BERITA PAJAK SEPEKAN

Kuasa WP Pakai Sertel Sendiri Per 2023, UMKM CV Mulai Angsur PPh 25

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 17 Desember 2022 | 08.25 WIB
Kuasa WP Pakai Sertel Sendiri Per 2023, UMKM CV Mulai Angsur PPh 25

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Kuasa hukum wajib pajak atau wakil wajib pajak yang menandatangani Surat Pemberitahuan (SPT) dan bukti potong harus menggunakan sertifikat elektronik (sertel) milik nama sendiri mulai 2023 nanti. 

Ketentuan yang tertuang dalam Perdirjen Pajak PER-24/PJ/2021 ini menjadi topik yang paling banyak dibicarakan netizen dalam sepekan terakhir. 

"Kuasa wajib pajak yang sebelumnya menandatangani bukti potong dan SPT memakai sertel wajib pajak (misalnya: WP badan) maka setelah 31 Desember 2022 harus mengajukan sertifikat elektronik atas nama sendiri," sebut DJP.

Pasal 9 beleid tersebut menjelaskan bukti pemotongan atau pemungutan unifikasi yang dibuat melalui aplikasi e-bupot unifikasi harus ditandatangani secara elektronik dengan tanda tangan elektronik.

Lalu, pada Pasal 9 ayat (2) PER-24/2021 menyebut SPT Masa PPh Unifikasi yang dibuat melalui aplikasi e-bupot unifikasi harus ditandatangani secara elektronik dengan tanda tangan elektronik melalui aplikasi e-bupot.

Penandatanganan tersebut dapat dilakukan oleh wajib pajak atau kuasa wajib pajak dengan menggunakan sertifikat elektronik atau kode otorisasi DJP milik wajib pajak atau kuasa wajib pajak yang dimaksud.

Lantas bagaimana apabila wajib pajak atau kuasa wajib pajak belum memiliki sertel? Simak artikel lengkapnya, baca 'Ingat! Kuasa Wajib Pajak Harus Pakai Sertel Sendiri Mulai Tahun Depan'. 

Selanjutnya, DJP juga kembali mengingatkan perihal pelaksanaan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak UMKM. WP badan UMKM berbentuk CV yang telah memanfaatkan skema PPh final 0,5% sejak 2018 sudah memiliki kewajiban untuk mengangsur PPh Pasal 25 mulai 2023. 

Apabila wajib pajak UMKM berbentuk CV memanfaatkan skema PPh final sejak 2018, CV tersebut wajib membayar pajak sesuai dengan ketentuan umum sejak 2022. Namun, pada tahun ini, CV masih diperlakukan sebagai wajib pajak baru sehingga angsuran PPh Pasal 25-nya masih nihil.

"Angsuran pajak penghasilan Pasal 25 untuk wajib pajak baru selain wajib pajak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 pada tahun pajak berjalan ditetapkan nihil," bunyi Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 215/2018.

Setelah wajib pajak UMKM berbentuk CV menyampaikan SPT Tahunan 2022 pada tahun depan, CV memiliki kewajiban untuk mengangsur PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan umum.

Guna mengetahui nilai angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar setiap bulannya pada tahun pajak 2023, wajib pajak CV harus menghitung jumlah PPh terutang tahun pajak 2022 serta kredit pajak sepanjang tahun pajak 2022.

DJP lantas memberikan contoh kasus untuk mempermudah wajib pajak memahami skema ini. Seperti apa? Baca artikel lengkapnya, 'Pakai Tarif Final sejak 2018, UMKM CV Wajib Angsur PPh 25 Mulai 2023'.

Selain 2 topik di atas, masih banyak artikel perpajakan lain yang juga hangat diperbincangkan publik dalam sepekan terakhir. Terutama, tentang terbitnya 2 Peraturan Pemerintah (PP) baru sebagai aturan turunan UU HPP. 

