Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Meskipun mencatatkan perlambatan pada dua bulan pertama tahun ini, penerimaan pajak diyakini akan meningkat di bulan-bulan selanjutnya. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (21/3/2019).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan performa penerimaan pajak hingga akhir Februari lebih banyak dipengaruhi kebijakan restitusi dipercepat. Hal tersebut akan berlangsung sementara.
“Restitusi ini kan tidak selamanya tinggi terus. Itu kan awal tahun karena ada percepatan restitusi. Nanti akan ada satu titik restitusinya normal saja. Masih ada waktu,” katanya.
Menurutnya, ada atau tidaknya risiko shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – akan bisa dilihat setelah musim pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan berakhir yakni 30 April. Ditjen Pajak (DJP) akan mengevaluasi kinerja setelah periode tersebut.
Seperti diketahui, penerimaan pajak pada akhir Februari 2019 mencapai Rp160,85 triliun. Angka ini tumbuh sebesar 4,66% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Capaian tersebut tercatat tumbuh melambat karena pada tahun sebelumnya mampu tumbuh 13,71%.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti risiko dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Windfall yang terjadi pada tahun lalu – sehingga menyelamatkan kinerja APBN – tidak terlihat lagi selama dua bulan pertama 2019. Ini dikarenakan harga komoditas mulai turun.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Hestu Yoga Saksama mengatakan beberapa sektor industri pada tahun lalu tumbuh cukup bagus. Hal ini berimplikasi pada potensi penerimaan yang bisa disetorkan wajib pajak ke DJP bersamaan dengan pelaporan SPT Tahunan.
“Tahun lalu ekonomi sektor-sektor industri atau yang lain itu tumbuh bagus. Artinya SPT 2018 peluangnya akan bagus, sehingga PPh 29-nya kami harapkan akan tinggi. Di waktu berikutnya, basis penghitungan pasal 25 juga meningkat,” jelasnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara melihat masih ada penerimaan dari beberapa sektor usaha yang mencatatkan hasil positif. Meskipun ada koreksi dari sisi pajak pertambahan nilai (PPN) akibat restitusi, masih ada pos pajak penghasilan (PPh) yang bisa dioptimalkan.
“Memang ada penurunan [pertumbuhan penerimaan], tapi PPh masih baik tidak apa-apa. Maintenance ke PPh,” kata Suahasil.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi PNBP pada Januari—Februari 2019 senilai Rp39,91 triliun. Realisasi ini hanya tumbuh 1,29% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini tercatat melambat dibandingkan performa hingga akhir Februari 2018 sebesar 33,9%.
Suahasil mengakui performa PNBP ini memang lebih banyak dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas. Perlambatan dari sisi penerimaan, diakuinya, akan memunculkan risiko dalam pengelolaan anggaran. Namun, pemerintah akan memantau perkembangan agar pengelolaan fiskal tetap sehat.
Pemerintah Indonesia membawa polemik kelapa sawit dengan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pemerintah juga akan mempertimbangkan pemboikotan beberapa produk Uni Eropa seperti kendaraan roda empat dan pesawat terbang.
“Anda otak-atik kelapa sawit dengan cara tidak adil maka kami akan ambil semua jalan untuk melawannya,” ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution.
Meskipun ada peluang pelonggaran moneter, konsensus ekonom memproyeksi Bank Indonesia (BI) tidak akan menurunkan suku bunga acuannya dari posisi 6% pada bulan ini. Seperti diketahui, hasil Rapat Dewan Gubernur BI periode Maret akan diumumkan pada hari ini, Kamis (21/3/2019). (kaw)