BERITA PAJAK HARI INI

IMF: Reformasi Pajak RI Perlu Diperkuat

Wahyu Budhi Prabowo | Kamis, 16 November 2017 | 09:28 WIB
IMF: Reformasi Pajak RI Perlu Diperkuat

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Kamis (16/11) kabar datang dari IMF soal reformasi pajak di Indonesia. Berdasarkan Article IV Consultation IMF, reformasi pajak perlu diperkuat mengingat Indonesia memerlukan peningkatan pendapatan negara untuk membiayai belanja pembangunan, reformasi pasar produksi, tenaga kerja, serta sektor keuangan.

Kepala Divisi 2 Departemen Asia dan Pasifik IMF Luis E. Breuer mengatakan untuk mendorong pertumbuhan inklusif dalam jangka menengah dan potensi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan kerja dari angkatan kerja muda, memerlukan reformasi dalam hal peningkatan pendapatan. Menurut IMF, kebijakan fiskal harus dirancang secara tepat untuk membangun kembali penyangga fiskal dengan menargetkan defisit anggaran yang lebih rendah pada 2018.

Di sektor keuangan, IMF memandang kebijakan keuangan Indonesia harus tetap fokus untuk menjaga stabilitas keuangan. Adapun risiko domestik yang juga patut diawasi adalah kekurangan penerimaan pajak dan kondisi keuangan global yang lebih ketat yang berpotensi mendorong tingkat suku bunga domestik.

Baca Juga:
Aturan Bukti Potong Direvisi, Instansi Pemerintah Perlu Perhatikan Ini

Berita lainnya adalah mengenai langkah Sri Mulyani mengejar setoran. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Langkah Sri Mulyani Kejar Setoran Tanpa Menakuti Wajib Pajak

Dalam rangka mengumpulkan setoran negara dari sektor pajak, pemerintah harus memberikan kondisi yang nyaman dan menjaga kepercayaan wajib pajak (WP) dalam membayarkan kewajiban. Penerimaan pajak hingga Oktober 2017 telah mencapai 66,85% atau Rp 858,047 triliun dari target APBN-P 2017 yang sebesar Rp 1.283,6 triliun. Jika dihitung penerimaan pajak masih kurang 33,15% atau setara dengan Rp 425,56 triliun dari target tersebut. Setidaknya mendekati akhir tahun dengan penerimaan pajak yang kurang Rp 425,56 triliun, sempat membuat WP tidak nyaman, yakni persoalan bukti permulaan dan juga pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan (PPh) bagi peserta tax amnesty. Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tetap mengejar penerimaan secara profesional alias sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku.

  • Pengusaha Cemaskan Pajak

Kalangan pengusaha mencemaskan rezim pajak saat ini. Meski aturan perpajakan masih ramah bisnis (business friendly), para pengusaha sering merasa waswas karena Ditjen Pajak kerap mengumumkan kebijakan yang masih prematur, tanpa dikomunikasikan dan disosialisasikan terlebih dahulu kepada dunia usaha. Kalangan pengusaha juga menganggap pemerintah kurang konsisten memberikan garansi pengampunan pajak (tax amnesty). Buktinya, sejumlah pengusaha yang sudah mengikuti program pengampunan pajak dan telah mengantongi surat keterangan lunas (SKL) tetap diperiksa aparat pajak.

Baca Juga:
Jika Berjalan Nanti, Coretax Diyakini Dongkrak Pendapatan Negara
  • Pengurusan Surat Bebas PPh Peserta Amnesti Pajak Dipermudah

Kementerian Keuangan akan merevisi aturan mengenai keperluan penandatanganan Surat Pernyataan Notaris antara nominee dan WP serta proses balik nama di Badan Pertahanan Nasional. Hal itu berkaitan dengan fasilitas pembebasan pajak penghasilan atas pengalihan tanah dan bangunan yang telah dideklarasikan dalam program amnesti pajak. Dalam revisi tersebut, Sri Mulyani menegaskan, dalam proses balik nama, WP dapat menggunakan SKB PPh atau salinan surat keterangan pengampunan pajak. Ketentuan itu juga sejalan dengan peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Dalam Rangka Pengampunan Pajak. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), terdapat 151 ribu WP yang berpotensi memanfaatkan fasilitas SKB PPh. Hingga 14 November 2017 baru 29 ribu WP atau 19% yang sudah mengurusnya dari total keseluruhan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 80% permohonan diterima sedangkan sisanya ditolak karena masalah persyaratan formal yang tidak dipenuhi dan adanya perbedaan data.

  • Malas Lapor SPT, Siap-Siap Diperiksa Dirjen Pajak

Masih tingginya angka ketidakpatuhan wajib pajak untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) membuat Direktorat Jenderal Pajak mengancam akan melakukan upaya pemeriksaan. Tindakan ini dilakukan karena sampai akhir Oktober lalu, jumlah yang belum melapor mencapai 70,73% dari total WP sebesar 16,6 juta. Peringatan serius itu diungkapkan, pasalnya isu kepatuhan menjadi salah satu agenda utama reformasi perpajakan yang saat ini digenjot pasca implementasi pengampunan pajak atau tax amnesty. Seperti diketahui tak hanya soal penerimaan, pekerjaan rumah bagi Ditjen Pajak untuk meningkatkan kepatuhan WP tahun ini juga masih belum rampung, malahan fenomenanya cenderung stagnan dalam kurun waktu dua bulan terakhir. Apabila diukur dari jumlah realisasi penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Oktober lalu, dari sekitar 16,6 juta WP yang wajib SPT, WP yang benar-benar menyampaikan SPT nya hanya 11,7 juta atau masih 70,73%. Kendati diklaim sudah mencapai 94,31% dari target pelaporan yakni 75% dari 16,6 juta WP, posisi bulan Oktober itu nyaris tak bergerak dibandingkan bulan Agustus lalu, artinya jumlah realisasinya sama. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 22 Mei 2024 | 08:36 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Aturan Bukti Potong Direvisi, Instansi Pemerintah Perlu Perhatikan Ini

Selasa, 21 Mei 2024 | 12:00 WIB REFORMASI PAJAK

Jika Berjalan Nanti, Coretax Diyakini Dongkrak Pendapatan Negara

Selasa, 21 Mei 2024 | 08:51 WIB BERITA PAJAK HARI INI

WP Harus Lunasi Pajak Sesuai Pembahasan Akhir Sebelum Ajukan Keberatan

Senin, 20 Mei 2024 | 08:53 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Karpet Merah Investor di IKN, Aturan Insentif Pajak Resmi Terbit

BERITA PILIHAN