Berikut ini adalah 5 pemberitaan DDTCNews terpopuler yang sayang untuk dilewatkan:

1. Resmi! Pemerintah Rilis PP Pelaksana Ketentuan KUP pada UU HPP 

Pemerintah resmi menerbitkan peraturan pemerintah (PP) 50/2022 sebagai pelaksana ketentuan UU KUP pada UU HPP.

Beleid yang baru saja ditetapkan oleh pemerintah ini sekaligus mencabut PP sebelumnya, yakni PP 74/2011 s.t.d.d. PP 9/2021.

"Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana telah diatur dalam PP 74/2011 s.t.d.d. PP 9/2021 sudah tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi perpajakan dan pengaturan dalam UU HPP," bunyi bagian pertimbangan PP 50/2022, dikutip Rabu (14/12/2022).

Seperti apa detail perubahan yang diatur dalam PP baru tersebut? Baca 'Turunan UU HPP Klaster KUP, DJP Ungkap Pokok Perubahan Pasal per Pasal'.

2. Turunan UU HPP, Pemerintah Rilis PP Baru soal Fasilitas PPN dan PPnBM

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 49/2022 yang mengatur PPN dibebaskan dan PPN/PPnBM tidak dipungut atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu dan/atau jasa kena pajak tertentu.

PP 49/2022 menjadi aturan pelaksana dari UU HPP. Beleid ini memuat beberapa perubahan terkait dengan pengaturan objek pajak dan nonobjek pajak yang memperoleh fasilitas perpajakan.

"Terdapat beberapa perubahan terkait pengaturan objek pajak dan nonobjek pajak serta pemberian kemudahan di bidang perpajakan…sehingga perlu dilakukan penyesuaian pengaturan pemberian kemudahan PPN dan PPnBM," bunyi salah satu pertimbangan PP 49/2022.

Apa saja ketentuan baru atau yang diubah melalui PP 49/2022? Baca 'DJP Sampaikan Poin-Poin yang Diatur PP 49/2022 tentang Fasilitas PPN'.

3. 21 Calon Hakim Pengadilan Pajak Mengikuti Seleksi Wawancara

Panitia Pusat Rekrutmen Calon Hakim Pengadilan Pajak mengumumkan 21 nama calon hakim yang lulus assessment center, psikotes, serta tes kesehatan dan kejiwaan.

Para calon hakim pengadilan pajak yang lolos tersebut berhak mengikuti seleksi wawancara yang digelar pada Rabu (14/12/2022) hingga Jumat (16/12/2022).

"Wawancara dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting yang dilakukan di tempat masing-masing peserta," bunyi Pengumuman Nomor PENG-05/PHPP/2022.

4. Perpres Baru Terbit! Pemerintah Perinci Target Penerimaan Pajak 2023

Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 130/2022 mengenai perincian APBN 2023, termasuk di dalamnya target penerimaan pajak.

Perpres 130/2022 memuat perincian target penerimaan pajak senilai Rp1.718 triliun pada 2023 atau naik 16% dari target Rp1.484,96 triliun. Penerimaan terbesar akan disumbang dari pajak penghasilan (PPh), diikuti PPN atau PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan pajak lainnya.

"Rincian anggaran pendapatan negara…terdiri atas rincian penerimaan perpajakan tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan presiden ini…," bunyi Pasal 2 Perpres 130/2022.

5. World Bank Minta Sri Mulyani Kurangi Fasilitas Pembebasan PPN

World Bank berpandangan Indonesia masih perlu mengurangi kebijakan pembebasan PPN guna meningkatkan penerimaan pajak.

Merujuk pada laporan World Bank bertajuk Indonesia Economic Prospects - December 2022, penerimaan pajak dari pengurangan pembebasan PPN dapat digunakan untuk mendanai bantuan langsung tunai.

"UU 7/2021 tentang HPP memberikan fleksibilitas kepada Kementerian Keuangan untuk mengurangi pembebasan pajak yang tak perlu. Penerimaan dari pengurangan fasilitas pembebasan dapat digunakan untuk memberikan bantuan langsung tunai secara targeted kepada rumah tangga tidak mampu," tulis World Bank dalam laporannya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.