KEBIJAKAN PAJAK

Implementasi Konsensus Pajak Global Diprediksi 2024, Ini Kata Kemenkeu

Redaksi DDTCNews | Minggu, 26 September 2021 | 08:30 WIB
Implementasi Konsensus Pajak Global Diprediksi 2024, Ini Kata Kemenkeu

Gedung Kementerian Keuangan. (foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memperkirakan implementasi penuh konsensus global pajak internasional baru terealisasi pada 2024.

International Tax Analyst BKF Kemenkeu Melani Dwi Astuti mengatakan OECD menetapkan target implementasi hasil konsensus pada 2023. Menurutnya, hal tersebut menjadi tantangan teknis pada kebijakan domestik.

"OECD menetapkan target efektif berlaku pada 2023 karena perjanjian multilateral baru berlaku efektif setelah diratifikasi," katanya dikutip pada Minggu (26/9/2021).

Baca Juga:
Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Melani menuturkan proses umum yang dibutuhkan negara untuk melakukan ratifikasi atas perjanjian multilateral memakan waktu hingga dua tahun. Untuk itu, proyeksi Kemenkeu untuk implementasi penuh konsensus global baru berlaku pada 2024.

Dia menyampaikan progres pembahasan konsensus akan masuk pada tahap penjabaran ketentuan teknis dari Pilar 1 dan Pilar 2 pada Oktober 2021. Sampai saat ini, sudah 132 negara/yurisdiksi dari 139 negara yang setuju dengan kerangka konsensus pajak internasional.

Jika agenda technical detail berjalan mulus maka persetujuan akan diteken tahun depan. Selanjutnya, diharapkan konsensus global dapat berlaku efektif pada 2023. "Berdasarkan pengalaman selama ini, proses ratifikasi butuh waktu dua tahun," ujarnya.

Baca Juga:
Otoritas Ini Mulai Pertimbangkan Kembali Program Diskon Cukai Solar

Melani menambahkan salah satu dampak implementasi konsensus pajak internasional jika tidak ada perubahan berarti pada kedua pilar adalah perlu diubahnya skema insentif pajak. Hal tersebut berlaku jika Pilar 2 dengan opsi pajak minimum global untuk perusahaan multinasional berlaku.

Sebab, setiap perusahaan wajib dikenakan beban pajak minimum dimanapun lokasi operasional perusahaan. "Pilar kedua berpotensi menetralisir dampak insentif pajak terhadap investasi. Maka desain insentif harus disesuaikan," tutur Melani. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

30 September 2021 | 10:19 WIB

Indonesia dalam hal ini dapat membuat rencana atau draft terlebih dahulu sehingga ketika konsensus pajak global selesai, tidak terjadi dispute yang banyak serta tidak memakan waktu yang lama untuk menerapkannya secara lebih lanjut

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT

Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Kamis, 25 April 2024 | 15:00 WIB KOTA TANGERANG SELATAN

BPHTB Kini Terutang Saat PPJB, Jadi Peluang Peningkatan Penerimaan

Kamis, 25 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Bagikan Tip Terhindar Sanksi Saat Belanja Online dari Luar Negeri

Kamis, 25 April 2024 | 14:17 WIB KABUPATEN JOMBANG

Objek PBB-P2 Didata Ulang, Pemkab Hitung Pajak Terutang yang Akurat