Wahyuni Lestari,
REVOLUSI Industri 4.0 pertama kali dicetuskan pada 2011, ditandai dengan adanya suatu perubahan yang dapat membawa dampak besar pada ekosistem dunia, tata cara kehidupan, kualitas kehidupan dan meningkatkan perekonomian secara signifikan di seluruh dunia.
Revolusi industri 4.0 juga ditandai dengan lahirnya bisnis yang mengandalkan teknologi informasi baik di dalam negara maupun lintas negara. Bisnis berbasis teknologi informasi ini merupakan tantangan bagi berbagai negara khususnya Indonesia dalam menarik penerimaan pajak.
Karena itu Ditjen Pajak (DJP) harus menciptakan suatu sistem perpajakan yang mampu menarik penerimaan dari aktivitas model bisnis baru tersebut secara efektif. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan DJP untuk menjawab tantangan pajak di era teknologi informasi.
Pertama, DJP harus bergerak cepat menerbitkan peraturan yang adil dan kompetitif. Kedua, peraturan yang diterbitkan harus memberikan kepastian hukum. Ketiga, peraturan yang diterbitkan harus memberikan kemudahan, sehingga timbul kepatuhan secara suka rela.
Keempat, DJP harus menciptakan sistem pajak berbasis teknologi informasi yang terintegrasi dengan biaya pajak seminimal mungkin. Kelima, DJP harus menyiapkan kapasitas server pajak yang tangguh agar sistem pajak berbasis teknologi informasi itu dapat bekerja optimal.
DJP sendiri sudah melakukan beberapa hal, antara lain mengurangi interaksi langsung dengan wajib pajak dengan mempersiapkan pelayanan berbasis teknologi informasi seperti Click, Call and Counter. DJP juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019.
Saat ini, DJP mengembangkan sistem administrasi perpajakan (core tax system) yang menjadi rumah baru bagi seluruh data yang tersedia. Core tax system juga dilengkapi dengan sistem compliance risk management yang mampu mendeteksi profil risiko wajib pajak.
Pada saat yang sama, DJP juga membuat taxpayer account yang terintegrasi langsung dengan core tax system, dan mengembangkan proses bisnis berbasis teknologi informasi seperti e-FIN, e-SPT, e-filling, e-form, e-registration, e-billing, e-faktur, e-service, e-PHTB, e-KSWP, dan seterusnya.
DJP akan menggunakan big data analytics untuk memprediksi perilaku wajib pajak yang tidak hanya terbatas pada layanan tetapi juga aturan. Selain itu, DJP membangun kolaborasi dengan membuat sistem open application programming interface untu meningkatkan pelayanannya.
Fungsi Terobosan
APABILA DJP telah melakukan berbagai macam langkah terobosan di bidang teknologi informasi, sesuai dengan Perpres No 40 Tahun 2018, tantangan pajak yang pada awalnya berat akan menjadi ringan. Ada banyak fungsi dari terobosan pajak di bidang teknologi informasi tersebut.
Mulai dari mengurangi beban administrasi wajib pajak dan institusi perpajakan, mengembangkan basis data yang luas dan akurat, mengembangkan pengolahan data yang dapat andal dan dapat dipercaya, mengembangkan infrastruktur sistem informasi yang memadai
Kemudian meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, meningkatkan penerimaan pajak, menekan compliance cost, membidik potensi pajak baru para pelaku ekonomi digital, mengurangi penghindaran pajak, menghasilkan informasi perpajakan yang relevan, tepat waktu dan akurat.
Selanjutnya meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja, mempercepat arus informasi pengambilan keputusan, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan, meningkatkan tax ratio, menghemat waktu, mudah, murah, dan memiliki kemampuan traceability.
Terakhir memberikan pelayanan optimal dan penegakan hukum yang konsisten, mendukung transparansi sehingga terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan, memperbaiki citra DJP, dan mengembalikan kepercayaan masyarakat, serta mengurangi potensi pemeriksaan dan sengketa.
Dalam revolusi industri 4.0, teknologi informasi di bidang pajak adalah tantangan yang harus harus digapai. Karena itu, DJP perlu dukungan dari masyarakat agar bisa menyukseskan tantangan pajak di era teknologi informasi,Β sehingga target pajak setiap tahun selalu terpenuhi.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.