LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Pajak Jadi Senjata Kuat Pilpres RI 2019

Redaksi DDTCNews | Selasa, 08 Januari 2019 | 16:38 WIB
Pajak Jadi Senjata Kuat Pilpres RI 2019
Khevin Insan Hutahaean, D3 Manajemen Telkom University.

PAJAK adalah instrumen yang sangat vital dalam penyelenggaraan suatu negara, baik itu negara maju maupun negara berkembang. Pajak merupakan kontribusi wajib bagi rakyat dan negara memiliki hak untuk memungutnya.

Tanpa pajak maka negara akan lumpuh total karena tidak memiliki pemasukan yang sangat kuat. Dengan besarnya peran tersebut, tidak heran pajak menjadi isu yang sentral dalam visi-misi dua pasangan kandidat pemimpin Indonesia 2019-2024.

Baik itu calon pasangan nomor urut 1 yaitu Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin maupun calon pasangan nomor urut 2 yaitu Prabowo Subanto-Sandiaga Uno menjadikan pajak sebagai salah satu fokus pembenahan jika mendapat mandat rakyat untuk menjadi pemimpin Indonesia.

Kedua calon pasangan pemimpin bangsa ini memiliki etikat yang sangat baik terhadap pembenahan pajak di Indonesia. Di kubu pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 01 (Jokowi-Ma’ruf) memiliki dua program fokus terkait pajak yang sangat positif yaitu melanjutkan reformasi yang berkelanjutan untuk mewujudkan keadilan dan memberikan insentif pajak bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan menguatkan kebijakan fiskal yang ada.

Di kutip dari berbagai referensi, Jokowi-Ma’ruf memilih untuk melanjutkan program kerja yang sudah dirintis sejak 2014, dikarenakan ada beberapa pekerjaan rumah dalam reformasi pajak yang belum terselesaikan.

Poin terpenting reformasi adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Kita tau bahwa SDM memiliki peran yang penting untuk kemajuan pajak saat ini. Pengembangan SDM menjadi sentral utama selain itu pengetahuan serta keterampilan menjadi modal otoritas pajak.

Dengan cara pemerintah meningkatkan dan mengembangkan SDM, negara kita dapat menguatkan stabilitas pajak yang ada sehingga pemasukan negara pun semakin melaju pesat dan juga sebagai modal bagi otoritas pajak.

Melirik ke belakang, reformasi pajak di Indonesia menganut self assessment system yang memiliki artian sistem pemungutan pajak membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan.

Dengan kata lain, wajib pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi online yang sudah dibuat oleh pemerintah.

Pemerintah memiliki peran sebagai pengawas daari para wajib pajak dalam sistem pemungutan pajak. Sistem ini juga diterapkan pada jenis pajak pusat contohnya seperti PPN dan PPh. Namun sistem ini memiliki konsekuensi karena wajib pajak memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang perlu dibayarkan, maka wajib pajak biasanya akan mengusahakan untuk menyetor pajak sekecil mungkin.

Hal ini dapat menimbulkan kerugian pajak terhadap negara yang lumayan besar sehingga pemasukan yang ada hanya sebatas pemberian dari hasil perhitungan wajib pajak tersebut. Pemerintah harus mempersiapkan strategi bagaimana agar pajak yang menganut self assessment system ini harus diterapkan dengan adil dan jujur tanpa ada kecurangan baik itu dari pengawas pajak maupun wajib pajak.

Di sisi lain pemerintah sebaiknya menerapkan sistem penghitungan yang baik dengan menerapkan adanya minimum nominal dalam pembayaran pajak yang ada. Pada hakikatnya, reformasi perpajakan diciptakan dan dilaksanakan agar mempermudah dalam melakukan adminstrasi sehingga mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kewajiban pajak.

Namun berbeda dengan halnya di kubu pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 (Prabowo Subianto-Sandiaga Uno). Kubu ini memilki program pajak yang berbanding terbalik dengan kubu petahana, dengan mengusung 5 program unggulannya. Pertama, meningkatkan daya beli masyarakat dengan menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menurunkan PPh Pasal 21.

