JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Kamis (16/3) kabar datang dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang mulai menyiapkan ancang-ancang menghadapi sengketa pajak dengan Google. Melaui Surat Edaran Nomor SE-04/PJ/2017 Ditjen Pajak mempertegas penentuan Badan Usaha Tetap (BUT) bagi subjek pajak luar negeri (SPLN) yang menyediakan layanan aplikasi atau konten melalui internet atau over the top (OTT).
Menurut Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama memaparkan SE tersebut dapat memberikan penegasan dan penjelasan penentuan BUT. Pertimbangan dikeluarkannya SE ini, lanjut Hestu, karena berhubungan dengan upaya penyelesaian kasus pajak Google yang hingga saat ini belum juga menemukan titik terang.
Kabar lainnya datang dari pemerintah yang didesak untuk segera melakukan revisi Undang-Undang KUP setelah berakhirnya program tax amnesty dan pentingnya perluasan basis pajak mengingat hingga saat ini baru 32 juta orang yang memiliki NPWP. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Menjelang berakhirnya program tax amnesty, proses revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dianggap sangat mendesak. Revisi UU KUP dinilai diperlukan karena regulasi perpajakan yang ada saat ini masih memiliki banyak celah dan belum mencakup segala kompleksitas fenomena perpajakan yang berkembang beberapa tahun terakhir.
Basis pembayar pajak atau tax base di Indonesia masih sangat rendah, karena dari seluruh penduduk di Indonesia jumlah yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya sekitar 32 juta orang. Dari jumlah tersebut hanya 22 juta orang yang menyerahkan kembali Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan 40%-50% SPT-nya nihil. Penambahan wajib pajak baru nantinya harus ditopang dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi yang terintegrasi dan pemanfaatan layanan elektronik bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Ekonomi Indonesia di dua bulan pertama 2017 masih belum bergerak. Hal ini terlihat dari nilai ekspor Februari 2017 yang turun sekitar 6,17% menjadi US$12,57 miliar dibandingkan Januari 2017. Penurunan ekspor ini didominasi oleh sektor non-migas yang turun sebesar 6,21%. Sementara, impor Februari 2017 mencapai US$11,26 miliar, turun 5,96% dibanding Januari 2017. Kepala BPS Suharyanto mengatakan pemicu penurunan ekspor ini disebabkan oleh faktor musiman.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat upah harian buruh tani sepanjang Februari 2017 naik 0,55% menjadi Rp49.269 per hari dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya Rp49.000 per hari. Begitu pun upah riil buruh tani yang hanya naik 0,16% menjadi Rp37.125 per hari dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya sebesar Rp37.064 per hari. Salah satu faktor penghambat kenaikan upah tersebut dikarenakan angka inflasi pedesaan pada Februari 2017 yang lebih tinggi.
Presiden Joko Widodo meminta para menterinya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,4% – 6,1%. Oleh karena itu, Jokowi meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Keuangan untuk mendorong sumber investasi dari BUMN dan swasta untuk menutupi keterbatasan anggaran belanja pemerintah. Jokowi juga mengingatkan agar dalam merancang program Kepala Bappenas dan Menkeu harus merancang program yang optimistis, realistis dan kredibel.
Rencana penerapan cukai plastik yang semakin matang, nyatanya mendapat penolakan dari pihak pengusaha industri makanan dan minuman. Penolakan tersebut lantaran akan memicu kenaikan beban para pelaku industri makanan dan minuman berkemasan. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan berdasarkan hitung-hitungannya, jika plastik jadi dikenakan cukai senilai Rp200 maka akan ada kenaikan harga jual produk mamin berkemasan sebesar 8%. Tak hanya itu, menurutnya penerapan cukai plastik juga malah akan menurunkan penerimaan negara. (Amu)