Safruddin,
PAJAK barang dan jasa tertentu (PBJT), sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), bukanlah pajak baru yang menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD).
PBJT adalah reklasifikasi dari 5 jenis pajak berbasis konsumsi yang sudah ada sebelumnya. Adapun kelima jenis pajak yang dimaksud adalah adalah pajak restoran, pajak hotel, pajak hiburan, pajak parkir, serta pajak penerangan jalan.
Dalam konteks pajak kewenangan pemerintah pusat, pajak atas konsumsi dikenal dengan istilah pajak pertambahan nilai (PPN) yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta perubahannya (UU PPN).
Untuk menghindari duplikasi pemungutan pajak atas objek yang sama, dalam UU PPN telah diatur atas barang dan jasa tertentu dalam kelompok makanan dan/atau minuman, jasa kesenian dan hiburan, jasa parkir, dan jasa perhotelan tidak dikenai PPN.
Adapun kriteria dan perinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2022. Konsumsi atas tenaga listrik merupakan objek PPN, tetapi mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022.
Mengingat pemerintah daerah (pemda) mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya, sudah sepatutnya pemda harus inovatif dalam mencari sumber-sumber pendapatan yang baru.
Salah satu skema yang dapat dijadikan alternatif kebijakan adalah perluasan objek PBJT, terutama jasa telekomunikasi. Konsumsi atas jasa telekomunikasi memiliki potensi yang sangat besar seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi pada zaman digital sekarang ini.
DARI sisi hukum, penambahan objek PBJT dapat dilakukan dengan mengubah UU HKPD tanpa perlu mengubah UU PPN. Hal ini dikarenakan pengaturan pajak atas konsumsi dalam UU HKPD bersifat lex specialist terhadap UU PPN.
Peluang penambahan konsumsi jasa telekomunikasi sebagai objek pajak PBJT sangat besar walaupun tidak termasuk dalam kelompok barang dan jasa yang tidak dikenai PPN. Jasa telekomunikasi telah menjadi barang strategis untuk mendukung pembangunan nasional sehingga selayaknya mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai Pasal 16B UU PPN.
Selain itu, pengalihan konsumsi jasa telekomunikasi dari objek PPN menjadi objek PBJT akan sangat menguntungkan dalam mendorong kepatuhan wajib pajak. Sesuai dengan teori development from below, orang akan lebih bersedia membayar pajak kepada pemerintah daerah daripada kepada pemerintah pusat karena mereka dapat secara mudah melihat manfaat langsung dalam pembangunan di daerah mereka (Davey, 1988).
Pengalihan ini pun tidak akan berdampak signifikan terhadap penerimaan negara karena PPN yang dipungut selama ini pada dasarnya dialokasikan kembali ke daerah dalam bentuk dana transfer ke daerah (TKD) sebagai belanja negara.
MENGINGAT luasnya ruang lingkup, perlu dipertimbangkan batasan jasa telekomunikasi yang dapat dilakukan pemungutan oleh pemda.
Dalam tahap awal, konsumsi atas pulsa (termasuk pulsa data dan kartu perdana) oleh konsumen akhir adalah objek PPN yang paling mudah dialihkan menjadi objek PBJT. Subjek pajaknya adalah konsumen akhir dan wajib pajaknya adalah penyelenggara jasa telekomunikasi.
Untuk kemudahan wajib pajak PBJT dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan PBJT atas jasa telekomunikasi terutang per daerah, masa pajak ditetapkan per triwulan atau mengikuti masa pelaporan penyelenggara jasa telekomunikasi kepada kementerian yang membidangi telekomunikasi.
Selanjutnya, wilayah pemungutan tiap pemda didasarkan pada Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang diregistrasi pada saat aktivasi nomor ponsel. Dasar pengenaan pajaknya sebesar jumlah tagihan bagi konsumen pascabayar dan jumlah pembelian bagi pelanggan prabayar.
Saat terutang PBJT atas jasa telekomunikasi hanya pada saat penggunaan atau pembelian pulsa oleh konsumen akhir, baik secara langsung ke penyelenggara jasa telekomunikasi maupun melalui distributor.
Jumlah data penggunaan dan pembelian pulsa dihitung dan diadministrasikan by system oleh penyelenggara jasa telekomunikasi. Jadi, penjualan pulsa dari penyelenggara jasa telekomunikasi ke distributor atau antardistributor tidak terutang PBJT.
Berdasarkan pada data laporan keuangan dari 4 penyelenggara telekomunikasi seluler besar, yaitu Telkomsel, Indosat, XL Axiata, dan Smartfren, total penjualan layanan data/internet mencapai Rp142,4 triliun sepanjang 2022. Penjualan ini ini tumbuh 17,2% dari tahun sebelumnya sehingga potensi PBJT dari sektor ini masih sangat menjanjikan.
Dalam momentum tahun pemilihan umum (pemilu), para calon presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif dapat menjadikan konsep ini sebagai bahan jualan dalam kampanye. Isu utama berupa tarif PBJT yang lebih rendah dari PPN serta pengecualian PBJT yang dapat disesuaikan dengan aspirasi pemilih melalui peraturan daerah tiap pemda. Isu ini akan menjadi sangat menarik.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.