Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menyatakan ada sejumlah manfaat yang dapat dipetik dari implementasi PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dalam 3 tahun terakhir.
Kemenkeu dalam laporan APBN Kita edisi September 2023 menyebut pengenaan PPN PMSE tidak semata-mata untuk perluasan pemajakan. Melalui PPN PMSE, pemerintah dapat menciptakan kesetaraan perlakuan di antara para pelaku PMSE.
"PPN PMSE adalah suatu bentuk pengayoman perniagaan dalam negeri, baik konvensional maupun digital yang di dalamnya terdapat objek PPN," bunyi laporan APBN Kita edisi September 2023, dikutip pada Sabtu (23/9/2023).
PPN PMSE mulai dikenakan pada 1 Juli 2020 atas pemanfaatan barang tidak berwujud maupun jasa dari luar Indonesia di dalam negeri melalui perdagangan yang menggunakan sistem elektronik. Sistem perdagangan ini menjadi menarik karena tidak satu pun barang-barang yang diperjualbelikan, terutama yang berasal dari luar negeri, dibebani dengan PPN. Hal itu berbeda dengan barang berwujud yang dijual secara konvensional.
Sebelum ada PPN PMSE, pemerintah kesulitan melacak maupun memajaki transaksi tersebut sehingga pada akhirnya terjadi potensial loss penerimaan pajak dari sektor ini. Selain itu, para pelaku usaha digital yang memproduksi produk digital dari dalam negeri dan sudah dikenai PPN atas penyerahan barang dagangannya juga ikut dirugikan.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah telah menunjuk berbagai penyedia layanan digital sebagai pemungut PPN. Mereka yakni pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar negeri, dan/atau penyelenggara PMSE dalam negeri.
Kriteria pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE adalah yang memiliki nilai transaksi dengan konsumen Indonesia lebih dari Rp600 juta per tahun atau Rp50 juta per bulan ataupun memiliki traffic di Indonesia lebih dari 12.000 per tahun atau 1.000 per bulan.
Pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE wajib memungut PPN dengan tarif 11% atas produk digital luar negeri yang dijual di Indonesia. Pemungut PPN PMSE harus membuat bukti pungut PPN berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis yang menyebutkan jumlah PPN yang dipungut.
Kemenkeu memandang ketentuan PPN PMSE telah memberikan kepastian hukum dan kesetaraan bagi para pelaku PMSE dalam negeri. Perlakuan pajak yang sama juga mendorong industri digital dalam negeri untuk terus tumbuh dan berkembang karena harganya tidak kalah bersaing dengan produk impor.
Dari sisi pemerintah, PPN PMSE kini menjadi salah satu sumber penerimaan negara. Saat pertama kali diberlakukan pada 2020, penerimaan PPN PMSE tercatat senilai Rp731,4 miliar
Seiring dengan bertambahnya perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE, setorannya telah naik menjadi Rp3,90 triliun pada 2021, Rp5,51 triliun pada 2022, serta Rp4,43 triliun sepanjang Januari-Agustus 2023.
"Artinya, sejatinya PPN PMSE ini dapat dikatakan mendongkrak penerimaan negara cukup signifikan, dan tentu saja juga mendongkrak tingkat transaksi produk dalam negeri," bunyi laporan APBN Kita.
Ke depan, pemerintah akan terus menambah pemungut PPN PMSE sebagai bentuk komitmen untuk mengayomi pelaku usaha. Para pelaku usaha yang ada pun pada akhirnya diharapkan mampu mendorong perekonomian Indonesia. (sap)