Ilustrasi.
PEMERINTAH Indonesia dan Singapura resmi meneken kesepakatan pembaruan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Penandatanganan dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan II Singapura Indranee Rajah pada Selasa (4/2/2020) di Istana Bogor.
Sejumlah perubahan dilakukan dalam pembaruan P3B atau tax treaty tersebut. Salah satu aspek yang disorot adalah penurunan tarif pajak royalti dan branch profit tax. Ada pula penghapusan klausul most favoured nation (MFN) dalam kontrak bagi hasil dan kontrak karya sektor migas dan pertambangan.
Lantas, pertanyaannya, apakah pembaruan tersebut langsung otomatis bisa diterapkan? Ternyata tidak. Apalagi, Ditjen Pajak (DJP) menyatakan harapan agar pembaruan P3B itu bisa segara diratifikasi. Sebenarnya, bagaimana tahapan proses yang terkait dengan P3B?
Darussalam, John Hutagaol, dan Danny Septriadi dalam buku berjudul ‘Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional’ menjabarkan setidaknya ada 8 tahapan yang ada dalam siklus proses P3B. Berikut tahapan tersebut:
P3B biasanya didahului dengan komunikasi awal antara kedua negara. Komunikasi biasanya dilakukan oleh Menteri Keuangan melalui Menteri Luar Negeri. Apabila kedua negara setuju untuk mengadakan P3B, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan terlebih dahulu.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain prioritas materi yang hendak dibahas, penentuan tanggal dan lokasi untuk negosiasi, bahasa yang akan digunakan saat negosiasi dan kemungkinan diperlukannya penerjemah atau tidak.
Selain itu, ada pula pertukaran dokumen (draf model P3B, P3B terakhir yang berlaku, dan peraturan pajak domestik) sebelum dimulainya negosiasi serta penetapan anggota delegasi yang akan mewakili dalam proses negosiasi P3B.
Anggota delegasi dari masing-masing negara yang akan P3B melakukan diskusi untuk merumuskan perjanjian. Pada umumnya, dalam proses negosiasi ini, ada beberapa kali perundingan yang tempatnya saling bergantian di antara dua negara yang mengadakan perjanjian.
Setelah draf P3B telah disetujui oleh delegasi dari masing-masing negara maka perjanjian tersebut diparaf dan dikirim ke masing-masing negara untuk dimintai persetujuannya oleh pihak yang berkompeten, yang biasanya dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Setelah P3B diterima oleh masing-masing negara dan disetujui, selanjutnya ditandatangani secara formal oleh pihak yang berkompeten di masing-masing negara, yang biasanya dilakukan oleh Menteri Keuangan. Tanggal penandatangan ini menunjukkan “date of conclusion“.
Proses ratifikasi atau pengesahan ini merupakan proses tahapan yang penting dalam proses persetujuan P3B. Proses ratifikasi ini dilakukan atas dasar ketentuan hukum perjanjian internasional di masing-masing negara yang mengadakan perjanjian.
Di banyak negara, proses ratifikasi P3B harus melalui persetujuan DPR. Ketika P3B sudah diratifikasi oleh suatu negara maka harus diberitahukan kepada negara mitranya. Di Indonesia, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU No. 24/2000 tentang Perjanjian Internasional, proses ratifikasi P3B tidak melalui persetujuan oleh DPR tetapi cukup dilakukan dengan penerbitan Keputusan Presiden yang kemudian diberitahukan kepada DPR.
Suatu P3B dikatakan berlaku (entry into force) yaitu pada saat P3B tersebut menjadi kewajiban formal yang mengikat masing-masing negara untuk melaksanakannya. Saat berlakunya P3B selalu dinyatakan secara eksplisit dalam P3B. Saat pertukaran nota ratifikasi tidak otomatis membuat P3B segera dapat diberlakukan (entry into force). Pembahasan mengenai saat berlakunya P3B, dalam konteks P3B Indonesia akan diuraikan di artikel terpisah.
Effective date adalah saat di mana ketentuan-ketentuan dalam P3B berlaku efektif untuk dapat dipergunakan oleh subjek pajak. Effective date ini selalu dinyatakan dengan tegas dalam P3B. Adapun pengaturan effective date dalam P3B akan diuraikan di artikel terpisah.
Suatu P3B juga mempunyai ketentuan yang mengatur tentang berakhirnya perjanjian. Ketentuan tentang berakhirnya P3B yang terdapat dalam pasal P3B merupakan ketentuan formal, di mana satu atau dua negara yang mengadakan P3B memutuskan untuk menghentikan atau mengakhiri P3B yang sudah berlaku.
Pada dasarnya P3B berlaku untuk waktu yang tidak ditentukan sampai dihentikan oleh salah satu negara yang terikat atas P3B tersebut. OECD Model menyarankan agar ketika suatu negara yang terikat atas P3B ingin mengakhirinya, sebaiknya diberitahukan kepada negara mitra perjanjian sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum berakhirnya suatu tahun pajak atau tahun kalender yang dilakukan melalui saluran diplomatik. Hal ini tertuang dalam Pasal 31 dari OECD Model.
Darussalam, John Hutagaol, dan Danny Septriadi, masih dalam buku tersebut, mengatakan tahap-tahap tersebut dapat berbeda-beda tergantung dari kondisi hukum dan praktik yang berlaku di negara yang mengadakan perjanjian. (kaw)