BUKU terbitan IBFD yang berjudul ‘The Aftermath of BEPS’ ini memuat kumpulan tulisan yang mengulas perkembangan regulasi pajak setelah adanya Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action sekaligus memberikan kritik atas akibat yang ditimbulkan.
Pada bagian awal, penulis membahas tentang hak untuk menggunakan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) oleh entitas yang transparan secara fiskal. Penulis memberikan contoh-contoh kasus dan isu pemajakan penghasilan oleh entitas transparan secara fiskal sesuai Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) Model 2017.
Pembahasan dilakukan dengan menyuguhkan ilustrasi kasus atas OECD Model 2017 terkait Beneficial Owner dan juga P3B di berbagai negara. Hal tersebut memudahkan pembaca untuk memahami regulasi yang diterapkan di model ini.
Lebih lanjut, penulis memberikan kritik atas prinsip dalam OECD Model. Penulis menyoroti dari beberapa aspek seperti interaksi antara transparansi, atribusi, dan rezim controlled foreign corporation (CFC) dengan P3B.
Kritik yang diberikan merupakan hasil penjajakan atas berbagai literatur terkait sehingga sesuai dengan maksud yang ingin diinterpretasikan melalui judul buku ini. Sebagai contoh, penulis menjabarkan kekurangan dari OECD Model dalam menangkal isu BEPS sehingga menginformasikan pembaca akan kompleksitas BEPS.
Pada bagian selanjutnya, buku ini memuat pembahasan singkat terkait sejarah konsep Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan perkembangannya setelah BEPS. Pembahasan kemudian difokuskan pada modifikasi pada pasal 5 tentang pemajakan atas BUT dependent agent di negara sumber penghasilan.
Perubahan pada pasal 5 dianggap oleh penulis tidak efektif sebagai ketentuan anti-avoidance measure. Pasal tersebut justru dinilai berisiko menambah beban kepatuhan dan administratif serta meningkatkan angka sengketa.
Analisis kritis terhadap modifikasi pasal tersebut tersebut dapat menjadi salah satu acuan pertimbangan OECD untuk menyempurnakan guidelines yang telah dibuat sebagai acuan otoritas pajak di berbagai negara dalam menanggulangi BEPS.
Bagian selanjutnya dari buku ini memuat diskusi yang menelusuri sejauh mana multilateral instrument (MLI) telah mencapai multilateralisme dalam pajak internasional. Penulis memuji MLI sebagai kesempatan yang baik untuk menciptakan wadah perumusan kebijakan pajak yang lebih inklusif secara global.
Namun demikian, menurut penulis, pelembagaan prinsip pajak OECD menimbulkan pertanyaan apakah MLI dapat menghalangi pendapat dari negara di luar OECD untuk dipertimbangkan dalam ranah internasional.
Kritik yang diberikan ini dapat memperluas wawasan dan menyadarkan para otoritas pajak dan pemerintah. Otoritas pada umumnya lebih menekankan pengaruh positif MLI seperti mengurangi treaty abuse, meningkatkan penyelesaian perselisihan, mencegah pemindahan BUT dari negara asal dan menetralisasi kekacauan akibat tumpang tindihnya perjanjian pajak.Â
Pada bagian terakhir, buku ini memuat diskusi terkait apakah hasil dari proyek BEPS telah mendorong keseimbangan tatanan pajak internasional terlalu jauh ke arah ketidakpercayaan dan kontrol yang berlebihan, baik untuk pembayar pajak dalam menata bisnis maupun untuk otoritas pajak dalam menata sistem pajak mereka.
Buku ini sangat berguna untuk dijadikan bahan referensi dalam ranah perpajakan internasional. Hal ini dikarenakan selain menjelaskan secara komprehensif regulasi-regulasi serta definisi yang ada, buku ini juga memuat masukan dan kritik dari berbagai penulis. Dengan demikian, ada sudut pandang yang beragam atas berbagai kebijakan yang diterapkan.
Tertarik membaca buku ini? Buku ini bisa Anda baca di DDTC Library.*