DESIANTO Budi Utomo telah melakoni tiga dimensi pekerjaan berbeda sepanjang kariernya. Mulai dari menjadi akademisi sebagai dosen di almamater, lalu meniti karier di sebuah perusahaan terbuka, dan kini aktif memimpin organisasi pengusaha.
Lulusan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga ini tengah menikmati perannya sebagai Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) dalam menjembatani aspirasi pengusaha kepada pembuat kebijakan dengan masuk periode kedua sebagai ketua umum.
DDTCNews berkesempatan untuk mendalami sosok Desianto dalam sebuah wawancara, termasuk membahas perkembangan industri pakan ternak sejak era orde baru.
Bagaimana aktivitas Anda di tengah pandemi ini?
Tentu mengalami perubahan mulai dari bisnis yang dulunya offline sekarang lebih banyak online. Karenanya, seminar, meeting dan FGD dengan metode tatap muka langsung itu hampir tidak ada sama sekali. Jadi itu perubahan besar dari aspek bisnis, sosial,dan ekonomi.
Bagaimana kondisi usaha Anda?
Saya masih bekerja di PT Charoen Pokphand Indonesia. Kami bergerak di bidang agribisnis khususnya produksi pakan ternak dan anak ayam serta pangan olahan berbasis ayam. Sekitar 90% pakan yang diproduksi oleh anggota GPMT itu adalah untuk pakan ayam. Jadi hidup mati industri pakan ternak ini bergantung pada keberlangsungan industri perunggasan.
Saat ini, demand terhadap ayam, seperti daging ayam dan telur tengah menurun sehingga demand terhadap pakan ternak juga ikut menurun. Tahun lalu, bisnis pakan ternak itu turun 10%. Namun, penurunan itu masih bisa dianggap beruntung. Karena beda dengan industri lain seperti otomotif, properti dan lainnya, yang turunnya lebih parah. Karena orang mungkin saat ini masih menahan diri untuk membeli sepatu baru, beli motor atau mobil baru, tetapi kalau untuk kebutuhan makan kan masih harus dipenuhi.
Apalagi, ayam itu sumber protein hewani terbesar untuk Indonesia yaitu sekitar 65%. Jadi bisnis [pakan ternak] memang mengalami kontraksi, tetapi tidak separah subsektor industri lainnya, dan masih sangat prospektif karena peluang peningkatan konsumsi (demand) ayam masih sangat besar.
Soal PPKM, seperti apa dampaknya bagi usaha?
Sebetulnya, dengan PPKM yang berlaku lagi, cukup memengaruhi. Mulai dari aspek logistik hingga daya beli itu sangat terpengaruh. Kami juga bersinggungan dengan industri hotel dan pariwisata. Ketika tidak ada kunjungan turis domestik ataupun asing, maka permintaan terhadap daging ayam dan telur ayam sangat menurun.
Jadi kalau pemerintah mulai melakukan pelonggaran maka mudah-mudahan dapat meningkatkan kembali demand terhadap ayam dan telur. Bagi kami prospek bisnis hingga akhir tahun itu masih tumbuh, walaupun hal itu sangat tergantung dari perkembangan pandemi, kebijakan PPKM leveling apakah diperpanjang atau tidak. Makin diperpanjang maka efek penurunan usaha itu makin besar karena kita tergantung dari daya beli masyarakat.
Kalau terlalu lama seperti ini akan terjebak pada tren ekonomi makro yang melemah. Dengan daya beli yang turun maka demand terhadap produk industri akan terpengaruh. Kemudian pemulihan usaha juga tergantung pada berjalan atau tidaknya kebijakan pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional. Jadi sangat tergantung dengan perkembangan pandemi ini.
Bagaimana awalnya Anda bisa masuk asosiasi pakan ternak?
Saya itu menjadi dosen di Universitas Airlangga hingga 2000. Setelah itu saya pegang R&D Division Charoen Pokphand Jaya Farm karena pendidikan S-2 dan S-3 saya itu bidang fisiologi dan nutrisi unggas. Saya tertantang untuk kembangkan R&D Charoen Pokphand pada tahun 2000-an sehingga saya hijrah dari dosen dengan status pegawai negeri menjadi karyawan swasta muttinasional. Hingga 2005, saya pegang riset tentang nutrisi pakan ternak. Lalu pada 2007, diminta juga untuk bertindak sebagai academic and government liaison officer. Semacam PR perusahaan khususnya dalam berhubungan dengan pemerintah.
Sebagai salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang pakan ternak dan ketika diminta untuk membantu asosiasi, saya awalnya menjabat sebagai Sekjen GPMT sekitar 8 tahun lalu. Awalnya diminta untuk menjembatani hubungan pengusaha dengan pemerintah.,
Jalan karier saya di asosiasi itu, satu periode sebagai sekjen, lalu satu periode sebagai ketua umum.Sekarang ini periode kedua saya sebagai ketua umum hingga nanti 2024. Salah satu fungsi saya sebagai adalah sebagai penghubung ke pemerintah melakukan artikulasi kebijakan apa saja yang perlu diketahui dan dipahami oleh pelaku usaha.
Saya bersyukur bahwa perusahaan tempat saya bekerja sangat peduli dan menghargai peran saya di asosiasi. Karena pemerintah perlu support kebijakannya dan sebaliknya juga setiap keinginan dan aspirasi industri untuk dapat diakomodasi.
