Munadil Likhairi,
TEKNOLOGI terus berkembang dari zaman ke zaman. Segala urusan jadi lebih mudah. Revolusi industri 4.0 yang bergulir pun telah melahirkan terobosan termaju dan terbaru, yaitu artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Artificial intelligence merupakan kecerdasan dan ketepatan komputer beralgoritma yang mengolah big data super masif. AI mampu memberikan informasi-informasi yang kita butuhkan atau menjalankan perintah sesuai dengan yang diprogramkan.
Saat ini, artificial intelligence telah masuk ke berbagai lini kehidupan. Dengan kemampuan mengolah data yang begitu besar, artificial intelligence mampu memberikan informasi, solusi, dan juga konsultasi atas setiap permasalahan. Tentunya hal ini sangat membantu segala pekerjaan manusia yang kian kompleks, terlebih sudah banyak bagian pekerjaan yang sudah dijalankan secara otomatis.
Sebagai contoh, kita mungkin pernah mendengar Alexa, artificial intelligence yang dikembangkan oleh perusahaan Amazon. Alexa sanggup mengubah suasana ruangan hanya dengar perintah suara, seperti membuka pintu, mengaktifkan AC, menghidupkan lampu, hingga memutar musik.
Contoh lain, ketika ingin mencari lagu tetapi tidak mengetahui judulnya, kita bisa memanfaatkan Google Voice. Hanya dengan mengucap sebagian lirik dari lagu tersebut, kita dapat menemukan lagu secara utuh.
Berbagai lembaga di Indonesia pun sudah banyak memanfaatkan artificial intelligence dalam proses administrasinya. Sebut saja e-Tilang yang diterapkan oleh beberapa kepolisian daerah di Indonesia. Penindakan tilang tak lagi secara langsung oleh polisi, tetapi cukup dengan memantau CCTV yang terpasang di banyak titik. Selanjutnya, surat tilang dikirim ke alamat pelanggar dengan melihat pelat nomor kendaraan. Denda pun dibayarkan melalui aplikasi.
Dengan artificial intelligence, terbukti bahwa sejumlah proses adminisitrasi kepolisian menjadi lebih efektif dan efesien. Pelanggar pun tidak harus menyerahkan KTP, SIM, atau BPKB-nya sebagai jaminan dan hanya cukup membayar denda pelanggaran melalui aplikasi.
Artifical Intelligence di Bidang Perpajakan
PEMANFAATAN artificial intelligence di bidang perpajakan juga bisa ditemukan. Contohnya, ketika kita ingin membuat NPWP, kini tak perlu lagi harus datang ke kantor pajak. Wajib pajak cukup melakukan registrasi secara online pada laman ereg.pajak.go.id, lalu mengisi data diri dengan valid. Jika tahapan pendaftaran rampung, NPWP akan dikirim via email pendaftar.
Lebih jauh lagi, bahkan beredar rumor bahwa segala bentuk pelayanan administrasi di berbagai lembaga pemerintahan tidak lagi menggunakan manusia sebagai petugas penerima layanan, tetapi menggunakan artificial intelligence.
Kabar ini bisa dibilang sebagai kabar baik atau buruk sekaligus. Menjadi kabar baik lantaran selama ini pelayanan petugas di lapangan kerap dinilai tak memuaskan. Belum lagi informasi yang diberikan juga dipandang setengah-setengah. Penggunaan artifical intelligence tentu menjawab tantangan-tantangan itu.
Di sisi lain, pemanfaatan AI berpotensi menggerus tugas-tugas lapangan aparatur sipil negara (ASN) sebagai pelayan publik. Muncul kekhawatiran bahwa makin tinggi pemanfaatan AI, makin tergerus juga ruang pelayanan oleh ASN. Pada akhirnya, muncul pergeseran penanganan pekerjaan, dari yang sebelumnya ditangani oleh petugas menjadi sepenuhnya digital oleh AI.
Namun, di luar plus minus di atas, pemerintah memiliki koridor tentang sejauh mana AI bisa dimanfaatkan. Begitu juga dengan otoritas pajak, penggunaan AI tentu sudah dikaji.
Penulis meyakini penggunaan AI memang menggiurkan untuk diterapkan di bidang perpajakan. Namun, masih ada celah teknologi yang mengancam seperti pembobolan data wajib pajak atau kerusakan malware oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Perlu dicatat, digitalisasi pada berbagai sektor ekonomi digital akan berpotensi meningkatnya penghindaran wajib pajak, seiring dengan merebaknya shadow economy di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia (DDTCNews). Shadow economy merujuk pada kegiatan ekonomi yang biasanya dijalankan oleh pihak-pihak yang tak berbadan hukum. Hal ini membuat penghasilannya tak bisa dilacak dengan baik oleh otoritas pajak.
AI Tak Boleh Menggerus Kepatuhan
APABILA semua administrasi pajak dikerjakan oleh artificial intelligence, dikhawatirkan akan muncul ketidakpatuhan dalam membayar wajib pajak. Hal ini disebabkan tergerusnya tugas lapangan yang dijalankan oleh petugas pajak. Hal ini dikhawatirkan membuat fungsi pengawasan secara langsung ikut berkurang.
Oleh karena itu, meskipun semua administrasi pajak, mulai dari pendaftaran NPWP, pembayaran pajak kendaraan, prepopulated data, hingga virtual help desk dijalankan secara digital, kesiapan sistem perpajakan menggunakan petugas formal (pegawai otoritas) tetap perlu dijaga oleh otoritas pajak.
Kini, segala urusan administrasi perpajakan sudah menggunakan petugas informal, yakni pemanfaatan artificial intelligence. Hal itu tidak boleh menghilangkan peran dan tugas petugas formal di kantor dan di lapangan.
Satu hal yang pasti, berkembangnya artificial intelligence ini seharusnya menjadi tantangan bagi para petugas formal dengan terus berupaya meningkatkan pelayanan langsung yang ramah, efisien, dan informatif agar tidak kalah saing dengan teknologi.
Catatan pentingnya, petugas pajak formal harus mampu beradaptasi dengan perkembangan artificial intelligence ini agar profesionalisme terus meningkat.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.