UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI

Profesional DDTC Paparkan Pentingnya Pemahaman Soal Transfer Pricing

Redaksi DDTCNews
Kamis, 14 Maret 2019 | 17.52 WIB
Profesional DDTC Paparkan Pentingnya Pemahaman Soal Transfer Pricing

Senior Manager International Tax/ Transfer Pricing Services DDTC Yusuf Wangko Ngantung (tengah), bersama Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi 2 KPP Pratama Sukabumi  Didi Arifianto (kiri) dan Ketua Tax Centre Universitas Muhammadiyah Sukabumi Ismet Ismatullah. (Foto: DDTCNews)

SUKABUMI, DDTCNews – Pemahaman mengenai regulasi transfer pricing di Indonesia sangat dibutuhkan. Bagaimanapun, transfer pricing merupakan salah satu area yang cukup menantang di dunia pajak.

Hal ini diungkapkan Senior Manager International Tax/Transfer Pricing Services DDTC Yusuf Wangko Ngantung saat menjadi pembicara dalam seminar nasional Taxartion 2019 bertema 'Administrasi Dokumentasi Transfer Pricing sesuai PMK-213/PMK.03/2016' di Universitas Muhammadiyah Sukabumi.

Yusuf mengawali pembahasan dengan memaparkan definisi dari transfer pricing itu sendiri. Transfer pricing, sambungnya, merupakan aspek normal dalam beroperasinya perusahaan multinasional. Kebutuhan penetapan harga transfer tidak bisa dihindarkan.

Dengan demikian, transfer pricing tidak selalu dapat diartikan sebagai bagian dari upaya penghindaran pajak. Transfer pricing baru dapat dianggap penghindaran pajak ketika harga atau laba dari perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi melanggar prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. 

Untuk menganalisis hal tersebut dibutuhkanlah dokumentasi transfer pricing. Lebih lanjut, rencana aksi ke-13 BEPS OECD merekomendasikan adanya perubahan ketentuan pendokumentasian transaksi afiliasi (transfer pricing documentation/TP Doc).

Ada tiga pendekatan pendokumentasian yakni master file, local file, dan country by country reporting (CbCR). Mengadopsi rekomendasi ini, sambung Yusuf, Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No.213/PMK.03/2016. Sekarang, TP Doc terkait dengan pengisian SPT.

“Dalam perkembangannya, sekarang, TP Doc mempunyai keterkaitan dengan pengisian SPT, di mana WP perlu membuat ikhtisar TP Doc dan notifikasi CbCR. Ini bagian yang tidak terpisahkan dari SPT,” katanya dalam seminar yang disponsori DDTC tersebut, Kamis (14/3/2019).

Ketentuan wajib dilampirkannya TP Doc dan notifikasi CbCR ini juga diperjelas dalam Peraturan Dirjen (Perdirjen) Pajak No. PER-02/PJ/2019. Dalam beleid yang ditetapkan dan mulai berlaku pada 23 Januari 2019 ini, SPT wajib diisi dengan lengkap dan sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan.

Selain Yusuf, turut hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut adalah Didi Arifianto, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi 2 KPP Pratama Sukabumi. Didi menyampaikan paparan terkait konsep transfer pricing dan transaksi hubungan istimewa.

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Hubungan istimewa dianggap ada apabila pertama, wajib pajak (WP) mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada WP lain; hubungan antara WP dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua WP atau lebih; atau hubungan di antara dua WP atau lebih yang disebut terakhir.

Kedua, WP menguasai WP lainnya atau dua/lebih WP berada di bawah penguasaan yang sama, baik langsung maupun tidak langsung. Ketiga, terdapat hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Bertindak sebagai moderator dalam seminar kali ini adalah Ketua Tax Centre Universitas Muhammadiyah Sukabumi Ismet Ismatullah. Sebanyak 100 mahasiswa dan dosen turut hadir menjadi peserta seminar ini.

Seminar nasional ini merupakan salah satu bentuk kegiatan setelah adanya nota kesepahaman (MoU) antara DDTC dan Universitas Muhammadiyah Sukabumi. Keduanya sepakat untuk meningkatkan saling keterhubungan antara ilmu dan praktik di bidang pajak.

Hingga saat ini, tercatat ada 11 perguruan tinggi di Indonesia yang telah memiliki MoU pendidikan dengan DDTC. Kesebelas perguruan tinggi itu adalah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro, Universitas Kristen Petra, Institut STIAMI, Universitas Sebelas Maret, Universitas Brawijaya, STHI Jentera, Universitas Kristen Maranatha, dan Universitas Muhammadiyah Sukabumi.  

Deretan MoU yang dilakukan dengan sejumlah perguruan tinggi ini menjadi wujud nyata dari komitmen DDTC untuk mengeliminasi asimetri informasi di bidang pajak, sekaligus membangun masyarakat melek pajak.(kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.