KEBIJAKAN PAJAK

Insentif Pajak untuk Menarik Investasi, Sepadankah Ongkosnya?

Redaksi DDTCNews
Rabu, 09 September 2020 | 13.53 WIB
Insentif Pajak untuk Menarik Investasi, Sepadankah Ongkosnya?

INSENTIF pajak menjadi salah satu instrumen yang lazim digunakan negara-negara berkembang untuk menarik investasi. Insentif tersebut bahkan menjadi kebijakan populer di banyak negara, terutama di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Kendati demikian, diskursus penggunaan insentif pajak untuk menarik investasi masih diwarnai perdebatan. Mazhab yang pro akan insentif investasi berpendapat stimulus pajak akan meningkatkan arus investasi baru dan memicu  permintaan agregat serta memengaruhi distribusi spasial investasi di berbagai wilayah.

Sebaliknya, terdapat pula pandangan yang melihat insentif pajak memiliki sedikit manfaat—dalam tingkatan ekstrim justru menimbulkan dampak negatif—terhadap investasi pada berbagai kasus di dunia.

Dalam buku berjudul ‘Using Tax Incentive to Compete for Foreign Investment: Are They Worth the Cost?’ empat akademisi dan praktisi ekonomi dari World Bank menyajikan bukti empiris kebijakan insentif pajak yang ditujukan untuk investasi di berbagai negara.

Buku ini terdiri dari dua artikel utama. Artikel pertama mengeksplorasi pengalaman empiris kebijakan insentif pajak di Indonesia. Pengalaman Indonesia diistilahkan oleh penulis sebagai ‘natural experiment’ dalam menguji efektivitas insentif investasi.

Hal ini dikarenakan Indonesia sempat melakukan moratorium kebijakan insentif pajak, khususnya terkait dengan instrumen tax holiday, yang dalam perjalanannya justru kembali digunakan pada periode yang lain.

Hasil penelitian empiris menunjukkan insentif pajak dalam upaya menarik investasi tidak berhasil di Indonesia, terlihat dari tidak adanya perbedaan yang signifikan dari realisasi investasi asing baik ketika disediakan insentif maupun tidak.

Penelitian ini juga mengungkapkan biaya yang dikeluarkan dari kebijakan insentif pajak melampaui kerugian langsung yang ditimbulkan. Potensi kerugian tersebut antara lain seperti pendapatan pajak yang hilang (revenue foregone).

Kemudian, meluasnya upaya penghindaran pajak dari perusahaan, pengenaan pajak yang lebih tinggi bagi wajib pajak lainnya, serta menggerus prinsip keadilan dari sistem pajak itu sendiri.

Pengalaman empiris insentif pajak demi menarik investasi di negara-negara lainnya juga dibahas pada artikel kedua. Seperti Indonesia, insentif pajak di negara-negara lainnya tidak signifikan terhadap realisasi investasi dan tidak pula menentukan lokasi investasi di banyak negara.

Selanjutnya, artikel ini juga menyarankan dalam mengevaluasi insentif pajak juga perlu memperhatikan kebijakan yang berlaku pada negara asal investasi. Contoh, apabila negara menganut sistem pajak worldwide.

Negara-negara yang menganut sistem worldwide tentu akan mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri (WPDN) di negara tersebut, terlepas penghasilan tersebut bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri.

Menariknya, berbagai literatur menyebutkan insentif pajak dapat berdampak signifikan bagi investasi apabila faktor-faktor determinan lainnya seperti stabilitas politik, ekonomi, serta infrastruktur berada pada level yang cenderung serupa di berbagai wilayah.

Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya persaingan pajak pada tingkat regional seperti halnya Uni Eropa maupun tingkat subnasional dalam suatu negara, seperti Amerika Serikat (AS). Meski begitu, berbagai studi empiris tersebut belum dapat memberikan konsensus mengenai efektivitas insentif pajak untuk menarik investasi.

Dalam konteks tersebut, buku terbitan Foreign Investment Advisory Service (FIAS) ini selanjutnya mengidentifikasi lima langkah bagi ide penelitian kedepan terkait kebijakan insentif pajak dalam meningkatkan iklim investasi. Tertarik untuk mengetahui lima langkah tersebut? Silakan Anda baca langsung saja di DDTC Library.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.