NILAI TUKAR RUPIAH

Pengamat: Perlu Kebijakan Fiskal Untuk Redam Gejolak Rupiah

Redaksi DDTCNews | Kamis, 05 Juli 2018 | 13:34 WIB
Pengamat: Perlu Kebijakan Fiskal Untuk Redam Gejolak Rupiah

JAKARTA, DDTCNews - Ketidakpastian pasar keuangan global membuat nilai tukar rupiah terus terdepresiasi sejak awal tahun. Bank Indonesia (BI) tercatat sudah menaikkan suku bunga acuan BI-7 Days Reverse Repo Rate sebanyak 100 basis poin (bps) hingga Juni 2018.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Puspa Ghani Talattov menilai intervensi dari sisi moneter tidaklah cukup untuk redam gejolak nilai tukar. Perlu ada bauran kebijakan fiskal dan moneter agar volatilitas nilai tukar rupiah tidak semakin melebar.

"Kenaikan BI 7-DRR sebesar 100 bps dalam 2 bulan terakhir ternyata belum mampu menjinakkan gejolak nilai tukar rupiah. Artinya, instrumen moneter saja belum cukup meredakan depresiasi, perlu langkah lain dari sisi kebijakan fiskal yang mampu menstimulus ekonomi jangka pendek," katanya, Rabu (4/7).

Baca Juga:
Antisipasi Risiko Global, BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Menurutnya, kebijakan fiskal yang bisa ditempuh pemerintah ialah berupa pemberian insentif. Salah satunya adalah relaksasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk pembelian rumah pertama agar permintaan KPR juga meningkat.

"Hal ini kemudian menjadi kebijakan fiskal yang mendukung langkah bank sentral melakukan relaksasi kebijakan Loan to Value (LTV) atau aturan uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR)," ungkap Abra.

Selain itu, dia juga menyoroti langkah BI yang pada kebijakan terakhirnya menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin. Meski dikompensasi dengan relaksasi aturan di sektor properti namun langkah BI ini tetap berpotensi menekan laju pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga:
Sri Mulyani Beberkan Tantangan Indonesia Naikkan Peringkat Kredit

"Saya khawatir, justru kenaikan suku bunga acuan BI tersebut malah berbalik arah menekan geliat ekonomi, dipicu kenaikan bunga kredit bank yang akhirnya menghambat ekspansi sektor riil," paparnya.

Seperti yang diketahui, berdasarkan data BI per 28 Juni 2018, rupiah tercatat Rp14.390 per USD, atau melemah 3,44% (ptp) dibandingkan dengan level akhir Mei 2018. Sementara dibandingkan dengan akhir Desember 2017, rupiah melemah 5,72% (year to date). Data terkini pada Kamis (5/7) posisi rupiah berada di level Rp14.426 per dolar AS. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 15:14 WIB KEBIJAKAN MONETER

Antisipasi Risiko Global, BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Senin, 22 April 2024 | 14:05 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Sri Mulyani Beberkan Tantangan Indonesia Naikkan Peringkat Kredit

Minggu, 21 April 2024 | 16:30 WIB SE-2/PJ/2024

WP Harus Setor PPh atas Diskonto Surat Berharga BI secara Mandiri

BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

Ketentuan Pajak Daerah Terbaru di Kota Depok beserta Tarifnya

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Tak Setor PPN Rp605 Juta, Direktur CV Diserahkan ke Kejaksaan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB PROVINSI BENGKULU

Penuhi Amanat UU HKPD, Pemprov Bengkulu Atur Ulang Tarif Pajak Daerah

Kamis, 25 April 2024 | 09:12 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Naikkan Tax Ratio 2025, Kadin Harap Ekstensifikasi Pajak Digencarkan

Kamis, 25 April 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

WP Grup Bakal Digabung dalam 1 KPP, Ini Kata Dirjen Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 18:50 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Simpan Pinjam Modal Rp5 Miliar, Lapkeu Wajib Diaudit AP

Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus