PELAPORAN PAJAK (4)

Sudah Tahu Bedanya SPT Lebih Bayar dan Kurang Bayar?

Redaksi DDTCNews
Senin, 25 Maret 2019 | 17.01 WIB
Sudah Tahu Bedanya SPT Lebih Bayar dan Kurang Bayar?

SAAT menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), wajib pajak akan menerima pemberitahuan mengenai status SPT Tahunan tersebut. Berdasarkan Undang-Undang (UU) PPh, ada 3 kemungkinan yang akan muncul, yakni status lebih bayar, kurang bayar, dan nihil.

Perhitungan status lebih bayar, kurang bayar, mauapun nihil diperoleh dengan cara mengurangkan PPh terutang dengan seluruh kredit pajak yang dimiliki oleh wajib pajak, baik kredit pajak pada tahun pajak berjalan (PPh Pasal 25) ataupun kredit pajak dalam bentuk pemotongan/pemungutan pihak ketiga (PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 26 yang bersifat tidak final).

Secara sederhana, status lebih bayar berarti ada kelebihan pembayaran pajak yang dapat diminta ataupun direstitusikan oleh wajib pajak bersangkutan melalui Kantor Pelayanan Pajak (KKP) tempatnya terdaftar.

Sedangkan status kurang bayar artinya ada kekurangan pajak yang seharusnya terutang, serta harus dibayarkan oleh wajib pajak bersangkutan. Adapun status nihil, artinya tidak ada kelebihan atau pun kekurangan pembayaran pajak.

PPh Lebih Bayar (Pasal 28A UU PPh)

Definisi lebih bayar diatur dalam Pasal 28 UU PPh yang menyebutkan bahwa PPh lebih bayar terjadi apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, maka setelah dilakukan pemeriksaan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak atau pejabat yang ditunjuk, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17B ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Dirjen Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak.

Hal-hal yang harus menjadi pertimbangan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak adalah kebenaran materiil tentang besarnya pajak penghasilan yang terutang dan keabsahan bukti-bukti pungutan dan bukti-bukti potongan pajak serta bukti pembayaran pajak oleh wajib pajak sendiri selama dan untuk tahun pajak yang bersangkutan.

Oleh karena itu untuk kepentingan pemeriksaan, Dirjen Pajak atau pejabat lain yang ditunjuk diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan atas laporan keuangan, buku-buku, dan catatan lainnya serta pemeriksaan lain yang berkaitan dengan penentuan besarnya PPh yang terutang, kebenaran jumlah pajak dan jumlah pajak yang telah dikreditkan dan untuk menentukan besarnya kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan.

Tujuan dari proses pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa uang pajak yang akan dibayar kembali kepada wajib pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan hak wajib pajak. Selain itu, wajib pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu dapat diberikan pengembalian pendahuluan terhadap kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.39/PMK.03/2018 tanpa harus melalui proses pemeriksaan.

Adapun kriteria wajib pajak tertentu yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  • tepat waktu dalam menyampaikan SPT.
  • tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
  • laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan Pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
  • tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Tepat waktu dalam menyampaikan SPT yang dimaksud pada poin pertama di atas adalah sebagai berikut:

  • Wajib pajak telah menyampaikan SPT Tahunan dalam 3 (tiga) Tahun Pajak terakhir yang wajib disampaikan sampai dengan akhir tahun sebelum penetapan wajib pajak kriteria tertentu, dengan tepat waktu.
  • Wajib pajak telah menyampaikan SPT Masa atas Masa Pajak Januari sampai dengan November dalam Tahun Pajak terakhir sebelum penetapan wajib pajak kriteria tertentu.
  • Dalam hal terdapat keterlambatan penyampaian SPT Masa sebagaimana dimaksud dalam huruf b, keterlambatan tersebut harus memenuhi ketentuan yakni tidak lebih dari 3 Masa Pajak untuk setiap jenis pajak serta tidak berturut-turut; dan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pada Masa Pajak berikutnya.

Melalui PMK 39/2018 ini, wajib pajak dapat memperoleh restitusi dalam kurun waktu satu bulan sejak permohonan diterima secara lengkap. Jika permohonan tersebut dikabulkan, Ditjen Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP).

Selain adanya kepastian tersebut, Ditjen Pajak juga menaikkan batasan maksimum lebih bayar PPh orang pribadi, PPh badan, sertapajak pertambahan nilai (PPN) bagi pengusaha kena pajak yang bisa mengajukan restitusi. Untuk orang pribadi lebih bayar PPhditentukan maksimal Rp100 juta, PPh badan maksimal Rp1 miliar, dan PPN bagi pengusaha kena pajak maksimal Rp1 miliar.

Penjelasan secara lengkap mengenai resitusi dipercepat dapat dibaca di sini. Selain restitusi, wajib pajak juga dapat memilih untuk mengkompensasikannya dengan utang pajak tahun berikutnya.

PPh Kurang Bayar (Pasal 29 UU PPh)

Adapun definisi status kurang bayar menurut Pasal 29 UU PPh adalah apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak, maka kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT Tahunan PPhdisampaikan.

Dengan kata lain, jika wajib pajak mendapatkan status kurang bayar, maka wajib pajak tersebut harus melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebelum SPT Tahunan disampaikan dan paling lambat pada batas akhir penyampaian SPT Tahunan.

Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat tanggal 30 April bagi wajibpajak badan setelah tahun pajak berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya dimulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, kekurangan pajak wajib dilunasi paling lambat tanggal 31 Oktober. Adapun untuk wajib pajak orang pribadi, utang PPh tersebut harus dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret. *

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Mushawir ahmad
baru saja
apakah bisa lebih bayar itu di kembalikkan dalam bentuk tuani....???????