RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi biaya dividen. Perlu dipahami, dalam perkara ini, wajib pajak melakukan pinjaman modal dari pemegang saham dan membuat perjanjian penggunaan know-how dari pihak afiliasinya yang berkedudukan di Jepang (selanjutnya disebut X Co).
Otoritas pajak menyatakan wajib pajak tidak dapat membuktikan pihaknya benar-benar melakukan kegiatan pinjaman modal dan penggunaan know-how dari X Co. Pernyataan wajib pajak tidak berdasarkan bukti-bukti yang valid. Transaksi wajib pajak dengan X Co juga tidak dilengkapi dengan surat keterangan domisili (SKD) asli yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang di Jepang.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan pihaknya sudah membuktikan transaksi biaya bunga dan biaya royalti dengan dokumen yang valid. Adapun transaksi dengan X Co juga telah didukung dengan SKD yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang di Jepang.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat terdapat hubungan istimewa antara wajib pajak dengan pihak pemberi pinjaman yang juga pemegang saham atau pihak X Co. Menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, wajib pajak tidak terbukti menjadikan pinjaman modal sebagai alat untuk mendapatkan dividen secara terselubung.
Selanjutnya, wajib pajak dapat membuktikan telah menggunakan know-how dan teknik pengecatan dalam proses produksi. Dengan demikian, reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi dividen tidak dapat dipertahankan.
Selain itu, wajib pajak dapat membuktikan lawan transaksi memang berdomisili di Jepang. Dengan demikian, penentuan tarif atas biaya royalti dan bunga ditentukan berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Jepang. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Selanjutnya, terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 71574/PP/M.XIA/13/2016 tanggal 13 Juni 2016, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 September 2016.
Terdapat dua pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, koreksi objek PPh Pasal 26 masa pajak September 2011 berupa reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi dividen senilai Rp168.207.860 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Kedua, koreksi atas tarif PPh Pasal 26 terkait dengan SKD yang juga tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini terdapat dua pokok sengketa. Pertama, reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi biaya dividen. Kedua, pembuktian atas keaslian SKD.
Berdasarkan pada data dan fakta yang terungkap dalam persidangan, Termohon PK berdalil melakukan pinjaman kepada pemegang saham dan wajib membayar pengembalian serta bunga pinjamannya.
Namun, Termohon PK tidak dapat menunjukkan bukti-bukti materiel dan formal terkait dengan pokok pinjaman, biaya bunga, dan jangka waktu pinjaman tersebut. Dengan tidak terpenuhinya bukti-bukti tersebut, Pemohon PK menganggap biaya bunga yang didalilkan Termohon PK tersebut tidak dapat dibenarkan.
Selanjutnya, berkaitan dengan biaya royalti, diperlukan adanya pembuktian atas kepemilikan kekayaan intelektual berupa teknik pengecatan mobil dari X Co yang dimanfaatkan Termohon PK. Pembuktian kepemilikan tersebut dilakukan untuk menilai kebenaran dalil Termohon PK yang menyatakan menggunakan know-how dari X Co dan berkewajiban membayar royalti.
Dalam konteks ini, Pemohon PK berpendapat tidak ada dokumen atau sertifikat legal yang menunjukkan know-how tersebut telah didaftarkan ke lembaga yang berwenang. Termohon PK pun tidak dapat menjelaskan dengan terperinci know-how atau jenis keterampilan unik yang dimiliki oleh pihak X Co dan dimanfaatkan Termohon PK. Dengan tidak terbuktinya dalil-dalil Termohon PK, Pemohon PK melakukan reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi biaya dividen.
Selain itu, Pemohon PK juga berpendapat Termohon PK tidak dapat memberikan SKD yang valid untuk membuktikan domisili X Co berada di Jepang. Dengan begitu, Termohon PK tidak dapat menggunakan tarif PPh Pasal 26 berdasarkan P3B antara Indonesia dan Jepang.
Sebaliknya, Termohon PK berdalil pihaknya sudah membuktikan transaksi biaya bunga dan biaya royalti dengan dokumen yang valid. Menurut Termohon PK, pada dasarnya biaya bunga merupakan biaya yang wajib dibayarkan atas pemberian pinjaman yang digunakan untuk kegiatan usaha. Adapun Termohon PK tidak menjadikan pinjaman modal ini sebagai cara untuk memperoleh dividen.
Lebih lanjut, biaya royalti merupakan pembayaran atas pemberian informasi berupa pengetahuan teknik pengecatan yang diberikan X Co agar dapat mencapai efisiensi produksi. Dalam persidangan, Termohon PK telah memberikan perjanjian atas penggunaan know-how dan kewajiban pembayaran royalti. Dalam perjanjian tersebut juga dijelaskan cara penggunaan know-how dalam proses produksi.
Termohon PK juga menjelaskan X Co berdomisili di Jepang dan dibuktikan dengan SKD yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang di Jepang. Dengan begitu, Termohon PK berhak menggunakan tarif P3B dalam transaksi yang dilakukannya dengan X Co.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi objek PPh Pasal 26 masa pajak September 2011 berupa reklasifikasi atas biaya bunga dan biaya royalti menjadi biaya dividen sebesar Rp168.207.860 dan pembuktian keaslian SKD tidak dapat dibenarkan.
Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam pertimbangan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, Mahkamah Agung menilai biaya royalti yang dibayarkan Termohon PK kepada X Co merupakan pembayaran atas pemberian informasi berupa pengetahuan teknik pengecatan. Terhadap pembayaran royalti dan bunga yang dilakukan Termohon telah terbukti kebenarannya. Majelis Hakim Agung menilai SKD yang diajukan Termohon PK dapat dibuktikan keasliannya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.