JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Selasa (31/7) kabar datang dari Ditjen Pajak yang menambahkan persyaratan proses pencairan imbalan bunga yang timbul akibat kesalahan fiskus. Namun hal itu justru dinilai menghambat proses pencairan imbalan bunga, sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi wajib pajak.
Penundaan imbalan bunga kepada wajib pajak ini juga mendapat sorotan dari pengamat pajak DDTC yang menilai langkah pemerintah melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.65/PMK.03/2018 tentang Perubahan Kedua atas PMK No.226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga, justru semakin membuat ketidakpastian bagi wajib pajak.
Sebelumnya, penghitungan dan pemberian imbalan bunga cukup dengan menghitung jumlah utang pajak bagi wajib pajak yang bersangkutan atau utang pajak dari wajib pajak lainnya. Dalam beleid baru, penghitungan bunga selain melalui dua hal tersebut, juga ditambahkan dengan jumlah wajib pajak yang akan terutang.
Sebagai informasi, imbalan bunga adalah imbalan yang diberikan kepada wajib pajak karena kesalahan atau keterlambatan proses perpajakan yang dilakukan oleh fiskus. Wajib pajak akan menerima imbalan bunga ketika terjadi keterlambatan pengembalian pembayaran pajak, keterlambatan penerbitan surat ketetapan pajak lebih bayar, hingga kelebihan pembayaran karena surat keputusan pembetulan.
Kabar lainnya datang dari Ditjen Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko yang berpeluang menaikkan penarikan pinjaman program dalam rangka meningkatkan cadangan devisa. Pasalnya asumsi yang dipatok dalam APBN 2018 terkait hal ini dianggap terlalu rendah, sehingga pinjaman program akan dinaikkan lagi.
Berikut ringkasannya:
Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan imbalan bunga memang hak wajib pajak, tapi dalam banyak kasus ada wajib pajak yang memiliki utang pajak. Menurutnya supaya adil, imbalan bunga akan diberikan setelah dikurangi utang pajak. Aturan ini dianggap tidak memperketat, hanya menyesuaikan dengan sistem perbendaharaan dan anggaran saja. Aturan yang terbit dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 65/2018 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga ini, hanya merupakan penegasan dan perbaikan mekanisme penghitungan dan pemberian, maka tidak terkait langsung dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal restitusi.
Partner Fiscal Research DDTC B. Bawono Kristiaji menegaskan terbitnya PMK 65/2018 dapat menciptakan ketidakpastian bagi wajib pajak. Pasalnya, ketentuan ini mengubah tata cara penghitungan dan pemberian imbalan bunga yang berimplikasi pada waktu proses pencairan. Adapun salah satu poin yang bisa berujung ketidakpastian yaitu soal penambahan frasa "pajak yang akan terutang", dalam hal mekanisme perhitungan.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman mengatakan pemerintah saat ini memiliki komitmen pinjaman program senilai US$1,3 miliar. Sedangkan dalam APBN 2018, rencananya pinjaman program yang ditarik akan sebesar Rp1 miliar, walaupun perencanaan itu lebih rendah dibanding outlook 2017. Dengan penarikan pinjaman program dari yang direncanakan sebelumnya, penerbitan SBN yang lebih banyak terdampak risiko global berpeluang berkurang.
Pria berusia 68 tahun ditangkap oleh petugas karena tuduhan korupsi kasus pajak. Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung Jan S. Maringka mengatakan pria yang bernama Hasnil itu divonis bersalah karena merekayasa pajak di Pemkab Langkat. Berkat tindakannya, negara kehilangan potensi penerimaan negara sebesar Rp1,1 miliar. Tak hanya itu, Hasnil dikabarkan juga mendapat vonis yang sama di Pemkab Simalungun dan terbukti bersalah. (Amu)