Jadi ketika masuk ke asosiasi, kami tidak lagi berdiri atas kepentingan perusahaan, tetapi sudah mewakili industri. Untungnya bagi saya itu dengan bekerja di Charoen Pokphand sudah semacam diwakafkan ke asosiasi agar bisa secara maksimal berkiprah di asosiasi.
Soal insentif pajak Covid-19, bagaimana tanggapan Anda?
Untuk insentif pajak yang diberikan pemerintah kepada industri khususnya selama masa pandemi ini, cukup banyak. Namun, kemudahan ataupun relaksasi pada pembayaran pajak itu sangat membantu industri.
Untuk efektivitas kebijakan insentif, saya tidak berani overclaim atau underclaim bagaimana dampaknya pada industri pakan ternak. Jumlah perusahaan anggota kami di sektor ini ada 48 perusahaan, kami kebanyakan lebih fokus pada aspek peningkatan produksi dan efisiensi agar bisa berdaya saing.
Dalam rangka melakukan efisiensi, kami sudah melakukan pemetaan regulasi-regulasi apa saja yang memberatkan usaha termasuk pajak yang kami perjuangkan secara industri dan bukan masing-masing perusahaan. Salah satunya terkait dengan rancangan UU KUP - PPN.
Untuk bahan baku dan pakan ternak itu hendak dikenakan PPN, jadi kami perjuangkan dengan bertemu audiensi dengan Ditjen Pajak dan BKF dengan melakukan advokasi dan memberitahu nature of business pakan ternak. Kalau dikenakan PPN maka akan memberatkan peternak. Karena PPN itu di forward ke bahan baku karena cost structure pakan ternak itu 80% ditentukan oleh harga raw material.
Jadi misalnya raw material seperti impor soybean meal atau bungkil kedelai dibebani PPN 10% maka akan dieskalasikan kepada biaya produksi pakan karena 80% harga pakan ditentukan harga raw material.
Kenaikan tersebut akan memberatkan peternak dan meningkatkan HPP [harga pokok produksi]. Hal itu pada akhirnya akan memberatkan konsumen. Apalagi sekarang daya beli masyarakat sedang turun, kemudian ada tambahan beban PPN. Untuk itu, kami mengajukan melalui asosiasi mengajukan keberatan jika ada rencana kebijakan PPN untuk sembako atau pada rantai pasok komoditas seperti ayam dan telur.
Bagaimana menurut Anda mengenai prospek bisnis pakan ternak tahun depan?
Kami di asosiasi masih uncertain. Jadi masih besar potensi volatile bisnis, masih uncertain kapan pandemi ini berakhir dan kompleksitas tantangan bisnis karena dampak pandemi tidak hanya ke ekonomi tetapi ke sektor lain seperti sosial masyarakat.
Kami tahu bahwa hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Kita harus bisa hadapi model new normal dengan adanya pandemi. Kami di industri, harus siap beradaptasi pada perubahan situasi yang tidak terduga. Jadi upaya pemulihan ekonomi dari pemerintah ini penting karena menyangkut upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Daya beli perlu didongkrak agar masyarakat mampu membeli makanan. Sementara kita tahu, 65% sumber protein masyarakat Indonesia itu dari ayam dan telur ayam, karena murah, mudah didapat dan mudah diolah. Kalau daya beli terus menurun dalam jangka panjang akan pengaruhi kualitas SDM karena akses dan asupan terhadap makanan bergizi yang berkurang.
Hal ini juga berlaku untuk meningkatkan imunitas pada masa pandemi seperti saat ini. Salah satunya kemampuan tubuh untuk meningkatkan kadar imun, sistem kekebalan. Pembentukan antibodi butuh asupan protein yang bertanggung jawab membentuk kekebalan. Nah, jangan sampai penurunan daya beli memengaruhi kecukupan gizi masyarakat terutama untuk melawan pandemi.
Seberapa penting dukungan keluarga bagi perjalanan karier Anda?
Keluarga nomor satu. Apapun yang kita lakukan, jangan korbankan waktu untuk keluarga. Kalau saya waktu sebelum pandemi, pasti ada jadwal untuk bepergian bersama keluarga supaya family bound harus tetap kuat. Jadi, jangan sampai keluarga jadi terbengkalai.
Istri dan anak-anak juga harus tahu apa yang saya lakukan. Misal, pada saat pandemi seperti ini, saya selalu share apa yang saya lakukan seperti menjadi narasumber atau hadir dalam webinar. Hampir setiap malam di meja makan, kami ceritakan apa saja yang dilakukan dan itu minimal kami saling sharing bisa sekitar satu jam setelah makan.
Apa definisi sukses menurut Anda?
Sukses pada dasarnya ada dua internal, yakni kecukupan moril dan materiil. dan kedua adalah eksternal yang mampu memberikan manfaat bagi orang lain. Saya juga menanamkan betul kepada anak-anak, jangan utamakan kejar aspek material, pangkat jabatan. Karena itu adalah titipan dan tidak langgeng/abadi.
Ibaratnya semakin tingggi karier seseorang, itu seperti naik gunung. Makin tinggi maka makin tipis oksigen yang didapat. Tapi kita harus tetap bersyukur karena kita mendapatkan pemandangan yang indah dilihat dari puncaknya.
Secara internal saya mensyukuri apa yang sudah ada dan secara eksternal bisa memberikan yang terbaik bagi perusahaan dan asosiasi serta masyarakat. Jadi menurut saya, secara internal dan eksternal. Alhamdulillah menurut saya bahwa saya sudah cukup sukses. (rig)