PERLU diakui bahwa suatu negara mempunyai kewenangan yang luas dalam memungut pajak. Tak hanya itu saja, saat ini terdapat tren perluasan kekuasaan negara untuk menjatuhkan hukuman atau sanksi kepada wajib pajak.
Persoalan tersebut dibahas secara komprehensif dalam jurnal yang berjudul ‘Taxpayers’ Rights in the Expanding Universe of Criminal and Administrative Sanctions: A Fundamental Rights Approach to Punitive Tax Law Following the OECD/G20 Base Erosion and Profit Shifting Project’. Tidak hanya membahas teori dan isu yang sedang terjadi, penulis turut memberikan gambaran solusi atas permasalahan perpajakan tersebut.
Jurnal yang ditulis oleh Carlos E. Weffe H. ini secara garis besar dapat terbagi menjadi dua materi utama. Kedua materi yang dimaksud ialah terkait prinsip-prinsip hukum pajak punitif dan perkembangan hukum pajak punitif di masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan hukum pajak punitif adalah suatu aturan yang bersifat menghukum.
Suatu negara memang jelas memiliki hak untuk menghukum (ius puniendi). Namun, yang menjadi pertanyaan, sejauh mana batasan kekuasaan Negara untuk menghukum wajib pajak? Penulis merangkum suatu batasan atas ius puniendi dalam kaitannya dengan hukuman di bidang pajak.
Pada bagian awal, setidaknya penulis menyebutkan dua jenis standar minimum untuk perlindungan wajib pajak dan penerapan ius petendi dalam masalah pajak. Kedua jenis standar minimum tersebut antara lain standar minimum substantif dan standar minimum prosedural. Dalam kedua standar tersebut, mengandung prinsip hak-hak wajib pajak yang menjadi salah satu fokus penting dalam jurnal yang ditulis oleh penulis.
Dalam standar minimum substantif, wajib pajak berhak memperoleh ketentuan yang tegas dan lengkap atas konsekuensi suatu kesalahan. Hal ini sesuai dengan asas nulla poena sine crimine dan nullum crimen sine lege. Artinya, tidak ada sanksi tanpa kejahatan dan tidak ada kejahatan tanpa hukum.
Wajib pajak pun memilik hak untuk memperoleh hukuman yang adil. Penulis menegaskan bahwa perlunya menanamkan prinsip proporsionalitas dalam hukum punitif. Hukuman yang diberikan merupakan suatu reaksi untuk mengembalikan keseimbangan sosial atas perilaku ilegal. Hukuman harus dipertimbangkan sebagai cara terakhir guna menanggulangi maupun mencegah kesalahan wajib pajak kedepannya.
Sama halnya dengan ranah hukum pidana, hukum pajak juga diikat dengan non bis in idem. Adagium itu mengartikan bahwa wajib pajak tidak dapat dituntut dua kali atas kesalahan yang sama.
Jika standar minimum substantif berkaitan dengan hukum materiil, dalam standar minimum prosedur memberikan gambaran terkait hukum formalnya. Pada bagian, ini penulis memaparkan penentuan ada atau tidaknya pelanggaran dibebankan kepada pihak administrasi pajak dan pengadilan. Gagasan tersebut mewujudkan adanya hak wajib pajak untuk memperoleh proses penilaian secara adil. Hal ini sejalan dengan asas nulla culpa sine iudicio, tidak ada kesalahan tanpa persidangan.
Lebih lanjut, apabila terdapat pelanggaran peraturan oleh wajib pajak, pemerintah sebagai pihak yang memiliki kekuasaan dapat memberikan suatu hukuman. Carlos membedakan sanksi atau hukuman menjadi dua, yakni sanksi pidana dan sanksi administratif.
Sanksi pidana adalah konsekuensi dari pelanggaran serius yang mengancam keselamatan publik dan mahal untuk ditegakkan. Adapun sanksi administratif dapat diterapkan dengan lebih praktis dan murah. Dirancangnya jenis sanksi administrasi ini tidak bertujuan untuk menghukum wajib pajak yang melanggar, melainkan hanya untuk mengancamnya saja.
Penulis berpendapat bahwa semua standar minimum yang ditegakkan di atas, baik substantif dan prosedural, desain dan penerapan sanksi pidana serta administrasi dalam konteks pajak sangat perlu untuk diakui.
Selanjutnya, penulis mengajak para pembaca untuk memahami berbagai isu perpajakan terhadap fenomena globalisasi. Peningkatan arus globalisasi menimbulkan risiko adanya perencanaan pajak secara agresif. Dalam hal ini, adanya praktik pengurangan beban pajak dengan memanfaatkan celah dan ketidaksesuaian rezim pajak. Pada akhirnya, situasi ini dapat menggerus basis pajak suatu negara dan mengalihkan laba kegiatan ke negara dengan pajak yang rendah atau tanpa pajak.
Secara keseluruhan, jurnal ini mampu menjelaskan dengan runtut hak-hak wajib pajak dalam kaitannya dengan sanksi. Pembahasan dikupas dengan mudah serta menyajikan berbagai permasalahan perpajakan yang perlu dipahami.
Penghormatan hak-hak wajib pajak akan meningkatkan transparansi dalam sistem pajak dan membuatnya berfungsi secara memadai. Dengan demikian, nantinya akan tercipta level playing field dalam bidang perpajakan. Buah pemikiran dalam jurnal ini sangat menarik, tidak hanya bagi para pemerhati pajak saja, tetapi juga para praktisi, peneliti hukum, dan tentunya otoritas pajak.