Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Meski penerimaan pajak telah bertumbuh drastis terhitung sejak 2020, pemerintah masih memiliki ruang untuk mengoptimalkan penerimaan pajak.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyampaikan Indonesia memerlukan tax ratio sebesar 15% jika ingin menjadi negara dengan ketahanan fiskal yang kuat.
"Negara yang sustain itu diharapkan setidaknya mengumpulkan tax ratio 15% total, termasuk kepabeanan dan cukai. Kita masih ada ruang untuk kita improve ke arah sana," ujar Yon.
Melalui kolaborasi antara DJP dengan seluruh stakeholder terkait, target tax ratio yang optimal sebesar 15% tersebut diharapkan bisa tercapai dalam waktu dekat.
Yon mengatakan sistem pajak yang berlaku di Indonesia adalah self-assessment. Artinya, diperlukan peran wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Dengan demikian, optimalisasi penerimaan pajak tak bisa dilakukan oleh DJP.
"Wajib pajak melaporkan sendiri apa yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Petugas pajak melakukan pengawasan, yang kurang patuh akan diingatkan sedikit bahwa masih ada yang harus dibayar tetapi belum dilunasi," ujar Yon.
Selain wajib pajak, Yon mengatakan peningkatan tax ratio juga memerlukan peran akademisi dan konsultan pajak. "Kita sering diskusi dengan akademisi untuk mencari terobosan baru dalam administrasi perpajakan. Dengan para konsultan juga kita dengarkan, dari mereka kita mendengar keluhan wajib pajak dan yang perlu diperbaiki oleh DJP di lapangan," ujar Yon.
Perlu diketahui, penerimaan pajak tercatat mampu melonjak drastis dalam 3 tahun terakhir. Pada 2020, pemerintah tercatat hanya mampu merealisasikan penerimaan pajak senilai Rp1.070 triliun. Tahun ini, realisasi penerimaan pajak tercatat sudah mencapai Rp1.634,36 triliun.
Meski demikian, tax ratio Indonesia masih belum mampu mencapai 15%. Pada 2021, Kemenkeu mencatat tax ratio Indonesia masih sebesar 9,11%. (sap)