah mencapai Rp7.870,35 triliun hingga Agustus 2023.
Laporan APBN Kita edisi September 2023 menyatakan rasio utang pemerintah tersebut sebesar 37,84% terhadap produk domestik bruto (PDB). Rasio utang ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 37,78%, walaupun tetap berada di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.
"Rasio ini juga masih sejalan dengan yang telah ditetapkan melalui strategi pengelolaan utang jangka menengah tahun 2023-2026 di kisaran 40%," bunyi laporan APBN Kita edisi September 2023, dikutip pada Sabtu (23/9/2023).
Pemerintah menyatakan senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo. Dalam hal ini, komposisi utang pemerintah didominasi oleh utang domestik yaitu 72,29%.
Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah mayoritas berupa SBN yang mencapai 88,88%. Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Hingga akhir Agustus 2023, profil jatuh tempo utang Indonesia terbilang cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran 8 tahun.
Pengelolaan utang pemerintah melalui penerbitan SBN terus diupayakan untuk mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, inklusi keuangan, serta upaya peningkatan literasi keuangan masyarakat dari savings society menjadi investment society. Sejalan dengan hal tersebut, kepemilikan investor individu dalam SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya mencapai 2,95% menjadi 6,98% pada akhir Agustus 2023.
Selanjutnya, bagi lembaga keuangan, SBN berperan penting untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan likuiditas, serta menjadi salah satu upaya mitigasi risiko. Hal ini menjadikan perbankan sebagai pemilik SBN domestik terbesar, yakni mencapai 31,14% pada akhir Agustus 2023, diikuti perusahaan asuransi dan dana pensiun yang memegang sekitar 17,92%.
Di sisi lain, kepemilikan SBN oleh Bank Indonesia sebesar 16,08% antara lain digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter. Adapun asing, hanya memiliki SBN domestik sekitar 15,37%, termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.
Sementara, sisa kepemilikan SBN dipegang oleh institusi domestik lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan institusi bersangkutan.
"Selanjutnya, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah terus berupaya mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid," bunyi laporan APBN Kita.
Strategi yang dilaksanakan di antaranya melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond). Kemudian, peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN yang didukung dengan sistem online juga tak kalah penting, mampu membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi semakin efektif dan efisien, serta kredibel. (sap)