KEMAJUAN teknologi dan globalisasi yang pesat mendorong makin lajunya mobilisasi individu antarnegara. Mobilisasi individu semakin masif seiring dengan makin sengitnya kompetisi antarnegara dalam memperebutkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
Perebutan SDM unggul tersebut membuat banyak negara berlomba-lomba menciptakan berbagai kebijakan untuk menarik individu bertalenta tinggi. SDM dengan keterampilan khusus diharapkan bisa mendukung industri dan berujung pada peningkatan aktivitas ekonomi. Salah satu kebijakan yang disusun untuk menarik individu bertalenta tinggi adalah expatriate tax regime. Lantas, apa itu expatriate tax regime?
Ekspatriat
EKSPATRIAT adalah orang yang telah meninggalkan negara asalnya dan tinggal di luar negeri. Status ekspatriat tidak selalu berarti pemutusan semua ikatan dengan negara asal tetapi umumnya mengarah pada perubahan residence untuk tujuan perpajakan (Glabush, 2015).
Residence merupakan dasar pengenaan pajak. Residence ini mengacu pada negara tempat individu bertanggung jawab untuk membayar pajak, umumnya atas penghasilan mereka dari seluruh dunia (Glabush, 2015).
Untuk individu, masih berdasarkan Glabush, residence umumnya ditentukan berdasarkan fakta dan keadaan individu tersebut. Fakta dan keadaan itu dinilai khususnya dengan mengacu pada derajat atau keterikatan pribadi dengan negara yang bersangkutan.
Misalnya, berdasarkan pada tempat tinggal permanen, hubungan keluarga, status kewarganegaraan, kehadiran secara fisik (physical presence), tempat menjalankan kebiasaan atau biasa berada (habitual abode), dan tempat menjalankan kegiatan ekonomi dan sosial (center of vital interests).
Individu yang memenuhi ketentuan residence suatu negara akan menyandang status sebagai subjek pajak dalam negeri (resident). Penentuan status tersebut tergantung pada ketentuan domestik suatu negara sehingga dapat berbeda antara suatu negara dengan negara lain.
Dalam konteks perpajakan lintas batas, perbedaan ketentuan domestik atas residence dapat menyebabkan terjadinya situasi di mana subjek pajak menjadi subjek pajak dalam negeri pada 2 negara (dual resident).
Dalam hal subjek pajak mengalami dual resident maka dapat dipecahkan melalui tie breaker rule. Adapun subjek pajak dalam negeri (SPDN) akan memiliki perlakuan perpajakan yang berbeda dengan subjek pajak luar negeri (SPLN) atau nonresident.
Misalnya, negara yang menganut sistem worldwide akan mengenakan pajak pada SPDN atas penghasilannya dari seluruh dunia. Sementara itu, SPLN akan dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
Seorang ekspatriat bisa saja berstatus sebagai SPDN dan SPLN tergantung pada status residence-nya. Namun, terdapat pula perlakuan pajak khusus bagi ekspatriat atau dikenal dengan istilah rezim pemajakan ekspatriat (expatriate tax regime).
Expatriate Tax Regime
Expatriate rules mengacu pada ketentuan tentang ekspatriat yang berpindah status residence-nya dari negara asal ke negara lain yang dapat terus dikenakan pajak sehubungan dengan penghasilan tertentu seolah-olah mereka terus tetap menjadi resident di negara sebelumnya (extended limited tax liability).
Istilah expatriate rules juga mengacu pada semua jenis ketentuan yang dirancang untuk melindungi klaim pajak suatu yurisdiksi atas perubahan residence oleh wajib pajak, seperti exit tax (Glabush, 2015).
Sementara itu, expatriate tax regime umumnya merupakan rezim khusus di antara perlakuan pajak atas SPDN dan SPLN (Kristiaji, 2019). Dalam praktiknya, expatriate tax regime merupakan rezim khusus yang diberikan kepada ekspatriat yang berstatus sebagai SPDN untuk dikenakan pajak dengan status sebagai SPLN (Darussalam, 2020).
Rezim ini memberikan keringanan bagi para ekspatriat melalui sejumlah cara. Pertama, pembatasan yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh ekspatriat, yaitu dengan menerapkan sistem teritorial.
Kedua, pemberian kemudahan administrasi pajak bagi ekspatriat. Ketiga, pemberlakuan konsensi khusus bagi ekspatriat yang memenuhi kualifikasi. Biasanya, rezim pemajakan ekspatriat ditujukan untuk menarik individu kaya, berpenghasilan besar, atau berkemampuan tinggi (high-skill) agar bermigrasi ke suatu negara (Darussalam, 2020).
Selain untuk menarik individu agar bermigrasi ke suatu negara, ada pula expatriate tax regime untuk individu yang beremigrasi. Expatriate tax regime terkait dengan emigrasi di antaranya seperti exit tax, perpanjangan kewajiban pajak penghasilan (extended income tax liability), dan clawback of tax deductions.
Adapun exit tax merupakan pajak yang dikenakan pada perusahaan dan individu yang memutuskan untuk menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN) negara lain atau beremigrasi meninggalkan yurisdiksi asal.
Sementara itu, extended income tax liability dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu unlimited extended income tax liability dan limited extended income tax liability (Betten. 1998). Menurut Betten dalam unlimited extended income tax liability individu yang beremigrasi tetap dikenakan pajak penghasilan seolah-olah mereka tetap menjadi SPDN di negara emigrasi.
Di sisi lain, dalam limited extended income tax liability pajak penghasilan dipungut atas pos-pos penghasilan tertentu dari sumber-sumber di negara tempat wajib pajak pernah menjadi resident, dengan cara yang lebih memberatkan daripada wajib pajak nonresident lainnya.
Lalu, clawback of tax deductions adalah pengurangan pajak yang sebelumnya dinikmati dicabut kembali dari wajib pajak yang beremigrasi, atau penangguhan pajak yang diizinkan sebelumnya dicabut ketika wajib pajak beremigrasi (Betten. 1998).
Penerapan expatriate tax regime kini semakin meluas di berbagai belahan dunia. Salah satu contoh penerapan expatriate tax regime adalah Beckham Law yaitu expatriate tax regime yang diberlakukan Spanyol pada 2005.
Pada rezim ini, SDM berkeahlian khusus dapat menikmati fasilitas tarif PPh individu yang flat dan pengecualian pajak atas penghasilan yang diperoleh di luar Spanyol. Penerapan Beckham Law ini berakibat pada munculnya fenomena migrasi pemain sepak bola kelas dunia ke Spanyol kala itu. (sap)