REFORMASI perpajakan terus berlanjut dan menyasar berbagai aspek, termasuk teknologi informasi, basis data, dan proses bisnis. Pada teknologi informasi, ada pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) atau coretax administration system (CTAS).
Ditjen Pajak (DJP) menyebut pengembangan CTAS krusial untuk menghadapi tantangan ke depan. Hal tersebut dikarenakan sistem informasi DJP (SIDJP) saat ini dinilai sudah ketinggalan zaman. Pasalnya, SIDJP belum terintegrasi dan belum mencakup seluruh administrasi bisnis inti pajak.
Selain itu, SIDJP juga memiliki keterbatasan dalam memenuhi berbagai fungsi kritis yang diperlukan. Fungsi yang dimaksud seperti belum adanya dukungan terhadap pemeriksaan dan penagihan serta belum adanya fungsi sistem akuntansi yang terintegrasi (taxpayer account management).
Pada saat yang bersamaan, beban akses akan makin berat. Terlebih, ke depan, SIDJP harus mampu menangani 1 juta pencatatan per hari, 17,4 juta Surat Pemberitahuan (SPT), data dan informasi dari 69 pihak ketiga, serta pertukaran data dari 86 yurisdiksi.
Untuk itu, DJP menjadikan pengembangan CTAS sebagai salah satu komponen vital dalam program reformasi perpajakan. Melalui proyek yang diproyeksi rampung pada 2024 ini, DJP berharap dapat mengakomodasi pengawasan transaksi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya potential loss.
Merujuk penjelasan pada laman resmi DJP, coretax administration system adalah sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP. Adapun pelaksanaan tugas yang dimaksud termasuk pelayanan untuk wajib pajak.
Pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (CTAS) merupakan proyek redesain dan reengineering proses bisnis administrasi perpajakan melalui pembangunan sistem informasi yang berbasis commercial off-the-shelf (COTS).
Pembaruan sistem tersebut disertai dengan pembenahan basis data perpajakan. Dengan demikian, sistem perpajakan diharapkan menjadi lebih mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan lebih optimal untuk pelayanan, pengawasan, serta penegakan hukum.
Dengan adanya CTAS, setidaknya ada 21 proses bisnis yang berubah, antara lain registrasi, pengelolaan SPT, pembayaran, taxpayer account management (TAM), layanan wajib pajak, third party data processing, exchange of information (EoI), serta data quality management (DQM).
Kemudian, ada document management system (DMS), business intelligence (BI), compliance risk management (CRM), penilaian, pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan, penagihan, intelijen, penyidikan, keberatan dan banding, nonkeberatan, serta knowledge management system.
Ketentuan lebih terperinci tentang CTAS atau coretax DJP diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 40/2018. Beleid tersebut menyatakan pembaruan diperlukan untuk menciptakan sistem administrasi perpajakan yang lebih efektif dan efisien serta memiliki fleksibilitas yang tinggi.
Perpres 40/2018 menyebut pengembangan CTAS merupakan bagian dari pembaruan sistem administrasi perpajakan (SAP). Adapun SAP adalah sistem administrasi perpajakan adalah sistem yang membantu melaksanakan prosedur dan tata kelola administrasi perpajakan.
Pembaruan sistem ini memiliki 4 tujuan. Pertama, mewujudkan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel yang mempunyai proses bisnis yang efektif dan efisien. Kedua, membangun sinergi yang optimal antar lembaga. Ketiga, meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Keempat, meningkatkan penerimaan negara.
CTAS digadang tidak hanya memberikan manfaat kepada DJP, tetapi juga wajib pajak dan nonwajib pajak. Manfaat itu seperti tersedianya akun wajib pajak pada portal DJP serta lebih rendahnya biaya kepatuhan. Jangkauan layanan dan informasi juga lebih luas, terintegrasi, dan mudah diakses. (kaw)