Bagian kubah sebuah kendaraan tempur lapis baja teronggok di sebuah lahan gandum di tengah gempuran Rusia terhadap Ukraina di luar kota Ichnia, daerah Chernihiv, Ukraina, Selasa (7/6/2022). (ANTARA FOTO/REUTERS/Vladyslav Musiienko/foc/NBL).
MANILA, DDTCNews - Asosiasi Penggiling Tepung Filipina (Philippine Association of Flour Millers/PAFMIL) meminta pemerintah memberikan insentif perpajakan di tengah kenaikan harga gandum di dunia.
Direktur Eksekutif (PAFMIL) Ric Pinca mengatakan kenaikan harga gandum terjadi akibat perang di Ukraina, yang menjadi salah satu produsen gandum terbesar di dunia. Dia memperkirakan kenaikan harga gandum akan terus berlanjut dan merembet pada barang lainnya.
"Semua orang pergi ke AS, Kanada, dan Australia, tempat kami membeli gandum. Makanya harganya naik," katanya, dikutip pada Selasa (12/7/2022).
Pinca mengatakan saat ini telah berlaku tarif bea masuk 0% atas impor gandum. Meski demikian, komoditas ini masih dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).
Menurutnya, gandum menjadi komoditas yang sangat dibutuhkan industri roti. Dalam hal ini, pemerintah juga dapat memberikan insentif untuk meringankan beban industri roti seperti mengurangi tarif impor pada bahan kue lainnya seperti ragi.
Agar dampak insentif lebih optimal, Pinca juga menyarankan agar pemerintah mengatasi kenaikan ongkos bahan bakar elpiji dan harga gula. Menurutnya, langkah yang dapat ditempuh pemerintah yakni menurunkan tarif pajak elpiji dan bea masuk atas impor gula.
Pinca menjelaskan kenaikan harga gandum dapat terjadi pada kuartal III/2022 karena perang di Ukraina belum berakhir. Kondisi juga diperparah dengan melemahnya mata uang peso terhadap dolar AS sehingga beban yang ditanggung pengusaha makin berat.
"Filipina saat ini mengimpor 100% kebutuhan gandum untuk pabrik tepung, yang 90% berasal dari AS dan sisanya dari Kanada dan Australia," ujarnya dilansir philstar.com. (sap)