Civitas akademika Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat seusai diskusi bulanan. (Foto: IESP-FEB ULM)
BANJARMASIN, DDTCNews—Tingkat kemiskinan di Indonesia memang telah menurun sejak 2009, tetapi dengan kecepatan penurunan yang kian melambat. Hal ini mengindikasikan faktor-faktor yang berpotensi mengurangi tingkat kemiskinan juga mengalami perlambatan.
Dwi Rahayu, dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lambung Mangkurat mengatakan pada 2009-2014 tingkat kemiskinan di Indonesia turun 3,19%, sedangkan pada 2014-2018 tingkat kemiskinan hanya turun 1,3%.
“Meski tingkat kemiskinan menurun, dari sisi jumlah, penduduk miskin di Indonesia masih cukup besar, yaitu sekitar 25,67 juta jiwa,” ujarnya dalam diskusi bulanan Jurusan IESP, FEB Universitas Lambung Mangkurat, di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (4/7/2019).
Diskusi bertema ‘Menurunkan Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia’ tersebut dimoderasi oleh dosen IESP Sri Mualida. Diskusi, seperti dikutip dari iesp.ulm.ac.id, dihadiri oleh para mahasiswa dan dosen di lingkungan FEB Universitas Lambung Mangkurat.
Dwi Rahayu mengatakan melambatnya laju penurunan kemiskinan disebabkan antara lain oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang stagnan dan melambatnya pertumbuhan daya beli masyarakat. Perlambatan ini pula yang menjelaskan kenapa ketimpangan di Indonesia masih tinggi.
Merujuk data Credit Suisse Global Wealth Databooks, ia menjelaskan, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3% aset. Ketimpangan tersebut didorong oleh kesenjangan akses pelayanan dasar, dan kualitas pekerja antara low skilled dengan high skilled.
Ditinjau dari sisi spasial, lima provinsi dengan tingkat kemiskinan paling tinggi berada di Indonesia bagian timur. Sedangkan provinsi yang paling banyak jumlah penduduk miskinnya adalah tiga provinsi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Dewi Rahayu menggarisbawahi kemiskinan dapat disebabkan masalah rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan kondisi keterisolasian, dan lemahnya motivasi serta kesadaran untuk lepas dari kungkungan kemiskinan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.