BERITA LELAYU

Jakob Oetama Berpulang, Ini Legacy-nya untuk Pajak

Redaksi DDTCNews
Kamis, 10 September 2020 | 16.59 WIB
Jakob Oetama Berpulang, Ini Legacy-nya untuk Pajak

Jakob Oetama (kanan), saat menjadi Pemimpin Redaksi Kompas (1965-2000). (Foto: Kompas)

JAKARTA, DDTCNews—Pendiri Grup Kompas Gramedia Jakob Oetama (88) berpulang pada Rabu (9/9/2020). Almarhum meninggal di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, pada pukul 13:05 WIB, dan dimakamkan Kamis (10/9/2020) di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

Bertindak selaku inspektur upacara pemakaman adalah mantan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla. Sejumlah tokoh nasional mulai dari Presiden, mantan Presiden, juga ormas seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama telah menyampaikan ucapan bela sungkawa.

Jakob Oetama adalah jurnalis senior dan tokoh pers nasional. Ia lahir pada 27 September 1931 di Desa Jowahan, Borobudur, Jawa Tengah. Awalnya cita-citanya menjadi guru seperti ayahnya. Cita-citanya itu kesampaian. Sebelum menjadi wartawan, Jakob sempat menjadi guru di sejumlah sekolah.

“Itu beliau mengajar sudah mapan. Tapi kemudian diprovokasi Pastor JW Oudejans OFM, Pemimpin Umum Penabur. Yang jadi guru sudah banyak, wartawan sedikit,” kata Ninok Leksono, Rektor Universitas Multimedia Nusantara yang juga wartawan senior Kompas, dalam breaking news Kompas TV, Rabu (9/9/2020).

Ia sempat mengajar di SMP Mardi Yuwana Cipanas (1952), Sekolah Guru Bagian B Lenteng Agung, dan SMP Van Lith Jakarta (1955). Setelah itu, ia menjadi redaktur Majalah Penabur (1955), lalu mendirikan Majalah Intisari bersama kawannya, Petrus Kanisius Ojong (1963).

Bersama PK Ojong pula, Jakob yang biasa dipanggil Pak J-O, kodenya dalam penulisan berita dan satu-satunya yang dipanggil ‘Pak’ di Kompas, lalu mendirikan Kompas pada 1965, koran yang kelak jadi koran terbesar se-Indonesia dengan moto Amanat Hati Nurani Rakyat.

Kini, Intisari dan Kompas berkembang jadi Grup Kompas Gramedia, konglomerasi media terbesar di Tanah Air. Grup ini menampung 22 ribu pegawai dengan berbagai usaha seperti media cetak, online, televisi, radio, hotel, percetakan, penerbit, toko buku, universitas, event organizer, dan produsen tisu.

Joseph Osdar, wartawan senior Kompas, dalam breaking news itu juga mengaku, pada masa pemerintahan Presiden Yudhoyono, ia pernah dipanggil ke ruangan Pak JO. “Tadi Bu Sri Mulyani bilang begini, pajaknya Pak Jakob ini begini [sambil mengangkat dua jempolnya],” kata Osdar mengutip Jakob.

Lilik Oetama, Presiden Direktur Kompas Gramedia sekaligus anak kedua Jakob, memberi kesaksian. “Bapak selalu berpesan, kita harus bayar pajak, karena pajak itu untuk negara, dan negara itu untuk masyarakat, bisa berupa pembangunan, infrastuktur. Sampai sekarang masih kita ikuti pesan itu,” katanya. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Ahmadanoval
baru saja
Tapi msh byk perusahaan di bankrutkan oleh pajak dengan SKPKB yg diluar logika eko nomi. Cth omzet 600 juta disuruh byr pajak 550juta dgn SKPKB dan STP nya. Prihatin sekali UU perpajakan masih mengeluarkan kebijakan yg memberatkan kalangan pengusaha dgn hasil pemeriksaan diluar logika ekonomi.