OPINI PAJAK

Memanfaatkan Kesepakatan AEoI

Redaksi DDTCNews
Selasa, 06 Agustus 2019 | 13.35 WIB
ddtc-loaderMemanfaatkan Kesepakatan AEoI

Octa Surya Fatra,

Alumnus S2 Pajak UI

PERUBAHAN lanskap perpajakan internasional sejauh ini telah mengubah lanskap perpajakan domestik hampir di seluruh dunia. Pokok yang terjadi adalah munculnya pemaksaan terhadap otoritas pajak dunia untuk melakukan penyesuaian dan membuat kebijakan baru kepada wajib pajak.

Agenda ini bisa dilihat di berbagai negara yang secara perlahan mengubah sistem perpajakannya. Otoritas pajak memperluas basis pemajakannya, dan menambahkan aturan-aturan terbaru berkaitan dengan pengenaan pajak terhadap basis-basis pemajakan baru tersebut.

Kebijakan itu terjadi karena pemajakan melalui peraturan domestik dan perjanjian internasional sebelum ini sudah tidak lagi dapat mengejar strategi bisnis wajib pajak. Tidak ada data dan sumber informasi yang valid dan kompeten yang dapat digunakan untuk mengoreksi klaim wajib pajak.

Karena itu, muncul kebutuhan untuk menciptakan kesepakatan pertukaran informasi perpajakan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) secara internasional. Namun, apakah Indonesia akan mendapatkan manfaat yang setimpal dari kesepakatan tersebut?

Indonesia bukan merupakan negara suaka pajak (tax haven). Tarif pajaknya masih di atas rata-rata kawasan. Posisi ini jelas memengaruhi daya tawar ketika Indonesia mencoba bernegosiasi membuat perjanjian AEoI dengan negara tax haven, atau negara yang tarif pajaknya rendah.

Dalam AEoI, negara tax haven cenderung menuntut pengaturan konservatif dengan ambisi rendah, yang sebisa mungkin berimbang antara liberalisasi dan fleksibilitas mengatur. Sebaliknya, negara non-tax haven menghendaki perjanjian yang liberal dan dengan ambisi tinggi.

Perbedaan posisi tawar ini tentu menimbulkan kendala tersendiri. Padahal, di sisi lain, ketimbang mengatur penegakan hukum dengan menyepakati AEoI, upaya menarik investasi dengan fasilitas pajak, kemudahan berbisnis, jaminan keamanan, dan kepastian hukum, jelas lebih menjanjikan.

Sengketa Pajak
PERJANJIAN AEoI, baik secara bilateral maupun multilateral, mengatur hak dan kewajiban terkait dengan pertukaran data dan informasi perpajakan yurisdiksi yang bermitra. Salah satu tujuannya adalah mencegah penghindaran pajak dan penyalahgunaan tax treaty atau fasilitas perpajakan.

Selain itu, ada kepentingan audit pajak terhadap pemenuhan kewajiban wajib pajak, dengan bantuan administratif dari otoritas pajak untuk melakukan cross check. Pokok inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai database oleh otoritas pajak, terutama dalam penegakan hukum.

Dari gambaran besar tersebut, AEoI diharapkan dapat bekerja mengoptimalkan penerimaan pajak sekaligus mengurangi jumlah sengketa pajak. Meningkatkan penerimaan dan mengurangi sengketa pajak, itulah dua hal terkait yang merupakan prioritas bagi Indonesia saat ini.

Selama ini target penerimaan tidak pernah tercapai dan jumlah sengketa pajak terus membubung. Penerimaan pajak terutama berasal dari para pembayar pajak besar dan perusahaan modal asing. Masalahnya, acapkali ditemukan sengketa pajak yang diajukan para perusahaan modal asing itu.

Data di Pengadilan Pajak sampai Februari 2019 melalui situs www.setpp.kemenkeu.go.id/statistik, menunjukkan jumlah sengketa pajak yang terdaftar sangat besar, lebih dari 9.000. Perusahaan modal asing, dengan kasus transfer pricing, mendominasi sengketa tersebut.

Pengajuan sengketa itu sendiri tentu bukan merupakan bagian dari perencanaan pajak perusahaan modal asing dalam memaksimalkan aliran kas. Hal tersebut adalah upaya hukum yang harus dijalani sebagai upaya mencari keadilan dalam sengketa pajak.

AEoI diharapkan dapat membantu otoritas pajak Indonesia memperkuat pemeriksaan atau klaim tandingannya, melalui data, dokumen, catatan, dan informasi yang valid dan kompeten. Ketersediaan informasi itu selanjutnya dapat diolah menjadi database.

Database ini seharusnya bisa dengan mudah diakses semua pejabat fungsional pemeriksa (fiskus) yang melakukan audit untuk wajib pajak yang ditanganinya selama 10 tahun terakhir. Data itu dapat digunakan sebagai dasar analisis dalam melaksanakan pemeriksaan pajak.

Sistem pemeriksaan pajak juga harus diperkuat, karena sumber sengketa pajak adalah produk hukum yang diterbitkan otoritas pajak khususnya melalui audit pajak. Kemudian dari sisi mutasi fiskus, perlu dilakukan evaluasi terkait dengan kelebihan dan kekurangannya.

Dari dua perbaikan kecil itu AEoI niscaya dapat dimanfaatkan secara optimal. Seluruh persoalan bisa menjadi terang benderang tanpa menimbulkan perkara baru yang menjadikannya sebagai alat untuk membuat wajib pajak terus membuat perencanaan pajak yang lebih agresif.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.