MEREBAKNYA pandemi Covid-19 di seluruh penjuru dunia tidak hanya menjadi persoalan kesehatan, tetapi juga memberi dampak yang cukup besar terhadap perekonomian. Kondisi itu dialami hampir seluruh negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Belum lama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan realisasi perekonomian Indonesia pada kuartal II/2020 terkontraksi hingga 5,32%. Diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) – sebagai upaya mencegah penyebaran virus Corona – berdampak pada aktivitas perekonomian.
Sebagai upaya memulihkan perekonomian nasional, pemerintah mempersiapkan alokasi anggaran senilai Rp695,2 triliun. Dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN), pemerintah ingin melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dan masyarakat.
Khusus untuk pelaku usaha, pemerintah juga memberikan dukungan dalam bentuk insentif pajak, mulai dari pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, potongan angsuran PPh Pasal 25, PPh final UMKM DTP, hingga restitusi PPN dipercepat.
Dalam konteks ini, fungsi mengatur (regulerend) dari pajak lebih ditonjolkan dibandingkan dengan fungsi penerimaan (budgeter). Pajak, dengan fungsi regulerend, hadir untuk bahu membahu bersama semua pihak dan masyarakat Indonesia menghadapi kondisi ekonomi yang tidak mudah akibat Covid-19.
Pada episode keenam DDTC PodTax kali ini, Lenida Ayumi berbincang dengan Kepala Sub Bagian Strategi & Manajemen Komunikasi Publik Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Adelia S. Pratiwi. Mereka berdiskusi seputar kebijakan fiskal dalam upaya pemulihan ekonomi setelah adanya pandemi Covid-19. Penasaran? Selengkapnya di DDTC PodTax!
*Pengambilan tayangan podcast ini telah melalui protokol covid-19 berlapis, pengecekan kesehatan pengisi acara, dan dilakukan dalam lingkungan yang steril.*