PEMILIHAN umum segera dihelat. Ditjen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengimbau para calon legislatif yang akan bertarung di kontestasi Pemilu 2019 agar taat pajak dan memilki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Para calon wakil rakyat itu nantinya harus menjadi teladan dalam hal ketaatan pajak, tidak hanya dari sisi demokrasi dan politik.
Pemerintah sendiri telah menyiapkan anggaran senilai Rp26 triliun untuk pesta demokrasi tahun 2018, baik untuk pelaksanaan pilkades serentak maupun persiapan pemilu 2019. Alokasi dana pemilu mencapai Rp 16 trliun. Dengan hal tersebut, pesta demokrasi dapat berjalan lancar. Audit penggunaan keuangan pun dapat dilakukan dengan baik. Tingkat partisipasi pemilih pada semua penyelenggaraan pemilu diharapkan juga dapat meningkat.
Mengapa pemerintah menganggap bantuan keuangan kepada partai politik (parpol) itu penting? Terdapat beberapa hal yang dapat dipahami sebagai makna di balik bantuan keuangan itu. Pertama, iuran anggota parpol yang besarnya telah ditentukan oleh AD/ART masing-masing partai. Atas pemayaran iuran tersebut sesuai pasal 4 ayat (1) Huruf o Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) termasuk objek pajak.
Kedua, sumbangan yang sah diterima parpol sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh dan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) No.245/PMK.03/2008, bila ditafsirkan secara contrario, termasuk dalam objek PPh.
Ketiga, bantuan keuangan yang diterima parpol dari APBN dan APBD sesuai dengan pasal 4 ayat (3) UU PPh tidak termasuk objek nonpajak PPh. Pasal 43 ayat (4) UU Parpol menegaskan bahwa bantuan keuangan tersebut diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota parpol dan masyarakat.
Esensi Bantuan Keuangan Parpol
Memang banyak orang tidak setuju dengan keputusan pemerintah ini. Namun, keputusan sudah diambil melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.1/2018. Dengan demikian, apapun kondisi yang terjadi, ketentuan itu harus dilaksanakan sebagai konsekuensi dari kebijakan politik. Hal yang penting adalah melihat esensi bantuan keuangan parpol.
Pertama, sebagai institusi yang menerima bantuan keuangan pemerintah (publik), parpol diwajibkan untuk siap diperiksa secara mendalam. Ini sebagai konsekuensi menjadi institusi yang melaksanakan keterbukaan informasi publik sesuai UU No.14/2008. Hasil pemeriksaan atas penggunaan dana tersebut dapat diumumkan ke publik.
Kedua, ketika gagal melakukan keterbukaan, parpol siap untuk mendapat pengurangan bantuan pada tahun berikutnya. Pengurangan dilakukan berdasarkan pada jumlah dana yang digunakan tapi tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Ketiga, setiap partai siap dilikuidasi ketika terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di dalam rekrutmen keanggotaan, pengangkatan kader partai, dan penanggungjawaban keuangan dana publik. Keempat,melaksanakan pendidikan politik secara konsisten dan berkelanjutan. Kelima, mendirikan sekolah kader yang menjadi sarana bagi pengaderan sebelum terjun atau diterjunkan ke pentas politik.
Lantas, ketika ditanyakan, apakah pelaku korupsi selalu berasal dari parpol? Jawaban untuk pertanyaan itu bisa ‘ya’, tapi bisa juga ‘tidak’, tergantung dari sudut pandang penjawab. Yang jelas, dampak negatif korupsi sangat besar bagi rakyat. Akibat korupsi, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan hanyalah sebuah impian yang tidak terwujud. Dari sana, bisa dikatakan ‘Indonesia is the big country, but it is not come true yet’.
Tidak seharusnya bantuan keuangan parpol menjadi bancakan dan dikorupsi. Bantuan tersebut seharunya menjadi instrumen masyarakat untuk mensejahterakan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Dengan instrumen itu, ada upaya untuk mewujudkan jaminan pendidikan, kesehatan, akses air bersih, dan lain sebagainya kepada masyarakat. Namun, yang lebih penting lagi adalah mengelola sumber-sumber pendapatan negara, khususnya penerimaan perpajakan.
Berkaca pada kondisi tersebut, reformasi perpajakan menjadi solusi. Tujuannya adalah untuk mewujudkan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel. Tidak hanya itu, sinergi yang optimal antarlembaga mutlak dibangun. Hal ini terutama guna memperkuat fungsi pengawasan maupun pemeriksaan dalam proses intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.
Kunci dari upaya pemberantasan korupsi adalah pemimpin yang bersih dan tegas. Hukum harus dijadikan panglima. Kita berharap dengan bantuan keuangan parpol yang tergolong besar ini, ada peningkatan pendidikan politik kepada kader dan masyarakat.*