RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 atas pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham.
Otoritas pajak berpendapat pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham wajib memenuhi syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-165/PJ.312/1992. Namun, dalam perkara ini, wajib pajak tidak memenuhi syarat kumulatif, sehingga tidak diperkenankan menerima pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham.
Di sisi lain, wajib pajak tidak sepakat dengan pendapat otoritas pajak. Pemegang saham memberikan pinjaman tanpa bunga karena kegiatan operasional wajib pajak tengah mengalami kesulitan likuiditas. Selain itu, wajib pajak secara nyata tidak membayarkan bunga kepada pemegang saham.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Selanjutnya, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan koreksi positif PPh Pasal 23 yang ditetapkan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Sejalan dengan keputusan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak membatalkan koreksi negatif atas biaya bunga. Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga membatalkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) PPh badan tahun pajak 2008.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 42474/PP/M.XI/12/2012 tanggal 20 Desember 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 9 April 2013.
Pokok sengketa dalam perkara ini ialah permohonan banding yang tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas koreksi DPP PPh Pasal 23 berupa bunga pinjaman.
PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK menerima pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang memiliki hubungan istimewa.
Menurut Pemohon PK, pinjaman tanpa bunga diperkenankan jika memenuhi empat syarat kumulatif sebagaimana diatur dalam S-165/PJ.312/1992. Pertama, pinjaman berasal dari pemegang saham pemberi pinjaman itu sendiri. Dalam hal ini, Termohon PK tidak dapat memberikan bukti pinjaman berasal dari pemegang saham sendiri.
Kedua, modal yang seharusnya disetor pemegang saham kepada perusahaan penerima pinjaman telah disetor seluruhnya. Berkaitan dengan syarat ini, Termohon PK telah menunjukkan bukti berupa surat pernyataan bermaterai bahwa modal telah disetor seluruhnya oleh pemegang saham. Namun, Termohon PK tidak memberikan bukti berupa rekening koran yang menyatakan modal telah disetor pemegang saham.
Ketiga, pihak pemberi pinjaman tidak dalam keadaan rugi. Dalam konteks ini, pemegang saham terbukti tidak dalam keadaan rugi saat memberikan pinjaman. Keempat, Termohon PK sedang mengalami kesulitan keuangan. Berdasarkan pada catatan laporan keuangan dari auditor independen mengenai utang bank, Termohon PK diketahui memiliki jumlah utang jauh lebih besar daripada laba yang diperolehnya.
Mengacu pada analisis tersebut, Pemohon PK berkesimpulan pinjaman tanpa bunga yang diterima oleh Termohon PK dari pemegang saham belum memenuhi empat syarat kumulatif. Di samping itu, Termohon PK juga tidak mengajukan keberatan atas koreksi negatif biaya bunga dalam SKPLB PPh badan. Artinya, Termohon PK setuju dan menerima penghitungan bunga pinjaman yang ditetapkan Pemohon PK.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menyatakan kegiatan operasionalnya terbukti mengalami kesulitan likuiditas, sehingga memerlukan pinjaman dari pemegang saham.
Terhadap hal tersebut, pemegang saham akhirnya memberikan pinjaman tanpa bunga kepada Termohon PK. Oleh sebab itu, Termohon PK tidak wajib membayarkan bunga pinjaman kepada pemegang saham.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan Pemohon PK tentang koreksi DPP PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, Termohon PK telah menjelaskan bahwa tidak terdapat pembebanan biaya bunga pinjaman atau arus uang pembayaran bunga pinjaman kepada pemegang saham. Oleh sebab itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.