LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2025

Sudah Saatnya Indonesia Meramu Alternative Dispute Resolution Rules

Redaksi DDTCNews
Selasa, 30 September 2025 | 10.00 WIB
Sudah Saatnya Indonesia Meramu Alternative Dispute Resolution Rules
Teguh Budiono,
Kota Tangerang Selatan, Banten

'PERNAHKAH kau merasa?'

Familiar dengan lirik lagu tersebut? Lagu itu dipopulerkan oleh grup band Ungu pada 2009. Ya, barangkali hubungannya terlampau jauh, tapi penulis sengaja menggunakan penggalan lirik tersebut untuk membuka diskusi mengenai kondisi sengketa perpajakan di Indonesia saat ini.

Penulis ingin mengajukan pertanyaan kepada wajib pajak, kuasa hukum, atau konsultan pajak Tanah Air. Pernahkah kau merasa penyelesaian sengketa pajak terlalu rumit? Pernahkah kau merasa sengketa pajak mestinya bisa selesai lebih cepat? Pernahkah kau merasa seharusnya penyelesaian sengketa pajak dapat lebih mudah?

Kalau jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas adalah 'pernah', mungkin sudah saatnya Indonesia memiliki peraturan tentang alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution Rules) di bidang perpajakan.

Apa itu Alternative Dispute Resolution?

Alternative Dispute Resolution Rules (ADR) masih cukup asing bagi publik. Dalam publikasi Governance at a Glance (2021), Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) mendefinisikan ADR sebagai a way of settling disputes outside of the courtroom.

Secara singkat, ADR dapat diterjemahkan sebagai mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan pajak. Saat ini, penerapan ADR di Indonesia hanya terbatas untuk penyelesaian kasus perdata pada pengadilan negeri dan Pengadilan Agama. Penerapan ADR untuk perpajakan saat ini belum tersedia di Indonesia karena UU KUP memang belum mengatur tentang mediasi dan ADR lainnya.

ADR sendiri memiliki beberapa bentuk. Thuronyi (2013) membagi mekanisme ADR dalam penyelesaian pajak menjadi 4 bentuk, yaitu cooperation approach to large taxpayers, resolving disputes by negotiation, conciliation/mediation, dan arbitration.

Di Indonesia, bentuk ADR menurut Rahmadi (2017) meliputi negosiasi, mediasi, pencari fakta, dan arbitrase. Bentuk-bentuk ADR ini merupakan pilihan penyelesaian sengketa yang disesuaikan dengan substansi permasalahan yang ada.

Urgensi ADR di Indonesia

Apakah ADR diperlukan untuk penyelesaian sengketa perpajakan di Indonesia? Jika melihat lamanya penyelesaian sengketa perpajakan, jawabannya perlu.

Rata-rata waktu penyelesaian sengketa perpajakan sejak keberatan sampai dengan peninjauan kembali dapat mencapai 36 bulan. Berdasarkan penelitian Ardiansyah (2024), rata-rata waktu penyelesaian sengketa pajak sampai dengan peninjauan kembali atas sengketa harga transfer dan hubungan istimewa untuk 34 putusan pada 2021 mencapai selama 49 bulan, dengan waktu terlama adalah 127 bulan dan waktu tercepat adalah 31 bulan.

Lamanya proses penyelesaian sengketa akan menyita sumber daya wajib pajak dan otoritas perpajakan.

Berdasarkan data OECD pada 2023, Mutual Agreement Procedure (MAP) sebagai salah satu bentuk ADR, mampu menyelesaikan sengketa harga transfer dengan rata-rata waktu 15,48 bulan sampai dengan 29,46 bulan serta untuk sengketa lainnya selama 8,85 bulan hingga 23,04 bulan.

Dari data di atas, penyelesaian sengketa menggunakan mekanisme ADR diketahui bisa lebih cepat dibandingkan dengan penyelesaian sengketa menggunakan jalur litigasi.

Meninjau ADR dengan Kacamata Legal System

Friedman (1975) berpendapat bahwa a legal system in actual operation is a complex organism in which structure, substance and culture interact. Maksudnya, efektivitas sistem hukum ditentukan oleh 3 hal yang saling terkait dan berinteraksi, yaitu legal structure (lembaga/institusi), legal substance (peraturan), dan legal culture (budaya masyarakat).

Kita bahas satu per satu.

Pertama, untuk menerapkan ADR, dibutuhkan legal structure berupa lembaga yang akan melaksanakan proses ADR. Lembaga ini harus memiliki kredibilitas dan mutual trust yang tinggi sehingga masyarakat dan otoritas perpajakan dapat percaya bahwa lembaga ini mampu membantu menyelesaikan sengketa perpajakan.

Lembaga ini harus terdiri dari berbagai elemen yang mewakili kepentingan negara dan masyarakat sehingga dapat melihat suatu sengketa secara objektif dan profesional serta memastikan semua pihak melaksanakan hasil kesepakatan.

Kedua, sebagai payung dari ADR, ADR Rules diperlukan sebagai legal substance sehingga asas legalitas dari pelaksanaan ADR dapat terpenuhi. ADR Rules harus mencakup prosedur, tanggung jawab, dan perlindungan bagi para pihak serta dapat mengidentifikasi dan memitigasi risiko yang timbul dari pelaksanaan ADR.

Selain itu, ADR Rules harus mengatur produk yang digunakan untuk melaksanakan hasil ADR sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Penggunaan nota kesepakatan antara otoritas perpajakan dengan wajib pajak dan/atau putusan Pengadilan Pajak dapat menjadi alternatif produk hukum.

Hal tersebut sejalan dengan produk ADR di lembaga peradilan negeri dan agama sehingga Mahkamah Agung (MA) selaku lembaga yudikatif tertinggi dapat melakukan pemantauan dan pengawasan atas pelaksanaan ADR perpajakan di Indonesia.

Ketiga, budaya hukum (legal culture) dalam masyarakat berperan penting dalam kesuksesan pelaksanaan ADR. Pemahaman dan persepsi masyarakat terhadap pajak akan mendukung peran serta masyarakat dalam pelaksanaan ADR. Peningkatan literasi perpajakan dan transparansi penggunaan pajak akan menentukan perilaku dan kepatuhan masyarakat.

Lalu, apakah ADR dapat menjadi solusi atas permasalahan sengketa perpajakan di Indonesia? Di tengah minimnya literasi perpajakan dan pembaharuan sistem inti perpajakan (coretax system), penggunaan ADR secara selektif akan menjadi alat penyeimbang untuk tetap dapat meningkatkan penerimaan namun juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Yang tak kalah penting, guna mengantisipasi moral hazard, penerapan governance, risk and compliance dalam setiap tahapan ADR akan memastikan pelaksanaan ADR dilaksanakan berdasarkan niat dan tata kelola yang baik.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.