JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tetap bersikukuh untuk mengukur ulang kapal-kapal nelayan, meskipun hal ini mendapat penolakan dari banyak nelayan. Pengukuran ini dilakukan karena masih ada kapal yang sengaja menurunkan berat sebenarnya dalam dokumen.
Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengatakan penolakan tersebut berasal dari nelayan dari wilayah Jakarta, Cirebon, Medan dab Batang. Menurutnya penurunan bobot kapal dalam dokumen itu bisa menyebabkan kerugian negara yang cukup besar.
"Kami ukur ulang kapal-kapal nelayan, kami melihat ada 4 daerah yang menolak diukur ulang kapalnya. Penurunan bobot (markdown) kapal dalam dokumen terlalu banyak, kerugian negara kan besar sekali," ujarnya di Kantor Kemenko Perkonomian Jakarta, Kamis (4/5).
Menurutnya pemilik kapal sengaja memalsukan bobot kapal hingga di bawah 30 Gross Ton (GT) lantaran jika bobot kapal di atas 30 GT maka pemiliknya harus menyetor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PBNP) perikanan.
Jika di bawah 30 GT, pemilik kapal juga akan mendapat keuntungan selain tidak membayar PNBP yaitu mendapatkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dari pemerintah. Dikabarkan, kapal-kapal yang menolak untuk diukur ulang dikarenakan bobot aslinya bisa jauh melebihi 30 GT, bahkan dimungkinkan bisa mencapai 80-100 GT.
Susi menjelaskan pemilik kapal bersikeras menolak pengukuran ulang bobot kapal. Jika pemilik kapal kedapatan diketahui bobot kapal aslinya melebihi 30 GT, mereka akan kehilangan subsidi BBM dan harus menyetor PNBP kepada pemerintah.
Menurut Susi pemerintah akan melakukan pengukuran bobot secara paksa pada beberapa waktu mendatang. "Masa negara harus rugi semuanya. Ada sekitar 4.000 kapal yang belum diukur ulang sampai akhir tahun. Targetnya akhir bulan Desember," tegasnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.