UNTUK mencapai target penerimaan pajak, Ditjen Pajak (DJP) terus melakukan berbagai langkah agar penggalian potensi pajak lebih optimal. Langkah tersebut dapat berupa ekstensifikasi ataupun insentifikasi pajak.
Salah satu upaya penggalian potensi perpajakan adalah melalui penilaian (appraisal). Penilaian tersebut dilakukan kantor pelayanan pajak, kantor wilayah, dan kantor pusat DJP. Lantas, apa itu penilaian untuk tujuan perpajakan?
PENGERTIAN mengenai penilaian untuk tujuan perpajakan (penilaian) dapat ditemukan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-05/PJ/2020 tentang Prosedur Pelaksanaan Penilaian untuk Tujuan Perpajakan (SE-05/PJ/2020).
Pada Pasal 1 huruf a SE-50/PJ/2020 menyebutkan definisi penilaian adalah serangkaian kegiatan untuk menentukan nilai tertentu atas objek penilaian. Penilaian dilaksanakan pada saat tertentu dan secara objektif serta profesional. Adapun penilaian ditetapkan berdasarkan pada standar penilaian sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan, termasuk analisis kewajaran usaha.
Penilaian pajak dilakukan oleh pejabat fungsional penilai pajak dan pejabat fungsional asisten penilai. Tim penilai terdiri dari 1 orang penilai pajak sebagai ketua tim merangkap anggota dan sekurang-kurangnya 1 orang anggota tim.
Akan tetapi, penilaian juga dapat dilakukan oleh 1 orang penilai apabila ditujukan untuk menguji kewajaran nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Selain itu, dapat juga dilakukan untuk menguji kewajaran biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan atas kegiatan membangun sendiri dan dalam rangka penetapan nilai jual objek pajak PBB.
Penilaian dapat dilakukan dalam 3 hal, pertama penilaian terhadap transaksi sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan. Â Penilaian dilakukan jika transaksi diharuskan menggunakan jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima. Ini berlaku jika jual-beli harta dipengaruhi hubungan istimewa.
Kemudian, penilaian dilakukan jika transaksi diharuskan menggunakan harga pasar dalam hal tukar-menukar harta dan/atau perolehan atau pengalihan harta dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.
Penilaian juga dilakukan pada transaksi diharuskan menggunakan nilai pasar dalam hal pengalihan harta hibahan yang tidak memenuhi syarat dan pengalihan harta yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
Penilaian juga dilakukan atas transaksi yang menggunakan harga pasar wajar dalam hal penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang dipengaruhi hubungan istimewa, menggunakan harga limit, dan menggunakan nilai hasil penilaian yang dilakukan oleh DJP.
Kedua, penilaian data lain yang mengindikasikan ketidakwajaran nilai yang dilaporkan oleh wajib pajak. Penilaian ini dilakukan apabila terdapat indikasi ketidakwajaran harga perolehan atau nilai sisa buku harta berwujud yang mempengaruhi besarnya biaya penyusutan dan biaya amortisasi.
Penilaian data lain juga dilakukan apabila terdapat indikasi ketidakwajaran penghasilan dari transaksi pengalihan harta atas tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan yang dikenakan PPh final Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh.
Ketiga, penilaian juga dapat dilakukan apabila terdapat objek pajak bumi dan bangunan sektor pertambangan, perkebunan, perhutanan dan sektor lainnya (PBB-P3) yang memerlukan penilaian lapangan.
INTINYA, penilaian adalah serangkaian kegiatan untuk menentukan nilai tertentu atas objek penilaian yang dilakukan sesuai standar penilaian dalam ketentuan perpajakan. (kaw)