DALAM proses penyerahan barang kena cukai (BKC) terdapat kegiatan penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan BKC.
Adapun kegiatan kegiatan penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan BKC diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai (UU Cukai) beserta aturan pelaksanaannya.
Aturan pelaksana terkait pemasukan dan pengeluaran BKC tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 226/PMK.04/2014 tentang Penimbunan, Pemasukan, Pengeluaran, dan Pengangkutan Barang Kena Cukai (PMK 226/2014).
Sayangnya, dalam UU Cukai dan PMK 226/2014 tidak dijelaskan secara eksplisit definisi dari kegiatan penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan BKC. Adapun ketentuan mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan BKC diuraikan sebagai berikut.
Pemasukan dan Pengeluaran
BERDASARKAN pada Pasal 25 ayat (1) UU Cukai, pemasukan atau pengeluaran BKC ke atau dari pabrik atau tempat penyimpanan, wajib diberitahukan kepada kantor Bea dan Cukai dan dilindungi dengan dokumen cukai.
Mengacu pada Pasal 1 angka 10 UU Cukai, dokumen cukai adalah dokumen yang digunakan untuk pelaksanaan cukai dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik. Dalam proses pemasukan atau pengeluaran, pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang tidak melakukan pelaporan tersebut akan dikenai sanksi yang ditentukan dalam Pasal 25 ayat (4) dan ayat (4a) UU Cukai.
Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang mengeluarkan BKC dari pabrik atau tempat penyimpanan, yang tidak melakukan pelaporan kepada kepada kantor dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 kali nilai cukai dari BKC yang dikeluarkan.
Sementara itu, pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan, yang memasukkan BKC ke pabrik atau tempat penyimpanan tanpa mengindahkan pelaporan tersebut, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp50 juta.
Namun, sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) UU Cukai, dalam keadaan darurat, BKC yang belum dilunasi cukainya dan berada di dalam pabrik atau tempat penyimpanan dapat dikeluarkan atau dipindahkan ke pabrik, tempat penyimpanan, atau tempat lainnya tanpa dilindungi dokumen cukai. Contoh dari keadaan darurat tersebut ialah kebakaran, banjir, atau bencana alam lainnya.
Penimbunan
SESUAI dengan Pasal 2 PMK 226/2014, BKC yang belum dilunasi cukainya dapat ditimbun dalam tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat. Menurut Pasal 1 angka 16 UU Cukai, tempat penimbunan sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang smeentara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
Sementara tempat penimbunan berikat diartikan sebagai bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan panangguhan bea masuk.
Adapun BKC yang belum dilunasi cukainya dan dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dapat ditimbun di dalam pabrik sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PMK 226/2014. Sesuai dengan Pasal 1 angka 2 UU Cukai, pabrik merupakan tempat tertentu, termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagiannya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Atas BKC yang ditimbun di dalam pabrik, pengusaha pabrik yang merupakan orang pribadi yang tidak dikukuhkan atau telah dikukuhkan sebagai PKP mempunyai empat kewajiban. Kewajiban tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5 PMK 226/2014.
Pengangkutan
MERUJUK pada Pasal 9 ayat (1) PMK 226/2014, pengangkutan BKC yang belum dilunasi cukainya, baik dalam keadaan telah dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran maupun dalam keadaan curah atau dikemas dalam kemasan bukan untuk penjualan eceran, wajib dilindungi dokumen cukai. Pengangkutan BKC meliputi 13 hal sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 ayat (2) PMK 226/2014.