Suasana pertemuan bilateral. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengadakan pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) José Ángel Gurría di sela-sela pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Riyadh.
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani menyatakan dukungan kepada OECD untuk dapat segera menyelesaikan rumusan arsitektur perpajakan internasional untuk menciptakan sistem yang adil, sederhana, dan transparan.
“Sekaligus berpihak pada negara berkembang, terutama dalam ranah ekonomi digital,” ujarnya, seperti dikutip dari laman resmi Kemenkeu, Rabu (26/2/2020).
Indonesia, sambungnya, berharap konsensus global atas sistem perpajakan internasional dapat tercapai. Isu pajak internasional ini yang mendorong dirinya untuk menghadiri pertemuan tingkat G20 di Riyadh, Arab Saudi pada pekan lalu.
Dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani menjelaskan agenda prioritas Presiden Jokowi yang meliputi pembangunan sumber daya manusia (SDM), percepatan pembangunan infrastruktur, memperbaiki iklim investasi dan melanjutkan proses reformasi.
Saat ini, pemerintah juga sedang menyusun omnibus law untuk meningkatkan lapangan kerja dan mendorong investasi. Omnibus law tersebut merupakan penyederhanaan dan sinergi atas ratusan kebijakan dan peraturan.
Sekjen OECD José Ángel Gurría memberikan apresiasi pada kebijakan dan aksi Indonesia dalam memberikan bantuan pembangunan kapasitas perpajakan dengan mengirimkan para inspektor untuk memberikan pelatihan tentang perpajakan melalui skema kerjasama Selatan-Selatan (South-South Cooperation).
Selain itu, OECD juga menyampaikan perlunya untuk mencermati lebih dalam usulan pendekatan safe harbour yang diajukan oleh Amerika Serikat. Seperti diketahui, usulan safe harbour itu baru akan dibahas setelah ada kesepakatan terkait Unified Approach.
OECD, sambung Gurría, baru mengirimkan tim teknis ke Indonesia untuk melakukan survei ekonomi. Hasil dari survei akan dituangkan dalam konsep laporan awal yang akan didiskusikan kembali pada tataran kebijakan pada Juli 2020. Laporan akhir dari survei ekonomi akan diterbitkan sekitar Oktober 2020.
Namun, OECD menyampaikan bahwa pelaksanaan survei ekonomi tahun 2021 mendatang mengalami kesulitan pendanaan karena Belanda menarik dukungan pembiayaannya. Saat ini, OECD sedang mengeksplorasi sumber pendanaan yang dimungkinkan, misalnya dari Korea atau Uni Eropa. OECD juga menyampaikan sekiranya Indonesia akan turut berkontribusi di dalamnya.
OECD juga sedang melakukan review kebijakan investasi di Indonesia. Sekitar April—Mei 2020 diharapkan sudah ada temuan awal (preliminary findings). Menkeu Sri Mulayani mendukung review tersebut
Dalam kesempatan itu, OECD juga memandang isu kelangkaan air, baik air bersih maupun air untuk menunjang kegiatan ekonomi seperti pertanian, menjadi sangat serius. Contohnya adalah debet air sungai Mekong yang melintasi beberapa negara seperti di China, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja, dan Vietnam sudah sangat jauh berkurang karena dibangunnya beberapa waduk.
Terkait dengan survei ekonomi, Menkeu Sri Mulyani mendukung pelaksanaan survei tersebut di Indonesia. Terkait dengan kesulitan pembiayaan pada tahun mendatang, disarankan agar OECD juga membuka peluang dukungan dari para donor internasional.
Dia juga sangat mendukung langkah OECD Di Indonesia dalam isu air. Air dan pengelolaan sampah adalah hal yang sangat serius, tapi penanganannya pada tingkat daerah kurang optimal. Pemerintah pusat akan memberikan dukungan berupa pembangunan kapasitas dan insentif bagi daerah yang memperhatikan isu lingkungan. (kaw)