PENANAMAN MODAL

Insentif Fiskal Bukan Penentu Utama Masuknya Investasi

Redaksi DDTCNews
Jumat, 08 Februari 2019 | 10.23 WIB
Insentif Fiskal Bukan Penentu Utama Masuknya Investasi

Ekonom Senior Indef Nawir Messi (kiri) dalam diskusi bertajuk ‘Tantangan Mendorong Pertumbuhan dan Menarik Investasi di Tahun Politik’, Kamis (7/2/2019).

JAKARTA, DDTCNews – Guyuran insentif fiskal bukan menjadi satu-satunya penentu masuknya investasi, terutama penanaman modal asing, ke Indonesia.

Ekonom Senior Indef Nawir Messi mengatakan guyuran insentif fiskal yang diberikan pemerintah bukan menjadi pertimbangan utama investor membenamkan modalnya di Tanah Air. Pasalnya, ada faktor lain yang justru memiliki pengaruh lebih besar seperti masalah tenaga kerja.

“Insentif itu bukan penentu, tapi lebih kepada pemanis untuk meningkatkan daya tarik,” katanya dalam diskusi bertajuk ‘Tantangan Mendorong Pertumbuhan dan Menarik Investasi di Tahun Politik’, Kamis (7/2/2019).

Faktor dinamika ketenagakerjaan, disebutnya, memainkan peran sentral dalam keputusan investor masuk ke Indonesia atau memilih negara lain. Perbaikan sektor ini menurutnya tidak banyak disentuh pemerintah sepanjang 2018.

Salah satu isu dalam ranah ini adalah terkait dengan produktivitas tenaga kerja dan imbal hasil yang diterima. Selama ini, peningkatan produktivitas tidak berbanding lurus dengan naiknya upah tenaga kerja di Indonesia setiap tahun. Hal ini menimbulkan adanya inefisiensi.

"Saya kira Kemenaker sudah saatnya untuk melihat kembali apakah rezim ketenagakerjaan yang ada sekarang ini masih friendlyuntuk menarik investor atau tidak. Jangan-jangan sistem ketenagakerjaan kita ini justru menjadi penghalang bagi investor terutama investor asing,” imbuhnya.

Faktor ini menurutnya harus menjadi perhatian pemerintah karena berkorelasi erat dengan dua mesin pertumbuhan ekonomi yakni ekspor dan investasi. Kedua aspek ini tercatat mandek selama 2018.

Hal tersebut yang kemudian tercermin dari melebarnya defisit neraca perdagangan dan terkontrakasinya pertumbuhan investasi asing. Praktis, perekonomian nasional masih mengandalkan konsumsi dalam negeri yang masih menorehkan hasil positif dengan bergerak moderat di kisaran 5%.

“Di negara-negara yang normal, yang perekonomiannya sudah maju, sumber pertumbuhannya lebih banyak dari ekspor sama investasi. Kita pada dua ini masih relatif sangat lemah ya,” kata Nawir. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.