JEPANG

Pemerintah Rayu Pebisnis Naikkan Gaji Karyawan

Redaksi DDTCNews
Selasa, 23 Oktober 2018 | 16.53 WIB
Pemerintah Rayu Pebisnis Naikkan Gaji Karyawan

Ilustrasi. 

TOKYO, DDTCNews – Pemerintah Jepang mulai mendorong pelaku bisnis untuk menaikkan gaji menjelang pembicaraan perburuhan tahunan di musim semi. Jepang menghadapi ujian perlawanan terhadap deflasi. Apalagi, ada kenaikan pajak atas konsumsi pada Oktober 2019.

Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga meminta para pemimpin bisnis agar membuat upaya ekstra untuk mengangkat upah. Saat ditanya terkait besaran kenaikan, dia mengacu pada permintaan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe tahun lalu, yakni 3% pada tahun fiskal 2018.

“Pembayaran yang lebih tinggi akan membantu mengatasi risiko penurunan belanja masyarakat sebagai efek dari kenaikan pajak konsumsi tahun depan,” katanya, seperti dikutip dari Nikkei Asian Review, Selasa (23/10/2018).

Hingga saat ini, perusahaan besar menyetujui kenaikan gaji pegawai 2,53%, termasuk kenaikan periodik serta peningkatan secara keseluruhan. Setelah pencairan bonus pegawai, gaji tahunan untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2019 diperkirakan akan naik lebih dari 3%.

Ketua Kamar Dagang dan Industri Jepang Akio Mimura mengatakan beberapa perusahaan kecil dan menengah tidak memiliki pilihan selain untuk meningkatkan gaji untuk menarik sumber daya manusia (SDM) dan mendorong produktivitas perusahaan.

"Sangat ideal bagi manajemen dan pekerja untuk berbagi buah dari peningkatan produktivitas perusahaan, tapi hal ini belum terjadi,” katanya.

Rencana kenaikan gaji pegawai perusahaan, sambungnya, sejalan dengan arahan PM Shinzo Abe yang meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 8% menjadi 10%. Peningkatan gaji pegawai perusahaan menjadi penyeimbang kenaikan tarif PPN.

Perwakilan Daiwa Research Institute Jepang Mitsumaru Kumagai mengatakan berapa pengusaha telah sepakat untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, ada faktor eksternal yang bisa mencegah kenaikan gaji pada masa mendatang.

“Proteksionis Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bisa menimbulkan risiko bagi pengusaha dalam jangka panjang,” tuturnya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.