Kedua, memperbaiki tata kelola utang pemerintah dengan menggunakan hanya untuk sektor-sektor produktif yang berdampak langsung terhadap perbaikan kesejahteraan rakyat, serta menghentikan praktik berutang yang tidak sehat dan tidak produktif. Ketiga, menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah tinggal utama dan pertama untuk meringankan beban hidup, khususnya kebutuhan papan masyarakat.

Keempat, melakukan reformasi birokrasi perpajakan agar lebih merangsang gairah berusaha dan meningkatkan daya saing terhadap negara-negara tetangga. Kelima, meningkatkan porsi transfer ke daerah untuk pembangunan dan pemeliharaan fasilitas publik di provinsi, kabupaten/kota, sampai ke desa.

Kita tau bahwa pajak merupakan sumber utama dan yang terkuat dalam APBN. Namun kubu Capres dan Cawapres pasangan nomor urut 02 ini belum memerinci secara komperhensif mengenai kebijakan pajak yang akan dibangun tersebut.

Pada poin pertama dikatakan bahwa Prabowo-Sandi akan menurunkan PPh Pasal 21 yang menyasar karyawan ataupun kelompok menengah. Permasalahannya yaitu perubahan tarif PPh Pasal 21 tidak bisa diubah semudah memutarbalikkan telapak tangan karena tidak dapat dilakuan tanpa mengubah undang-undang.

Jika diperlukan perubahan maka yang harus dilakukan yaitu mengubah struktur tarif PPh orang pribadi agar lebih progresif. Bukan haya itu saja program ini juga mendorong terjadinya inflasi yang sangat tinggi di setiap kenaikan penghasilan sehingga harga kebutuhan pokok juga ikut naik.

Oleh karena itu, kenaikan PTKP ini juga harus diikuti dengan pengendalian inflasi agar perekonomian tetap stabil dan terus bertumbuh dengan baik. Di sisi lain, program tersebut memiliki dampak positif bagi para pekerja (wajib pajak). Jika penghasilan pekerja semakin besar maka benefit kenaikan take home pay yag dinikmati semakin besar. Selain itu, wajib pajak yang memiliki peghasilan di bawah atau setara dengan PTKP memiliki benefit berupa PPh nihil dikarenakan adanya peningkatan PTKP tersebut.

Poin yang ketiga yang sangat menggelitik namun menjadikan program unggulan mereka yaitu dengan menghapuskan PBB. Kita tahu bahwa PBB merupakan salah satu penerimaan daerah yang memiliki kontribusi yang sangat kuat bagi pembangunan daerah.

Meskipun dari berbagai sektor lain yang dapan menjadi penerimaan daerah, namun penghapusan PBB akan menghilangkan penerimaan daerah yang sangat signifikan terkhusus daerah yang tertinggal. Ide ini juga memiliki sisi positif bagi masyarakat jika diterapkan sangat menguntungkan sebab masyarakat tidak perlu lagi memikirkan pembayaran PBB dan mengurangi beban pajak yang sangat banyak bagi para wajib pajak.

Program pajak yang dibangun oleh masing-masing kubu memiliki sisi baik dan kurang baik. Hal tersebut tergantung bagaimana masing-masing pasangan menerapkan dan menyeimbangkan dengan kebijakan yang lain agar kebijakan yang telah disusun dapat dijalankan sesuai dengan manfaat dan tujuan yang dimaksud.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 16 Desember 2022 | 09:45 WIB HUT KE-15 DDTC

Cerita Staf BUMN, Juara II Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews 2022

Selasa, 06 Desember 2022 | 15:00 WIB HUT KE-15 DDTC

Cerita Pemeriksa, Juara I Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews 2022

Kamis, 01 Desember 2022 | 09:31 WIB HUT KE-15 DDTC

Daftar Pemenang Lomba Menulis Artikel Pajak 2022 Berhadiah Rp55 Juta

BERITA PILIHAN