LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Ketika Capres-Cawapres Berbicara Pajak

Redaksi DDTCNews
Kamis, 10 Januari 2019 | 16.58 WIB
ddtc-loaderKetika Capres-Cawapres Berbicara Pajak
Anak Agung Made Desni Sensini,
S1 Ilmu Hukum STHI Jentera.

PEMILIHAN presiden 2019 cukup menarik karena dua kandidat capres-cawapres bicara soal kebijakan pajak. Dua paslon mempunyai kebijakan pajak yang berbeda, kebijakan pajak kubu pertama, Joko Widodo-Ma’aruf Amin tetap berpijak pada reformasi perpajakan dan meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Sementara, kubu kedua Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membuat ‘kejutan’ baru dengan menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) diikuti dengan penurunan tarif pajak penghasilan orang pribadi (PPh 21), serta menghapuskan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Kebijakan pajak yang akan ditempuh Joko Widodo-Ma’aruf Amin yakni: Pertama, fokus terhadap reformasi perpajakan dengan enam pilar yakni pembenahan organisasi, sumber daya manusia, sistem informasi dan basis data termasuk mengurangi biaya administrasi wajib pajak dan otoritas pajak, mempermudah proses bisnis, harmonisasi peraturan perundang-undangan, serta sinergi pihak lain untuk pertukaran informasi keuangan.

Agenda reformasi perpajakan juga tidak boleh melupakan pembenahan administrasi perpajakan yang nantinya akan mendukung mudahnya proses bisnis, misalnya pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 39/PMK.03/2018 yang mengatur pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditujukan untuk wajib pajak yang memenuhi kriteria wajib pajak patuh yang tergolong berisiko rendah.

Terkait administrasi pajak untuk proses restitusi pendahuluan, akan dilakukan penelitian oleh otoritas pajak mengenai pemenuhan kriteria wajib pajak berisiko rendah, kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, bukti pemotongan PPh serta pajak masukan yang dikreditkan, dan paling lambat satu bulan SKPKPP akan terbit.

Padahal, restitusi sifatnya harus segera/otomatis dibayarkan apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak, dan proses pemeriksaan dan administratif tidak boleh memperlambat proses restitusi.

Jika dilihat praktik di negara lain misalnya otoritas pajak HMRC UK, melakukan simplified tax administration untuk restitusi PPN dengan cara wajib pajak registrasi VAT Online Account dan pengembalian kelebihan bayar pajak melalui debit langsung yang dilakukan HMRC. Berkaca pada hal itu, asas easy of administration dan simplified tax administration harus ditegakkan dalam reformasi pajak.

Dari sisi hukum, program harmonisasi peraturan perundang-undangan digagas dalam reformasi perpajakan. Peraturan perundang-undangan yang baik harus tertib pembentukan (prosedur dan substansi), evaluasi peraturan perundang-undangan, adanya pengujian peraturan perundang-undangan, jenis, hierarki, materi muatan harus jelas, dan partisipasi publik.

Menariknya, peraturan pajak yang dibuat harus merepresentasikan publik sesuai asas tidak ada pajak tanpa representasi. Selama ini, belum ada pedoman formal untuk konsultasi publik, berkas peraturan baik draft peraturan, naskah akademik tidak tersedia dengan baik, tidak ada portal resmi untuk menanggapi pembentukan peraturan, dan partisipasi masih di ranah formal.

Untuk itu, perlu ditentukan level partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, ada tiga level menurut Sherry Arnstein yakni non participation (tidak partisipatif), degress of tokenism (derajat semu), dan degrees of Citizens Powers (kekuatan masyarakat) serta membuat platform online untuk partisipasi publik dalam pembentukan peraturan pajak.

Kedua, meningkatkan PNBP akan dilakukan pasangan capres-cawapres nomor satu, mengingat 29% pendapatan negara berasal dari PNBP. Perlu diperhatikan dari sisi hukum: ketentuan PNBP diatur dalam Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 2018, dalam undang-undang itu terdapat dua sanksi yakni sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sebaiknya, dijunjung tinggi prinsip proposionalitas dalam menjatuhkan  hukuman, sanksi pidana menjadi ultimum remedium, dan dibedakan dolus dan culpa.

