CUKAI KANTONG PLASTIK

Kemenperin Paparkan Dua Alasan Tolak Cukai Kantong Plastik

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 06 Juli 2019 | 12.50 WIB
Kemenperin Paparkan Dua Alasan Tolak Cukai Kantong Plastik

JAKARTA, DDTCNews - Rencana Kementerian Keuangan memungut cukai kantong plastik mendapat tantangan dari Kementerian Perindustrian. Pungutan cukai dinilai akan memberatkan Industri. 

Direktur Industri Kimia Tekstil dan Aneka Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan dua alasan kenapa pungutan cukai atas kantong plastik tidak tepat.

Pertama, kegiatan produksi plastik yang masih membutuhkan impor bahan baku. Dengan demikian, pengenaan cukai akan semakin membebani biaya produksi pengusaha. 

"Plastik masih membutuhkan impor bahan baku hampir 40%, berbeda dengan tembakau dan minuman beralkohol yang relatif tersedia melimpah di dalam negeri," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (5/7/2019). 

Faktor kedua, pengendalian konsumsi kantong plastik dirasa belum diperlukan. Pembatasan volume konsumsi menurutnya akan menghilangkan peluang investasi dan penerimaan pajak kepada negara. 

Data Kemenperin menyebutkan produksi kantong plastik nasional 360 ribu ton/tahun. Jika dikenakan cukai maka akan berpotensi kehilangan nilai jual sekitar Rp600 miliar/tahun. Kebijakan cukai atas kantong plastik. menurut Taufiek, berpotensi menggerus pertumbuhan industri plastik. 

"Produk domestik bruto dari sektor plastik dan karet tahun 2018 cukup besar, sekitar Rp92 triliun. Meskipun kantong plastik bagian kecil dari sektor plastik namun akan berdampak pada sektor plastik secara keseluruhan," paparnya. 

Alih-alih menerapkan cukai, Taufiek menyarankan Kemenkeu memberikan insentif untuk industri plastik daur ulang. Dengan demikian pengendalian sampah plastik dapat dikontrol secara sistematis karena digunakan kembali dalam proses produksi. 

"Jika tujuan cukai ini untuk pengendalian sampah plastik justru insentif fiskal lain yang harus dikeluarkan untuk industri daur ulang plastik, supaya recyling rate kita meningkat dari 14% ke 25%, sehingga sampah bisa berkurang," imbuhnya. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.