Administrasi untuk melaporkan royalti untuk perusahaan barubara kini melalui e-PNBP supaya diketahui apa saja komponen royaltinya, serta sistem informasi PNBP Online. Langkah itu, sangat baik karena administrasi pajak tidak hanya mengumpulkan pendapatan, tetapi juga menciptakan kemudahan untuk meminimalisir sengketa antara wajib pajak dan otoritas pajak.

Lanjut ke Capres-Cawapres nomor urut dua, menyatakan naiknya batas PTKP diikuti penurunan tarif PPh 21 akan meningkatkan daya beli masyarakat yang sedang lesu, dan berujung pada meningkatnya konsumsi rumah tangga.

Idealnya memang demikian, apabila penghasilan tidak potong pajak, otomatis take home-pay akan naik. Ada potensi, pemerintah dapat memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang lebih besar apabila masyarakat mengalihkan uangnya untuk konsumsi.

Namun, perlu dilihat trend saat ini, terjadi pergeseran perilaku masyarakat yang cenderung lebih conscious untuk menabung ini terlihat dari data BPS saat triwulan II- 2016 porsi pendapatan yang dialihkan (switching) untuk ditabung sebesar 18,5% dan mengalami peningkatan saat triwulan II tahun 2017 sebesar 21,1%.

Tidak bisa dijustifikasi pula, pajak adalah satu-satunya faktor yang menyebabkan daya beli masyarakat lesu, bisa saja karena faktor lain misalnya turunnya harga komoditas, kenaikan harga yang diatur oleh pemerintah, serta perubahan pola konsumsi masyarakat.

Terkait permasalahan penerimaan pajak yang rendah, bukan pada  nilai PTKP, tetapi lebih kepada rendahnya tax compliance. Ini dapat dilihat dari Data Kementerian Keuangan, realisasi SPT yang dilaporkan hanya 12,56 juta wajib pajak, padahal jumlah wajib pajak yang harus menyerahkan SPT sebesar 20,17 juta.

Untuk itu, perlu dipertimbangkan untuk pembenahan tax administration, prinsip proposionalitas dalam menerapkan sanksi administratif dan sanksi pidana, serta relasi antara otoritas pajak dengan wajib pajak yang masih menggunakan pendekatan cops and robber, dan pemenuhan hak-hak wajib pajak yang dijadikan pedoman khusus dengan membuat taxpayers charter.

Sebenarnya, kebijakan kenaikan PTKP sebelumnya pernah dilakukan yakni pada 2016 dan berdampak pada turunnya kepatuhan formal yang dilihat dari turunnya jumlah pelaporan SPT sebesar 235.000 dibanding tahun sebelumnya. Melihat hal itu, terjadi tax loss dan pemerintah harus mencari basis pajak yang baru untuk meningkatkan penerimaan negara.

Selain itu, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno juga berencana menghapuskan PBB. Apabila PBB dihapus, daerah akan kehilangan pendapatan terbesarnya, contohnya di DKI Jakarta saja pada tahun 2015, kontribusi PBB sebesar Rp29,08 triliun.

Hal serupa pernah dilakukan Bapenda Kabupaten Badung, menghapus PBB terhadap lahan penduduk asli Badung yang tidak dijadikan alat investasi/bisnis, akibatnya pendapatan daerah hilang sebesar Rp200 miliar dan daerah harus mencari potensi pajak yang baru misalnya dari sektor pariwisata menimbang terjadi perubahan konsumsi masyarakat dari kebutuhan non-leisure menjadi leisure.  

Implementasi naiknya batas PKTP diikuti penurunan tarif PPh 21 serta menghapus PBB membutuhkan waktu yang lama sebab harus merevisi undang-undang PPh dan undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah. Revisi undang-undang membutuhkan partisipasi publik sesuai level partisipasi dan wadah untuk berpartisipasi.

Kebijakan yang diusung oleh kedua capres-cawapres, bisa saja diterapkan asal memperhatikan hukum, administrasi, hak-hak wajib pajak, dan mengedepankan asas-asas dalam memungut pajak guna meminimalisir terjadinya sengketa antara otoritas pajak dan wajib pajak.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.